Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yu, Un-suk
Kyonggi-do P?saju-si : P'urun Sup , 2009
KOR 323.4 YUU i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Venty Arkina
"Isu tentang perempuan dan kesetaraan gender telah menjadi polemik yang masih ada sampai hari ini. Hal ini sering kali berkaitan dengan identitas perempuan akan dirinya secara utuh. Fenomena hijab masih menjadi polemik di negara Jerman. Penelitian ini akan membahas analisis perempuan imigran Turki di Jerman melalui sebuah video tentang hijab. Dalam penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui bagaimana identitas perempuan muslim di Jerman sebagai seorang minoritas dan perempuan dalam the second sex. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan mengaitkan teori the second sex karya Simone de Beauvoir. Hasil dari penelitian dapat disumpulkan bahwa menurunnya penggunaan hijab di Jerman tidak hanya dipengaruhi oleh pilihan pribadi, namun juga dipengaruhi oleh faktor sosial. Isu penggunaan hijab di Jerman terjadi karena perbedaan sudut pandang antara Uni Eropa dengan umat Islam. Tantangan yang dihadapi perempuan berhijab di Jerman tidak hanya karena busana hijab yang digunakannya, tetapi juga faktor lingkungan, seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan. Pandangan dikotomis yang berkembang di masyarakat juga membuat penilaian baik dan buruk ini diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan tidak jarang mesogini yang terjadi berasal dari perempuan ke perempuan lainnya.

The issue of women and gender has become a polemic that still exists today. This is often related to the identity of women about themselves as a whole. The hijab phenomenon is still a polemic in Germany. This study will discuss the analysis of Turkish immigrant women in Germany through a video about hijab. In this study, it is expected to find out how the identity of Muslim women in Germany is as miniorities and women in the second sex. The method used is descriptive analytical method associated with the theory of the second sex by Simone de Beauvoir. The results of the study can be concluded that the reduction in the use of hijab in Germany is not only influenced by personal choices, but also influenced by social factors. Issue of the use of hijab in Germany occurs because of the different points of view between the European Union and Muslims. The challenges of hijab women in Germany are not only because of the hijab they wear, but also social factors, such as the difficulty to get a job. The dichotomy view that develops in society for judging good and bad has passed down from generation to generation. In fact, it is not uncommon for misogyny to occur from one woman to another."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farrely Firenza
"Spesiesisme merupakan persoalan klasik mengenai timpangnya cara pandang dan pengakuan manusia terhadap kelompok hewan (non-manusia) yang menimbulkan relasi asimetris diantara keduanya. Akibat dari cara pandang yang timpang ini manusia kemudian mengelompokkan spesies tetentu yang kemudian mempengaruhi persepsi mereka mengenai kelompok hewan. Artikel ini membahas persoalan spesiesisme melalui fenomena kontemporer berupa sikap defensif manusia terhadap sebagian kelompok spesies hewan domestik terhadap kelompok hewan ternak. Berangkat dari kasus ini timbul pertanyaan berupa, apakah sikap defensif suatu spesies tertentu merupakan tindakan yang dapat dijustifikasi secara moral. Oleh karenanya, penulis menganalisis permasalahan ini menggunakan pendekatan studi etika lingkungan dengan tema moralitas dibantu dengan eksperimentasi pikiran yang menunjukkan bahwasanya tindakan tersebut merupakan tindakan spesiesis yang dasar justifikasinya bersifat inkonsisten. Penulis juga menemukan fakta bahwasanya sifat defensif manusia terhadap beberapa spesies tertentu merupakan hasil konstruksi dari pengaruh sosio-kultural yang bekerja dalam suatu skema ideologi dengan istilah karnisme. Berdasarkan hal ini penulis menemukan inti permasalahan yang berkaitan dengan moralitas dan konsekuensinya terhadap lingkungan justru terletak kepada keputusan manusia dalam pilihan makanannya (daging atau non-daging), bukan kepada daging jenis spesies apa yang dapat dikonsumsi.

Speciesism is a classic problem of unequal human views and recognition of animal groups (non-humans) that give rise to asymmetrical relations between the two. As a result of this unequal perspective, humans then group certain species which then affect their perception of animal groups. This article discusses the problem of speciesism through the contemporary phenomenon of human defensiveness towards some groups of domestic animal species towards groups of livestock animals. Departing from this case, the question arises in the form of whether the defensiveness of a particular species is an action that can be morally justified. Therefore, the author analyzes this problem using an environmental ethics study approach with the theme of morality combined with thought experiment which shows that the action is a speciesist action whose justification basis is inconsistent. The author also finds that the defensive nature of humans towards certain species is the result from the construction of socio-cultural influences that work in an ideological scheme (carnism). Based on this, the author finds that the core of the problem related to morality and its consequences for the environment lies precisely in human decisions in their food choices (meat or non-meat), not in what kind of meat species can be consumed."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Wulandari
"Kajian ini membahas pandangan dan peran Setiati Surasto terhadap perbaikan nasib buruh perempuan pada tahun 1940an sampai 1960an. Kajian ini bermula dari diskriminasi yang dilakukan oleh perusahaan atau majikan terhadap buruh perempuan karena mereka selalu dianggap sebagai tenaga kerja murah dari masa ke masa. Buruh perempuan dianggap sebagai tenaga kerja yang tidak terampil sehingga dinilai layak untuk dieksploitasi tenaganya. Hal ini mengakibatkan diskriminasi dalam berbagai bentuk mulai dari diskriminasi dalam pemberian upah sampai pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Kajian ini dikerjakan dengan metode penelitian sejarah dengan menggunakan sumber primer berupa surat kabar dan majalah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketimpangan kondisi yang dihadapi buruh perempuan melahirkan agensi dan aktivisme perempuan. Termasuk diantaranya adalah Setiati Surasto yang menyuarakan pandangannya mengenai kesetaraan dan kesejahteraan bagi buruh perempuan melalui tulisan hingga aksi secara langsung di lapangan. Kajian ini juga mengisi kekosongan dalam historiografi Indonesia, terutama dengan menghadirkan biografi aktivis buruh perempuan pada periode awal kemerdekaan Indonesia."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2023
900 HAN 7:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Nabila
"Kondisi kesetaraan gender dalam pendidikan di Indonesia merupakan isu yang terus mengalami kemajuan, meskipun begitu hal tersebut belum sejalan dengan kondisi kesetaraan gender secara global. Berdasarkan Global Gender Gap Index (GGGI) tahun 2021, Indonesia masih menempati urutan 101 dari 156 negara dengan skor 0,688 atau 68,8 persen kesetaraan gender. Peringkat Indonesia dalam sub indeks GGGI, terutama dalam capaian pendidikan, berada pada posisi cenderung di bawah. Penelitian ini mengkaji kondisi ketidaksetaraan gender dalam pendidikan dan dampaknya terhadap kemiskinan di Indonesia pada tingkat kabupaten/kota. Dengan menggunakan data panel dari tahun 2012 hingga 2021, analisis ini mengungkap variasi dalam ketimpangan gender dalam pendidikan di berbagai kabupaten/kota. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara ketidaksetaraan gender dalam pendidikan, yang diukur menggunakan rasio rata-rata lamanya sekolah perempuan dibandingkan laki-laki, dengan indikator kemiskinan, yang menandakan bahwa peningkatan kesetaraan gender dalam pendidikan dapat membantu upaya pengentasan kemiskinan. Penelitian ini menekankan pentingnya pendekatan kontekstual untuk mengatasi tantangan dan peluang yang spesifik di berbagai wilayah. Rekomendasi kebijakan mencakup promosi kesetaraan gender dalam pendidikan, penghapusan stereotip gender, dan mempertimbangkan faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, akses internet, dan program bantuan sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pembuatan kebijakan untuk mencapai kesetaraan gender dan pengentasan kemiskinan di Indonesia.

The condition of gender equality in education in Indonesia is an issue that continues to make progress, although it is not yet aligned with the global gender equality situation. Based on the Global Gender Gap Index (GGGI) in 2021, Indonesia still ranks 101 out of 156 countries with a score of 0.688 or 68.8 percent gender equality. Indonesia's ranking in the GGGI sub-index, particularly in educational attainment, is relatively lower. This research examines the condition of gender inequality in education and its impact on poverty in Indonesia at the district/city level. By using panel data from 2012 to 2021, the analysis reveals variations in gender disparities in education across different districts/cities. The research findings show a significant negative relationship between gender inequality in education, measured by the ratio of average years of schooling for females compared to males, and the poverty indicator, indicating that an increase in gender equality in education can contribute to poverty alleviation efforts. The research emphasizes the importance of a contextual approach to address specific challenges and opportunities in different regions. Policy recommendations include promoting gender equality in education, eliminating gender stereotypes, and considering factors such as economic growth, population size, internet access, and social assistance programs in poverty alleviation efforts. This research is expected to contribute to policy-making efforts to achieve gender equality and poverty reduction in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifatul Karimah
"Peningkatan kesetaraan gender terutama dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja turut memberikan kontribusi sebagai katalisator percepatan pembangunan. Upaya sinergi kesetaraan gender dalam pembangunan di Indonesia menghasilkan capaian indikator kesetaraan gender nasional yang terus meningkat. Namun pada tingkat dunia, posisi Indonesia masih terbilang cukup rendah seperti WBL Index tahun 2021 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 149 dari 190 negara. Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia terus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan, termasuk dengan pemberian kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya kepada warga negara. Penelitian ini melihat bagaimana capaian kesetaraan gender dalam bidang pendidikan di Indonesia, serta bagaimana hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator pembangunan, dengan menggunakan fixed effect panel data kabupaten/kota selama periode tahun 2011-2020. Hasil penelitian menunjukkan masih adanya ketimpangan gender dalam capaian pendidikan selama periode observasi, terutama di luar wilayah Jawa Bali. Di sisi lain, peningkatan kesetaraan gender melalui rasio lama bersekolah perempuan berkontribusi positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, begitu pula dengan rasio perempuan pada tenaga kerja yang berpendidikan setingkat SMP sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja terutama di sektor industri.

Gender equality, particularly in the areas of education, health, and employment, also serves as a stimulant for faster growth. In Indonesia, efforts to synergize gender equality in development results with national gender equality indices continuing to improve. However, Indonesia's place in the globe remains poor, as measured by the 2021 WBL Index, where it is rated 149th out of 190 nations. To support growth, efforts to increase the number and quality of human resources are continuing, including providing individuals with opportunity to get the broadest possible education. Using district/city fixed effect panel data for the period 2011-2020, this study examines the attainment of gender equality in education in Indonesia, as well as how it links to economic growth as development’s measures. The study's findings show that during the observation period, there was still a gender gap in educational achievement, particularly outside of the Java-Bali region. Increasing gender equality through the ratio of women's years of schooling, as well as the ratio of women to the workforce with a junior high school education that is in line with the needs of the workforce, especially in the industrial sector, contributes positively and significantly to regional economic growth."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Pratiwi
"Tesis ini merupakan analisis kesusastraan dari novel Cok Sawitri yang berjudul Tantri: Perempuan yang Bercerita (2011) menggunakan teori gynocritics. Cerita tantri yang sudah akrab sebagai tradisi lisan maupun karya sastra klasik Bali, dihadirkan kembali oleh Cok Sawitri dengan mengubah nilai-nilai di dalamnya. Kesetaraan gender, serta perubahan konstruksi maskulinitas maupun femininitas tampak dalam novel ini. Representasi konsep maskulinitas dan femininitas oleh tokoh-tokoh novel diungkapkan untuk melihat permasalahan pertarungan (kontestasi) gender dalam novel ini.
Melalui teori gynocritics milik Elaine Showalter yang mengkaji hubungan antara budaya dan karya dari penulis perempuan (women's writing and women's culture), ditemukan sebuah perubahan konstruksi maskulinitas yang sudah langgeng dalam masyarakat dan budaya patriarkal Bali. Selain itu, teori Connell tentang maskulinitas mengungkapkan bahwa nilai maskulinitas berubah dan berbeda sesuai masyarakat yang menghidupinya. Melalui rekonstruksi maskulinitas dan femininitas dalam penokohan yang terjadi dalam novel ini terlihat bahwa nilai-nilai maskulinitas maupun femininitas masyarakat dan budaya Bali tidaklah tetap, tetapi dapat dinegosiasi dan dikontestasikan sehingga menghasilkan konstruksi baru.

This thesis is an analysis of the Cok Sawitri literary novel titled Tantri: Perempuan yang Bercerita (Tantri: Women of Storytelling (2011)), using the theory of gynocritics. Tantri story is a familiar Bali story as an oral traditions and classical literature, brought back by Cok Sawitri by changing the values in it. Gender equality as well as the construction changes of masculinity and femininity appears in this novel. Representation of the concept of masculinity and femininity by figures disclosed novel to see the fight the problem (conflict) gender in this novel.
Through Elaine Showalter's gynocritics theory that examines the relationship between culture and the work of women writers (women's writing and women's culture), founded a change in the construction of masculinity that has been sustained in a patriarchal society and culture of Bali. In addition, theories about Connell masculinity revealed that masculinity was changing and different values according to the people who live it. Through the reconstruction of the masculinity and femininity in characterizations that occurred in the novel is seen that the values of masculinity and femininity society and culture is not fixed, but can be negotiated and contested so as to produce a new construction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
T31844
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mardety
"Disertasi ini merupakan studi hermeneutika feminisme bagi penafsiran Alquran, khususnya hermeneutika feminisme dalam pemikiran Amina Wadud. Problem metodologis dalam penafsiran Alquran telah melahirkan penafsiran yang bias gender dan telah membuat perempuan menjadi subordinat dan tertindas. Isu-isu gender telah melahirkan pandangan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki dan kemanusiaan perempuan tidak utuh. Dalam upaya mencapai kesetaraan dan keadilan gender, Wadud membongkar bias gender dalam penafsiran Alquran untuk direinterpretasi dengan pendekatan hermeneutika feminisme.
Tujuan disertasi ini adalah memformulasikan model hermeneutika feminisme dalam pemikiran Wadud, yaitu mengeksplisitkan cara kerja dan asumsi-asumsi metodologis yang terkandung dalam hermeneutika feminisme. Konstribusi penting hermeneutika feminisme adalah memunculkan tafsir feminis, sebuah tafsir yang mengumandang suara perempuan dalam Alquran.

This dissertation is the study of feminist hermeneutics in the Alquran, particularly, implementing feminist hermeneutics in Wadud?s literature/texts. Methodological problems in the interpretation of the Alquran has caused gender bias interpretations and has made women subordinate and oppressed. Gender isues spawned the view that the position of women in society is considered lower than male and female humanity is deemed incomplete. Thus, in order to achieve equality and gender justice, Wadud dismantles gender bias in the interpretation of the Alquran for reinterpretation.
The purpose of this dissertation is to formulate models of feminist hermeneutics used in Wadud?s literature/texts. It shows how feminist hermeneutics works and methodological assumptions in feminist hermeneutics. The important contribution of feminist hermeneutics is to include feminist interpretation, an interpretation which articulates the voice of women in the Alquran."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2078
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
La-Tanya Alisa Riskasari
"Penelitian ini membahas mengenai pemahaman sosial mengenai isu kesetaraan gender di kalangan pekerja perempuan formal dengan kontribusi faktor lingkungan dan perilaku sebagai faktor pembentuk utama yang dibahas melalui disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Kesetaraan gender di sektor ketenagakerjaan ditandai dengan mulai meningkatnya angka pekerja perempuan formal yang semestinya dibarengi dengan pemahaman terhadap kesetaraan gender, terutama di tempat kerja. Hal tersebut ditujukan agar para pekerja perempuan dapat peka terhadap isu terkait sehingga dapat turut mengimplikasikan perilaku setara gender dan membantu penanganan kasus ketidaksetaraan gender, terutama yang terjadi di tempat kerja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengenai pemahaman sosial tentang kesetaraan gender di kalangan pekerja perempuan formal dan memberikan gambaran kontribusi faktor lingkungan dan perilaku dalam membentuk pemahaman sosial tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif yang mengambil data melalui wawancara mendalam bersama para pekerja perempuan formal. Kesetaraan gender yang dimaksud dilihat berdasarkan indikator kesetaraan gender menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yaitu melalui aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Adapun pemahaman sosial ditinjau dari teori kognitif sosial oleh Albert Bandura berdasarkan lima kemampuan kognitif dasar manusia, antara lain kemampuan simbolisasi (symbolizing capability), kemampuan pembelajaran melalui pengalaman tidak langsung (vicarious capability), kemampuan berpikir ke depan (forethought capability), kemampuan pengaturan diri (self-regulatory capability), dan kemampuan refleksi diri (self-reflective capability). Adapun hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kemampuan dasar kognitif yang paling utama dimiliki seorang individu dalam memahami kesetaraan gender adalam kemampuan simbolisasi (symbolizing capability) untuk mendeskripsikan kesetaraan gender berdasarkan perisitiwa atau pengalaman yang pernah dialami. Pemahaman sosial dapat dibentuk melalui kontribusi faktor lingkungan; yaitu melalui lingkungan keluarga, tempat kerja dan sosial dan factor personal yang turut berperan dalam proses transformasi pemahaman sosial menjadi perilaku (behavior) yang berkaitan dengan kesetaraan gender, sehingga menjadi output dalam determinan proses triadic reciprocal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, terkhusus di mata kuliah Tingkah Laku Manusia dan Lingkungan Sosial, serta Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Pelayanan Kemanusiaan.

This study discusses the social understanding of the issue of gender equality among formal female workers with the contribution of environmental and behavioral factors as the main forming factors which are discussed through the discipline of Social Welfare Sciences. Gender equality in the employment sector is characterized by increasing formal female workers that should be accompanied by an understanding of gender equality, especially in the workplace. This is intended so that female workers can be sensitive to related issues so that they can contribute to gender-equal behavior and assist in handling cases of gender inequality, especially those that occur in the workplace. The purpose of this study is to explain the social understanding of gender equality among formal female workers and provide an overview of the contribution of environmental and behavioral in shaping this social understanding. This research is a qualitative research using a descriptive method that collects data through in-depth interviews with formal women workers. The gender equality in question is seen based on indicators of gender equality according to the Ministry of Women's Empowerment and Child Protection, namely through aspects of access, participation, control, and benefits. As for social understanding in terms of social cognitive theory by Albert Bandura based on five basic human cognitive abilities, including symbolizing capability, vicarious capability, forethought capability, self-regulatory capability, and self-reflective capability. The results of the study indicate that the most important cognitive basic ability possessed by an individual in understanding gender equality is the symbolizing capability to describe gender equality based on events or experiences that have been experienced. Social understanding can be formed through the contribution of environmental factors; namely through the family environment, workplace and social and personal factors that play a role in the process of transforming social understanding into behavior related to gender equality, so that it becomes the output in the determinant of the triadic reciprocal. The results of this study are expected to contribute to the Social Welfare Studies program, especially in the Human Behavior and Social Environment courses, as well as Human Resource Management in Human Service Organizations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>