Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Praditia Triyundarta
"ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU KIP mengatur bahwa Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik sesuai ketentuan dalam UU KIP. Namun batasan ruang lingkup Badan Publik masih belum jelas dan multitafsir. Salah satu syarat sebagai Badan Publik yaitu mengacu pada sumber pendanaannya yang didapat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau sumbangan luar negeri. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai status anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara BUMN, contohnya PT. Bank Negara Indonesia Syariah PT. BNI Syariah sebagai anak perusahaan PT. Bank Negara Indonesia PT. BNI dan kewajibannya dalam menyediakan Informasi Publik. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif. Berdasarkan penelitian, ruang lingkup Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri, BUMN/BUMD, dan partai politik. Adapun status anak perusahaan BUMN dalam UU KIP adalah bukan merupakan Badan Publik. Hal ini karena terjadi transformasi status hukum keuangan negara, dimana dana dari negara yang dijadikan penyertaan modal pada BUMN bertransformasi menjadi modal negara pada BUMN, dan selanjutnya menjadi kekayaan BUMN tersebut. Keuangan negara yang merupakan keuangan publik bertransformasi menjadi keuangan BUMN yang merupakan keuangan privat. Saat BUMN membentuk anak perusahaan, maka modal anak perusahaan BUMN adalah bersumber dari keuangan privat, bukan APBN. Modal anak perusahaan BUMN sama sekali tidak memiliki unsur APBN di dalamnya.

ABSTRACT
Law No. 14 of 2008 on Public Information Disclosure Undang undang Keterbukaan Informasi Publik UU KIP regulates that Public Entity shall provide Public Information as stipulated under UU KIP. However, the scope of Public Entity remains unclear and multi interpretive. One of the requirements as a Public Entity refers to the source of funding obtained through the State Budget Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN the Regional Budget Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, community donation, local and or international donation. The subsidiary of State Owned Enterprise Badan Usaha Milik Negara BUMN, for example PT. Bank Negara Indonesia Syariah PT. BNI Syariah as the subsidiary of PT. Bank Negara Indonesia PT. BNI and its obligation providing Public Information shall be examined further. This research is using a juridical normative approach. Based on the research, the scope of Public Entity is the executive, legislative, and judicative entity, other entity which functions and core duties related to the administration of the state which the partial or entire funds sourced from APBN and or APBD, non governmental organization which the partial or entire funds sourced from APBN and or APBD, community donation, local and or international donation, BUMN Regional Government Enterprise, and political party. Thus, the status of the subsidiary of BUMN under UU KIP is not Public Entity. This is because the transformation of the legal status of state finance, in which the funding from the state invested as capital participation in BUMN is transformed into state capital, and further become the assets of BUMN. The state finance, which is be a public finance, transformed into BUMN finance that considered as private finance. When a BUMN established a subsidiary, the funding is sourced from private not the APBN. The capital of the subsidiary of BUMN absolutely has no elements of APBN in it."
2017
T48375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Puput Ristyastuti
"Transformasi organisasi pemerintahan yang mengedepankan demokrasi tidak bisa terlepas dari tuntutan keterbukaan informasi publik serta perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Maka untuk memastikan akuntabilitas dan kredibilitas lembaga publik dalam menyediakan informasi dan dokumen yang dibutuhkan oleh publik, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengikat seluruh badan publik meliputi Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, termasuk penyelenggara intelijen negara, khususnya Badan Intelijen Negara. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kontradiksi antara konsepsi akuntabilitas Keterbukaan Informasi Publik dengan konsepsi kerahasiaan infromasi intelijen negara, khususnya di Badan Intelijen Negara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori efektivitas prinsip good governance dalam implementasi keterbukaan publik oleh Febrianingsih (2012:150) yang meliputi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan desain analisis deskriptif analitik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi, dan studi literatur. Hasil penelitian menyatakan bahwa Badan Intelijen Negara telah mengimplementasikan keterbukaan informasi publik dengan membuat kelengkapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang meliputi, struktur PPID, Standar Operasional Prosedur (SOP), Aplikasi PPID, serta Daftar Informasi Publik (DIP). Selanjutnya, Badan Intelijen Negara juga telah menerapkan Pasal 17 UU KIP tentang Informasi yang Dikecualikan. Penelitian menemukan adanya kontradiksi antara keterbukaan informasi publik dengan kerahasiaan informasi intelijen, terutama dalam penilaian monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat terhadap penyelenggara intelijen negara yang menyatakan kurang informatif bahkan tidak informatif. Selain itu, kontradiksi terdapat pada kesalahan paradigma publik terkait keterbukaan informasi publik di lembaga intelijen. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, terdapat kontradiksi antara akuntabilitas keterbukaan informasi publik dengan kerahasiaan intelijen negara, sehingga penyelenggara intelijen negara, khususnya Badan Intelijen Negara tidak mungkin menjadi lembaga yang informatif sesuai dengan tujuan UU KIP karena tetap harus berpedoman pada kerahasiaan informasi intelijen.

Government organizations transform that promote democracy cannot be separated from the demands for public information disclosure and the realization of good governance. So to ensure the accountability and credibility of public institutions in providing information and documents needed by the public, the government has issued UU No. 14 Tahun 2008 concerning Disclosure of Public Information which binds all public agencies including executive, legislative and judicial institutions, including state intelligence administrators especially State Intelligence Agency. This study aims to prove the contradiction between the conception of accountability for Public Information Disclosure and the conception of the secrecy of state intelligence information, especially in the State Intelligence Agency. The theory used in this study is the theory of the effectiveness of good governance principles in the implementation of public disclosure by Febrianingsih (2012: 150) which includes the principles of accountability, transparency, and participation. This research uses qualitative methods with analytical descriptive analysis design. Data collection techniques were carried out by interviews, documentation, and literature studies. The results of the study stated that the State Intelligence Agency had implemented public information disclosure by making the completeness of the Information Management and Documentation Officer (PPID) which included the PPID structure, Standard Operating Procedures (SOP), PPID Applications, and the Public Information List (DIP). Furthermore, the State Intelligence Agency must also implement Pasal 17 UU KIP concerning Exempted Information. The study found a contradiction between the disclosure of public information and the confidentiality of intelligence information, especially in the monitoring and evaluation assessment conducted by the Central Information Commission on state intelligence administrators who stated that they were not informative or even uninformative. In addition, there is a contradiction in the misunderstanding of the public paradigm regarding the disclosure of public information in intelligence agencies. The conclusion of this study is that the implementation of information disclosure is contradictory to the principle of secrecy of state intelligence, so that state intelligence administrators, especially the State Intelligence Agency, are unlikely to become institutions with informative assessments because they must still be guided by the confidentiality of intelligence information."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Nurul Nandini
"Isu transparansi pajak selalu muncul dari opini publik mengenai kepatuhan pajak. Belum banyak bukti empiris mengenai efektivitasnya dalam meningkatkan kepatuhan pajak. Namun, praktik di beberapa negara menunjukkan bahwa pengungkapan publik tentang pajak telah berdampak positif dalam mengurangi tunggakan pajak dan tingkat ketidakpatuhan pajak. Naming dan shaming merupakan salah satu instrumen keterbukaan informasi publik. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali opini wajib pajak tentang instrumen naming and shaming. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data survey terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di DKI Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Survey dilakukan secara daring, dengan teknik self-administrative questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendukung konsep keterbukaan informasi pajak melalui naming and shaming agar menjadi kontrol sosial terhadap perilaku wajib pajak yang merugikan penerimaan negara.

The issue of tax transparency always arises from public opinion regarding tax compliance. There is not much empirical evidence regarding its effectiveness in improving tax compliance. However, practice in several countries shows that public disclosure of taxes has a positive impact in reducing tax arrears and the rate of tax non-compliance. Naming and shaming are instruments for public information disclosure. For this reason, this study aims to explore public opinion about naming and shaming instruments. This research was conducted with a quantitative approach with survey data collection techniques on individual taxpayers in DKI Jakarta, Depok, Tangerang, and Bekasi. The survey was conducted online, using a self-administrative questionnaire technique. The results showed that most of the respondents supported the concept of tax information disclosure through naming and shaming in order to be a social control of the behavior of taxpayers that harm state revenues."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiya Yaumilfat
"Penyelenggaraan kegiatan persepakbolaan di Indonesia menjadi tugas dan tanggung jawab PSSI sebagai induk organisasi cabang olahraga sepakbola. Meskipun demikian, dalam praktiknya pemerintah tetap memiliki andil dalam penyelenggaraan kegiatan persepakbolaan. Salah satu bentuk keikutsertaan pemerintah adalah melalui pengalokasian dana dari APBN yang diberikan kepada PSSI guna pengembangan dan peningkatan prestasi olahraga sepakbola. Pemberian dana dari pemerintah kepada PSSI telah melahirkan suatu hubungan keuangan yang membawa implikasi terhadap kedudukan PSSI terhadap keterbukaan informasi publik, yaitu masuknya PSSI dalam kriteria dan karakteristik suatu badan publik nonpemerintah. Melalui metode penelitian yuridis normatif dengan tipe deskriptif analitis, penelitian ini memberikan deskripsi mendalam terkait pemberian dana APBN dari pemerintah kepada PSSI serta analisis tentang implikasi yang ditimbulkan dari pemberian dana tersebut berkaitan dengan keterbukaan informasi yang harus dilakukan oleh PSSI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pemberian dana APBN kepada PSSI menjadikan PSSI sebagai organisasi nonpemerintah, terdapat limitasi mengenai informasi yang wajib disediakan oleh suatu organisasi nonpemerintah berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik, yaitu sebatas pada pengelolaan dana yang diberikan oleh pemerintah. Pembatasan tersebut dimaksudkan untuk menjamin kedudukan organisasi nonpemerintah sebagai suatu organisasi yang tunduk pada ketentuan hukum privat. Perlu dilakukan revisi terkait perumusan definisi badan publik yang memasukkan organisasi nonpemerintah ke dalam lingkup badan publik dengan memberikan penjelasan mendetail dan terperinci terkait kriteria yang digunakan dalam pendefinisian organisasi nonpemerintah tersebut, contohnya kriteria sumber pendaan. Untuk menghindari kekeliruan penafsiran, sepatutnya ditentukan kriteria baku dari masing-masing sumber pendanaan, misalnya jumlah atau besaran dana, prosedur pemberian dana, dan sebagainya.

As the National Football Federation, PSSI has the responsibility to manage all the football activities in Indonesia. However, practically the government still has a role in football management. One of the government’s participation in football is through the allocation of funds from the state budget given to PSSI in order to develop and to improve football activities. Funding transfer from the government to PSSI has made a financial relationship that gave an impact for PSSI in the realm of freedom of information, which means PSSI has fulfilled the criteria and characteristics of a non-governmental public body. By doing the normative juridical methods with descriptive analysis type, this study provides an in-depth description related to the fund transfer from state budget to PSSI then gave an analysis about the implication of this funds relating to the freedom of information that must be carried out by PSSI. As a result, this research shows that although the funding transfer from the state budget to PSSI makes PSSI as a non-governmental organization that is obligated to provide the public information, there are limitations regarding the information that must be provided by non-governmental organization under the Freedom of Information Act, which is limited to the management of funds that provided by the government. This restriction is intended to guarantee the position of a non-governmental organization as the subject of private law. It is necessary to revise the definition of public body that include non-governmental organizations by providing a detail explanation regarding to the criteria in defining these non-governmental organizations, for instance funding source criteria. The standard criteria for each funding source is needed, such as the amount of funds, the procedure for providing funds, and etcetera. With these such of criteria, there will be no misinterpretation to defining a public body, especially for non-governmental organizations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Rahmawati
"ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk membahas mengenai manajemen terhadap informasi publik yang diterapkan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Implementasi dari praktik manajemen informasi ANRI ini terdiri dari identifikasi sumber informasi publik ANRI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil temuan menjukkan bahwa pelaksanaan manajemen informasi publik di ANRI terbagi berdasarkan jenis sumber informasi publik itu sendiri, yaitu informasi publik yang bersumber dari arsip dinamis dan informasi publik yang bersumber dari arsip statis. Manajemen informasi publik yang diterapkan oleh ANRI mencakup tiga kegiatan utama, yaitu pengolahan, penyimpanan dan penyebaran informasi publik. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, terdapat beberapa kekurangan ANRI dalam memberikan pelayanan keterbukaan informasi publik yang disebabkan oleh kekurangan ANRI dalam melakukan manajemen informasi terhadap informasi publik. Oleh karena itu, ANRI masih perlu meningkatkan perencanaan dan upaya yang lebih baik yang berkaitan dengan manajemen informasi publik ANRI.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Fitriana Dewi
"Implementor utama keterbukaan informasi publik di Kementerian Sekretariat Negara adalah pejabat pengelola informasi dan dokumentasi PPID yang berasal dari seluruh satuan kerja, Badan Layanan Umum, dan lembaga kepresidenan lain di lingkungan Kemensetneg. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan koordinasi PPID di lingkungan Kemensetneg dalam implementasi keterbukaan informasi publik. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam, studi literatur, dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi lebih banyak dilaksanakan ketika PPID menerima permohonan informasi dari masyarakat. Permasalahan dalam koordinasi berasal dari internal berupa pemahaman mengenai urgensi keterbukaan informasi, dan eksternal berupa ketersediaan perencanaan kerja dan sistem informasi.

The main implementer of public information disclosure in the Ministry of State Secretariat are the Information and Documentation Management Officer PPID from all working units, Public Service Agency, and other Presidential agencies within Ministry of State Secretariat. This study aims to describe the coordination of PPID within the Ministry of State Secretariat about the implementation of public information disclosure. The research was conducted with qualitative approach, with data collection method in the form of in depth interview, literature study, and observation.
The results show that the coordination was carried out more frequently when PPID receives requests for information from the public. The problems of coordination came from the internal in the form of an understanding of the urgency of information disclosure, and external in the form of the availability of work planning and information systems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S69230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhina Nur Faeratina
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja Unit Pelayanan Informasi Publik Kementerian PPN/Bappenas . Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori pengukuran kinerja birokrasi publik melalui lima dimensi dengan sebelas indikator yang menunjukan capaian kinerja. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui pendapat masyarakat serta karakteristik kinerja Unit Pelayanan Informasi Publik Kementerian PPN Nasional/Bappenas dalam penyediaan informasi publik. Berbeda dengan pendekatan, metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik kualitatif melalui wawancara mendalam dengan beberapa narasumber. Pertama, melalui dimensi produktivitas dengan hasil satu indikator terpenuhi dan satu indikator belum terpenuhi. Kedua, dimensi kualitas layanan dengan hasil satu indikator terpenuhi dan satu indikator belum terpenuhi. Ketiga, melalui dimensi responsivitas dengan hasil dua indikator terpenuhi. Keempat, melalui dimensi responsibilitas dengan hasil dua indikator belum terpenuhi. Terakhir, dimensi akuntabilitas dengan hasil dua indikator terpenuhi dan satu indikator belum terpenuhi. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat enam capaian kinerja yang telah tepenuhi dan lima capaian kerja yang masih belum terpenuhi.

This research aims to analyze the performance of the Public Information Service Unit of the Ministry of National Development Planning/ Bappenas. The research uses the theory of performance measurement of the public bureaucracy through five dimensions with eleven indicators that show performance achievement. The quantitative approach is carried out through public opinion and the performance characteristics of the Public Information Service Unit of the Ministry of National Development Planning/ Bappenas in providing public information. The data collection method by qualitative techniques through in-depth interviews with several sources. First, the productivity dimension with the results of one indicator fulfilled and one indicator unfulfilled. Second, the dimension of service quality with the results that one indicator fulfilled and one indicator unfulfilled. Third, the dimension of responsiveness with the results of two indicators fulfilled. Fourth, the responsibility dimension with the results of the two indicators unfulfilled. Fifth, the accountability dimension with the results of two indicators fulfilled and one indicator unfulfilled. The results show that there are six performance achievements fulfilled and five work achievements unfulfilled."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Mustika Jaya
"Tesis ini menganalisis implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dengan menggunakan teori yang digagas oleh Edward III, tesis ini melihat kesesuaian kebijakan keterbukaan informasi publik yang seharusnya dengan kebijakan yang diterapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta mengidentifikasi faktor penghambat keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan post-positivis dengan data kualitatif.
Kesimpulan penelitian yaitu implementasi kebijakan KIP berjalan kurang baik pada tahap operasional, dimana kebijakan tidak dilaksanakan sesuai aturan dan tidak ada prosedur operational standar pelayanan informasi publik; serta faktor penghambat keberhasilan implementasi yaitu komunikasi yang kurang efektif antarpihak yang terlibat, disposisi yang kurang, serta keterbatasan sumber daya manusia yang terampil.
Tindakan yang disarankan adalah penetapan prosedur operasional standar, pelaksanaan uji konsekuensi atas penetapan jenis informasi yang dikecualikan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia terampil, serta perubahan struktur organisasi.

This thesis focus on the implementation of the policy of public disclosure in Coordinating Ministry for Economic Affairs. Using the theory proposed by Edward III, this thesis analyzed the implementation of public disclosure policy compared to how should the policy implemented, then identify its constraint. It uses post-positivism approach supported by qualitative data.
The research concludes that: implementation of public disclosure policy did not run well at the operational level, where the policy did not executed based on the regulation, and there is no standard operating procedures, and also there are several factors that hinder the successful implementation: lack of effective communication, disposition, and skilled human resources.
Based on this conclusion, it was suggested to establish the standard operating procedures, test of consequence for classified information, improving capacity for skilled human resources, as well as changing the organizational structure of the Ministry.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thasya Dwie Anandha
"Setiap warga negara pada hakikatnya adalah berhak untuk dapat mengetahui mengenai semua kegiatan atau kebijakan yang dilakukan oleh Pejabat Publik. Hak untuk memperoleh informasi publik ini sering ada permasalahan baik dari sisi regulasi maupun perilaku petugas PPID yang tidak mendukung. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur mengenai masalah Keterbukaan Informasi publik dalam pelaksanaannya seringkali bertolak belakang dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, dimana di dalam peraturan Menteri Agraria dimaksud diatur mengenai pembatasan-pembatasan dalam memberikan permohonan informasi data pertanahan yang seringkali tidak sejalan dengan pengaturan keterbukaan informasi publik yang diatur di dalam UU KIP. Sehingga masyarakat menjadi tidak serta merta bisa mendapatkan informasi data pertanahan yang pada akhirnya akan memunculkan gugatan dari masyarakat kepada Kementerian ATR/BPN di Komisi Informasi dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Dari permasalahan tersebut, adanya upaya perlindungan hukum untuk masyarakat atas sebuah penolakan permohonan Informasi Publik pada Kementerian ATR/BPN. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan data sekunder.

Every citizen in essence has the right to be able to know about all activities or policies carried out by Public Officials. The right to obtain public information is often problematic, both in terms of regulations and the behaviour of PPID officers who do not support it. Law Number 14 of 2008 concerning the Law on Public Information Disclosure which regulates the issue of Public Disclosure in its implementation often contradicts the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia concerning the Second Amendment to the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head National Land Agency Number 3 of 1997, in which the Minister of Agrarian regulation referred to regulates restrictions on granting requests for information on land data which are often not in line with the provisions on public disclosure regulated in UU KIP. So that the public will not necessarily be able to obtain land data information which will eventually lead to a lawsuit from the public against the ATR/BPN Ministry at the Information Commission and the State Administrative Court. From these problems, there is an effort to protect the law for the community regarding a rejection of a request for Public Information at the Ministry of ATR/BPN. This research is a field research (field research). The type of data used in this research is the type of primary data and secondary data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Debora S.M.
"ABSTRAK
Pendefinisian Badan Publik berdasarkan UU KIP dilakukan dengan pendekatan
sumber pendanaan. Persoalan yang ditimbulkan dengan pendekatan ini adalah
timbulnya perdebatan yang tiada berakhir terkait dengan status
BUMN/BUMD/badan usaha Negara lainnya dalam kaitannya dengan kewajiban
penyediaan layanan informasi publik berdasarkan UU KIP. untuk mendukung
prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Tesis ini berupaya menganalisa
konsekuensi lanjutan dari perdebatan konsep Badan Publik serta berupaya
membandingkan penormaan Badan Publik di Negara lain yang telah lebih
memiliki UU KIP.
Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan melakukan
penelusuran terhadap UU KIP, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan UU KIP, Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010
tentang Standar Layanan Informasi Publik, serta risalah pembahasan UU KIP di
DPR. Selain penelusuran peraturan perundang-undangan, Penulis juga melakukan
studi kasus terhadap beberapa alasan penolakan pengakuan instansi tertentu
terhadap status Badan Publik yang dikenai kewajiban penyediaan layanan
informasi publik.
Kesimpulan yang Penulis peroleh dari penelitian in adalah jaminan hak untuk
mengakses informasi dapat mendukung terlaksananya pemerintahan yang baik,
yang akan mendukung terciptanya tujuan bernegara sebagaimana konsep Negara
kesejahteraan. Terkait pendekatan sumber pendanaan terhadap pendefinisian
Badan Publik, konsekuensi lebih lanjut adalah putusan terbuka yang dijatuhkan
Komisi Informasi terhadap sengketa yang melibatkan BUMN/BUMD/badan
usaha Negara lainnya tidak dijalankan oleh badan yang bersangkutan karena
perbedaan pandangan terhadap definisi Badan Publik tersebut. Terakhir,
pentingnya mempertimbangkan pendekatan lain untuk merumuskan Badan Publik
misalnya pendekatan pelayanan publik.

ABSTRACT
Defining the Public Bodies based on Freedom of Information Act done based
approach funding sources. The problems posed by this approach is the emergence
of endless debate relating to the status of state-owned companies /regional-owned
enterprises/ the other state enterprises in relation to the obligation to provide
public information services based on the Freedom of Information Act to support
the principles of good governance. This thesis seeks to analyze the consequences
of continued debate the concept of public bodies as well as the attempt to compare
the regulating of Public Bodies in other countries that already have a Freedom of
Information Act.
This study was conducted using normative juridical, that is by doing a search on
the Freedom of Information Act, Government Regulation No. 61 Year 2010 on
the Implementation of the Freedom of Information Act, Information Commission
Regulation No. 1 of 2010 on Public Information Service Standards, as well as the
minutes of the discussion of Freedom of Information Act. In addition to tracking
the legislation, the author also conducted case studies on some of the reasons for
refusal of recognition of certain agencies of the status of public bodies subject to
the obligation to provide public information services.
The author conclusions obtained from research in the guarantee right of access to
information to support the implementation of good governance, which will
support the purpose of the concept of the welfare state. Related approach to
defining the sources of funding public bodies, further consequence is an open
verdict handed down against the Information Commission disputes involving
state-owned companies / regional-owned enterprises / the other state enterpreises
are not obeyed by the agency concerned because of disagreements over the
definition of the public agency. Finally, the importance of considering other
approaches to formulating public bodies such public service approach."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>