Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Staley, Eugene
New York: Harper & Brother, 1954
338.91 STA f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dargo Sugianto
"ABSTRACT
Kebijakan guna menentukan batasan, arah dan tujuan ekonomi merupakan hal penting bagi terlaksananya perekonomian suatu negara kearah pertumbuhan yang lebih baik. Pada masa awal kebangkitan ekonomi Jepang paska perang yang diiringi dengan pecahnya Perang Korea 1950-1953, salah satu faktor penting yakni kebijakan ekonomi yang berlangsung ketika itu, menjadi perhatian penulis di samping para pengamat ekonomi Jepang era paska perang pada umumnya.
Sekitar awal tahun 1950an, seiring dengan berlangsungnya perang di semenanjung Korea, muncul berbagai kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan investasi di dalam industri, aturan mengenai sistem perpajakan, termasuk kelancaran bagi ekspor dan impor. Pada tahun-tahun awal tersebut berbagai kebijakan yang mendukung akumulasi modal bagi rekonstruksi industri tersusun dalam waktu yang relatif singkat secara bergantian. Namun begitu, berbagai kebijakan tersebut dapat dikatakan menjadi prototype bagi kebijakan-kebijakan industri era paska perang Jepang untuk tahap berikutnya.
Literatur ini tak lepas dari pada upaya penulis di dalam mengembangkan dan memperkaya penulisan sejarah pertumbuhan ekonomi dunia yang terfokus pada studi Jepang di Indonesia. Dengan memilih topik penulisan sejarah yang mengangkat era kebangkitan ekonomi pada masa Perang Korea, penulis berusaha mengungkapkan bahwa berbagai faktor yang muncul pada awal tahun 1950an ini juga sebagai dampak dari munculnya perang tersebut yang dapat dikatakan sebagai suatu anugrah yang tidak diperkirakan sebelumnya oleh Jepang termasuk dalam pembelanjaan khusus pasukan Amerika Serikat kepada pihak Jepang (yang dikenal dengan tokuju) dan pengembalian kemerdekaan Jepang melalui penandatanganan Perjanjian Perdamaian San Francisco 28 April 1952.
Berbagai langkah yang cukup berarti telah dilakukan pemerintah Jepang yang mulai memperlihatkan andil besar sejak pecahnya Perang Korea dengan memanfaatkan situasi politik ketika itu, yang diwarnai oleh ketegangan perang dingin antara blok kapitalis (sekutu Amerika Serikat) dengan blok komunis di kawasan Asia. Awal tahun 1950an bersamaan dengan pecahnya Perang Korea ini merupakan periode penting dan menjadi tahap awal pertumbuhan pesat ekonomi Jepang paska Perang Dunia Kedua, sekitar tahun 1950an dan tahun 1960an.

"
1999
S13539
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Leyden : Budapest : Akadémiai Kiad, 1976
338.91 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Widyananda
"Mandataris MPR-RI sejak Sidang Umum MPR tahun 1973, Presiden Soeharto pada Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 1989, mengemukakan babwa Indonesia akan melakukan perjuangan habis-hablsan untuk tiga sektor, yakni perpajakan. Ekspor non migas, dan pariwisata. Ketiga sektor tersebut, merupakan sektor yang paling terkait dengan masalah lingkungan. Karena itu, sektor pariwisata sangat beralasan umuk dikaji bagi upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 1995, sektor pariwisata menduduki peringkat ke dua dalarn pertumbuhan pada kurun waktu tahun 1983-1993. Bila pada tahun 1983, pertumbuhannya sebesar 14,70%, maka pada tahun 1993 naik menjadi 16,80%. Demikianpula sumbangan sektor pariwisata terhadap devisa negara pada tahun 1993 menduduki peringkat ke dua setelah industri pengolahan. Dari struktur ekonomi yang digambarkan Lersebut, secara riil sektor pariwisata sangat prospektif dalam memberikan kontribusinya bagi pembangunan nasional.
Namun, industri pariwisata juga mempunyai dampak yang kurang menguntungkan, khususnya bagi masyarakat yang belum siap menerirna kehadiran sektor ini, seperti masyarakat di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Padahal kawasan Kepulauan Seribu juga merupakan penyangga perkembangan lingkungan daratan Jakarta, balk lingkungan fisik maupun sosial-ekonomi. Pada perkembangan terakhir relah terjadi percepatan p~ncernaran di perairan tersebut, akibat limbah darl daratan Jakarta dan sekitarnya.
Di sisi lain, sejak tahun 1982 (berdasarkan SK Mentan No. 527/KPTS/UMn/1982), ditetapkan adanya Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNL-KS) seluas 110.000 Ha. Selanjutnya sejak tahun 1989, Pemda DKI Jakarta (SK Gub. No. 1814/1989) secara hukum dan konsepsional menerapkan Kepulauan Seribu sebagai kawasan pengernbangan pariwisata.
Kondisi dan kebljakan tersebut telah menyebabkan semak:in terbarasnya area lahan mata pencaharian penduduk Kepulauan Seribu. PadahaJ upaya pelestarian kawasan Kepulauan tersebut ditentukan oleh kemampuan masyarakat setempat untuk mengelola lingkungannya, di mana sangat terkait dengan kondisi perekonomian masyarakar setempat.
Tujuan dari penelitian ini untuk mencari darnpak industri pariwisata terhadap perekonomian masyarakat, dikaitkan dengan upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Kepulauan Seribu.
Untuk mendukung tujuan penelitian tersebut, maka dipergunakan hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat keterkaitan antara pertumbuhan industri pariwisata dan perekonomian masyarakat di Kepulauan Seribu.
2. Terdapat keterkaitan dalam tingkat yang relatif rendah antara meningkatnya industri pariwisata dengan angkatan kerja yang terserap pada sektor rersebut.
3. Terdapat dampak ekonomis dari industri pariwisata terhadap masyarakat di Kepulauan Seribu.
4. Kondisi geografis dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat merupakan penghambat unruk mempertautkan peningkatan industri pariwisata sebandiog dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat di Kepulauan Seribu.
Untuk menganalisis dan membuktikan hipotesis di atas. maka dalam penelitian ini akan diukur dan dianalisis beberapa peubah, antara lain :
1. Tingkat pendapatan masyarakat sebelurn dan sesudah berkembangnya industri pariwisata. 2. Perkembangan sumbangan sektor pariwisata Kepulauan Seribu terhadap pendapatan daerah Jakarta Ulara.
3. Pertumbuhan industri pariwisata ( = pertumbuhan jumlah kunjungan wisata) di Kepulauan Seribu.
4. Perkembangan tenaga kerja yang terserap di sektor pariwlsta di Kepuiauan Seribu.
Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepala keluarga (KK), di mana berdasarkan lapangan pekerjaan utama diperoleh gambaran bahwa 73,04% bekerja sebagai nelayan, 4,96% pedagang, 6,35% KK bekerja sebagai buruh dan jasa. sedangkan 15.65% KK bekerja sebagai Pegawai Negeri/ABR! dan pekerja sektor lainnya.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus : 4 IP x 0) s - dimana:
S = jumlah sampel;
P = persentase populasi nelayan;
Q = persentase populasi bukan nelayan;
Sd = starular deviasi (ditetapkan 10%)
Dengan menggunakan rumus di atas, maka diperoleh sampel terhitung masingmasing 78,76 KK untuk nelayan dan 21,24 KK untuk bukan nelayan. Selanjutnya dilakukan penggenapan sehingga sampel yang diambil terdiri dari 158 KK nelayan dan 42 KK. bukan nelayan, dengan sebaran menurut proporsi kelurahan.
Penarikan sampel di!akukan secara acak. Untuk sampel nelayan, setelah dilakukan peneiitian pendahuluan ternyata dalam kelompok ini terdapat stratifikasi tersendirl, yakni antara pemilik dan pekerja, di mana pola kehidupannya berbeda. Karena itu, guna akurasi penelitian dilakukan penarikan sampel berdasarkan stratiflkasi tersebut.
Selanjutnya, digunakan asumsi, bahwa setiap nelayan pemi1ik mempunyai 1 buah armada, dan I armada berdasarkan penga!aman masyarakat setempat, dipergunakan untuk rata-rata 3 pekerja, Di samping itu didasarkan pula pada perbandingan antara jumlah armada dengan jumlah kepala keluarga.
Dari basil pene1itian didapatkan, kecuali semakin meningkatnya investasi yang berdampak positif mengundang investasi pada sektor pendukungnya. secara umum pertumbuhan industri pariwisata di kawasan Kepulauan Seribu belum membawa dampak positif bagi perekonomian masyarakat nelayan; bahkan telah menyebabkan menurunnya pendapatan masyarakat tersebut.
Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat disimpu!kan bahwa penurunan pendaparan nelayan dapat berasal dari :
1. Penurunan jumlah tangkapan rata-rata sebesar 28,48% dari sebelurn berkembangnya industri pariwisata;
2. Semakin jauhnya area penangkapan ikan yang dikemukakan o!eh 51,27% responden; 3. Semakinjauhnya area penangkapan, menyebabkan sebagian nelayan mengurangi frekuensi melaut perminggu dari rata-rata 5,76 hari/minggu menjadi 4,80 hari/ minggu;
4. Meningkatnya waktu melaut dari rata-rara 5,93 jam/hari menjadi 8,16 jam/hari, yang tentu meningkatkan biaya operasi.
Industri pariwisala sangat rendah merespon produk nelayan setempat. Dari penelitian, diperoleh gambaran bahwa pembeli basil tangkapan nelayan Kepulauan Seribu terdiri dari sebesar 46,84% tengkulak, tempat pelelangan ikan sebesar 32.91%, penduduk setempat sebesar 13,29%, industri pariwisata menyerap sebesar 5,70% dari total hasil tangkapan responden dan koperasi sebesar 3,16%.
Hasil penelitian pada responden bukan nelayan memang menyiratkan adanya darnpak positif pada perekonomian. Sebesar 85,71% responden menyatakan berdarnpak positif pada penyerapan tenaga kerja, kemudian sebesar 7,14% dari respond en menyatakan berdampak positif pada pemasaran produk setempat, dan juga sebesar 7,14% menyatak:an berdampak positif pada peningkatkan pendapatan.
Berdasarkan data 5 tahun terakhir (1990-1995), kecuali tahun 1992, adanya kecenderungan peningkatan penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 11,48%. Peningkatan penyerapan tenaga kerja industri pariwisata tersebut adalah naik sebesar 11.58% pada tahun 1991; turun sebesar 28,53% pada tahun 1992; kernudian naik sebesar 27,81% pada tahun berikutnya, dan tahun 1994 kern bali naik sebesar 35,06%.
Bila dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan, sangat fluktuatif sejak diamati tahun 1988. Bila pada tahun 1989 terjadi kenaikan sebesar 33,68%; turun sebesar 0,92% pada tahun 1990; pada tahun 1991 turun sebesar 0,13%; tahun 1992 mengalami kenaikan sebesar 10,16%; pada tahun 1993 rurun sebesar 3,17%, dan tahun 1994 naik kembali sebesar 11,07%. Dengan demikian, rata-rata perturnbuhannya naik sebesar 4,25% pertabun.
Dari sisi pendapatan Pemda Jakarta Utara, secara keseluruhan mengalami kenaikan. Dari pengamatan tabun 1990-1994, pertumbuhan pendapatan pajak dan retribusi dari Kepulauan Seribu rata-rata mengalami kenaikan sebesar 51,83%, yakni pada tahun 1991 naik sebesar 9,64%; tabun 1992 naik sebesar 21,68%; tahun 1993 naik sebesar 84,15%, dan tabun 1994 mengalami kenaikan sebesar 91,86%. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Ramadhan
"Visi Saudi 2030 yang digagas oleh Muhammad bin Salman (MBS) ikut membawa perubahan dalam bidang pariwisata. Kebijakan MBS dalam perluasan pariwisata yang diberlakukan terlihat berdampak terhadap norma yang berlaku di Saudi. Adanya kebijakan yang dilakukan oleh MBS ini dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi Arab Saudi. Dengan menggunakan teori Thomas Dye tentang kebijakan publik, artikel ini akan menjawab beberapa masalah yang menjadi pertanyaan, mulai dari apa kebijakan pengembangan pariwisata Arab Saudi oleh MBS, apa saja perubahan norma yang terjadi akibat dari kebijakan pengembangan pariwisata oleh MBS. Selain itu apa dan siapa saja pihak yang diuntungkan dan dirugikan, serta bagaimana pandangan dan respon ulama atas kebijakan pengembangan pariwisata yang diberlakukan oleh MBS. Hasil penelitian ini menunjukan adanya perluasan destinasi pariwisata Saudi yang tidak terbatas pada pariwisata religi saja, serta banyaknya perubahan pada norma yang berlaku di Saudi saat ini akibat dari kebijakan MBS. Terlepas dari isu agama pengembangan pariwisata Saudi telah menguntungkan pemerintah maupun masyarakatnya. Kebijakan yang membuat banyaknya perubahan norma di Saudi telah menjelaskan secara tidak langsung bahwa MBS menginginkan praktik keagamaan yang tidak kaku ataupun konservatif, melainkan ingin lebih moderat ala barat. Namun nyatanya pelonggaran norma yang terjadi di Saudi ini bukan lagi menggambarkan kehidupan moderat, melainkan cenderung liberal.

Saudi Vision 2030 initiated by Muhammad Bin Salman (MBS) has brought changes in tourism. MBS's policy on tourism expansion that is implemented seems to have an impact on the norms that apply in Saudi. MBS's policy is motivated by Saudi's economic interests. By using Thomas Dye's theory of public policy, this article will answer some of the questions that are being asked, starting from what the MBS tourism expansion policy is, and what the changes in norms caused by MBS’s tourism development policies are. In addition, what and who are the beneficiaries and losers, and what are the views and responses of the scholars to the tourism development policies imposed by MBS? The results of this study show that the expansion of tourism destinations that are not limited to religious tourism only and there are many impacts that occur on the current norms in Saudi Arabia as a result of the policy of increasing tourism by MBS. Apart from religious issues, Saudi tourism development has benefited the government and its people. The policies that have led to many changes in the norms of life in Saudi have implied that MBS wants religious practices that are not rigid or conservative, but rather wants to be more moderate in the western style. But in fact, the loosening of norms that occurred in Saudi is no longer a reflection of moderate life but tends to be liberal."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ankara: The Organization , 1980
337.1 ORG a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ikels, Charlotte
Stanford: Stanford University Press, 1996
330.951 IKE r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suparjo
"ABSTRAK
Pengusaha kecil dan menengah memiliki karakteristik kemandirian dan daya tahan alami dalam menjalankan usahanya. Meskipun demikian menyongsong era perdagangan bebas mulai tahun 2010 mendatang perlu pemikiran yang komperehensif terhadap upaya-upaya yang mendukung pengembangan mereka. Peranan pemerintah dalam menetapkan kebijakan ekonomi termasuk dalam pengembangan pengusaha kecil dan menengah sejalan dengan teori Terence Daintith lebih mendekati pengertian "State intervention in the economy? daripada "economic polio". Teori Daintith tersebut dapat menarik substansi permasalahan peranan hukum dan kebijakan pertanahan nasional dalam pengembangan pengusaha kecil dan menengah. Menurut hemat kami intervensi pemerintah tersebut masih tercakup pengertian kebijakan dalam arti yang lebih luas. Intervensi tersebut dilakukan melalui peraturan dan kebijakan pertanahan sejak tahun 1960 hingga tahun 1999 telah banyak dikeluarkan pemerintah. Mulai dengan tahap awal berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan UUPA dan Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960, tentang Penetapan Batas Penguasaan Maksimum tanah Pertanian yang dikenal dengan Undang-Undang Land Reform. Pada perkembangan kebijakan hukum pertanahan di tanah air kita selanjutnya ternyata ada sekian banyak peraturan dan kebijakan yang memiliki kaitan dengan pengembangan pengusaha kecil dan menengah. Lingkup pengaturan yang dilakukan meliputi pengaturan pemilikkan, penguasaan tanah, penggunaan tanah sebagai agunan kredit, kemudahan dan keringanan perpajakan bagi golongan ekonomi lemah. Hal itu sejalan dengan tujuan land reform yang ke lima, yaitu untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil, disertai dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan tani. Dari ketentuan tersebut dapat pula dikatakan bahwa kebijakan pertanahan merupakan salah satu infrastruktur bagi pengembangan ekonomi dan tentu saja termasuk pengembangan pengusaha kecil dan menengah. Intervensi pemerintah melalui kebijakan dan peraturan hukum bagi pengusaha kecil dan menengah memang merupakan kewajiban konstitusional sebagaimana dikatakan oleh Thomas Robert Malthus, dan pada kenyataanya golongan ini mampu bertahan dan relatif tidak terkena dampak krisis ekonomi yang telah melanda tanah air kita sejak pertengahan 1997 yang lalu hingga saat ini merupakan alasan pembenar lainnya."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>