Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gregorius Ben Prajogi
"Pendahuluan: Derajat supervisi yang tepat tidak hanya mendorong pencapaian kompetensi peserta didik namun juga menjamin pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas. Namun demikian, hingga saat ini masih ditemukan berbagai kendala dalam penerapannya. Penelitian ini bertujuan memperoleh pemahaman mendalam mengenai kebutuhan, kondisi dan tantangan yang dihadapi terkait pentahapan kompetensi dan supervisi dalam pendidikan profesi dokter spesialis, sebagai masukan dalam pengembangan kurikulum. Metode: Penelitian dijalankan menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk mempelajari secara mendalam pentahapan kompetensi dan kewenangan sebagai suatu fenomena berdasarkan pengalaman pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam pendidikan profesi dokter spesialis. Peneliti menggunakan metode pengumpulan data berupa wawancara semi-terstruktur dan focus group discussion untuk mendalami pandangan stakeholder, pengelola, pelaksana pendidikan dan peserta didik mengenai konsep kompetensi, kewenangan dan pentahapan, kebutuhan akan pentahapan kompetensi dan kewenangan, faktor-faktor yang mempengaruhi, pola implementasi, masalah dan tantangan yang dihadapi dalam implementasi, serta bentuk implementasi yang diharapkan. Hasil: Telah dilakukan wawancara dan FGD terhadap 26 narasumber, yang mewakili pihak fakultas, pengelola program studi, staf dan peserta didik dari kelompok keilmuan surgikal, medikal dan penunjang. Pandangan mengenai kompetensi erat kaitannya dengan sistem pentahapan, pemberian kewenangan dan supervisi yang dilakukan. Faktor penentu keberhasilan implementasi meliputi perumusan kompetensi dan unit kewenangan yang jelas, dukungan staf, sistem evaluasi yang valid dan terpercaya, serta sudut pandang yang integratif. Sistem asesmen konvensional masih belum memadai sebagai sumber informasi pengambilan keputusan terkait pentahapan dan supervisi. Beban kerja yang tinggi, khususnya administratif, disadari sebagai tantangan terbesar dalam penerapan supervisi yang efektif pada saat ini. Kemandirian disadari sebagai unsur penting dalam pencapaian kompetensi peserta didik, tingkat kemandirian dalam pendidikan perlu disesuaikan dengan regulasi dan sistem pelayanan kesehatan saat ini. Kesimpulan: Sistem supervisi yang lebih baik dibutuhkan untuk menyeimbangkan antara keselamatan pasien dengan kebutuhan pencapaian kompetensi selaras dengan sistem pendidikan di universitas dan regulasi rumah sakit.
Introduction: Proper supervision not only promotes the competency development of residents but also the delivery of safe medical care. However, challenges have frequently been identified in its implementation. In this study we attempted to explore the needs, patterns and challenges in the implementation of competency leveling, as inputs for future curriculum development. Methods: This is a qualitative study with phenomenological approach to explore in depth the issue of competency levels and supervision as a phenomenon from the perspectives of the parties directly involved in residency training. Through semi-structured interviews and focus group discussions, we explored the view on the concept of competencies, supervision and leveling; the expressed needs regarding supervision and leveling; factors affecting implementation patters; challenges in its implementation; and the ideal form according to the perspectives of the parties involved. Results: Through interview and FGD with 26 respondents representing the faculty, program directors, staffs and residents from surgical, medical and diagnostic disciplines, we identified that the concept of competencies were closely related to how training programs implement their system of leveling and supervision. Success factors included properly defined competencies and units of supervision, support from staff members, availability of valid and reliable system of assessment, and an integrative view of the system. Conventional assessment methods were inadequate in supporting entrustment decision making. Excessive workload, mainly administrative, were identified as the biggest challenge in implementing effective supervision. Independence was identified as an important part in the development of resident's competence, but the most appropriate system which incorporates demands from regulations and existing healthcare system still needs to be developed. Conclusion: Further curriculum development will need to find the best fit between the current university-based course organization and the unique needs of competency based postgraduate medical education with its characteristics as a workplace-based training."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matondang, Erlinda
"Kebijakan bela negara merupakan salah satu upaya Kementerian Pertahanan Indonesia dalam membentuk kekuatan pertahanan nirmiliter. Pada implementasinya, kebijakan ini mendorong pembentukan suatu kurikulum yang sesuai dengan kebijakan dan pendidikan bela negara. Kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan bela negara saat ini terdiri dari empat point pembelajaran, yaitu pelatihan kewarganegaraan, pelatihan militer wajib, pelatihan sesuai profesi, dan pelatihan ala TNI. Kurikulum ini mempunyai lima nilai dasar, yaitu cinta tanah air, rela berkorban, sadar berbangsa dan bernegara, Pancasila sebagai ideologi negara, dan kemampuan bela negara, baik secara fisik maupun non fisik. Kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah saat ini mempunyai prospek ketimpangan dalam sistem pertahanan semesta yang membutuhkan keseimbangan antara pertahanan militer dan nirmiliter. Artikel ini mengulas prospek tersebut dengan merumuskan keseimbangan interaksi pertahanan militer dan nirmiiter yang menghasilkan postur pertahanan dengan tiga unsurnya, yaitu kekuatan, kemampuan, dan penggelaran. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa pendidikan bela negara yang berlangsung saat ini dapat menghasilkan ketimpangan dalam sistem pertahanan Indonesia. Oleh karena itu, perubahan pada metode pembentukan dan pelaksanaan kurikulum bela negara sangat dibutuhkan. Selain itu, target utama pendidikan ini seharusnya digeser pada perguruan tinggi dengan pertimbangan berupa kematangan berpikir, pembentukan jati diri, danpotensi generasi muda"
Bogor: UNHAN ( Universita Pertahanan Indonesia), {s.a.}
345 JPUPI 5:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Kintamani Dewi Hermawan
"Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji kebutuhan guru pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen), kekurangan dan kelebihan guru dikdasmen, serta rasio siswa per guru dikdasmen. metode yang digunakan adalah studi dokumentasi atau kepustakaan. hasilnya menunjukkan bahwa kebutuhan guru dikdasmen sebesar 2.865.116 orang, sehingga masih terjadi kekurangan guru sebesar 126.522 orang. berdasarkan rasio siswa dan guru menurut kebutuhan dan yang ada untuk SD, SLB, dan SMK maka terjadi kekurangan karena untuk SD adalah 14,78 dan 15,91, untuk SLB adalah 3,39 dan 5,21, untuk SMK adalah 16,74 dan 22,43. sebaliknya, untuk SMP dan SMA terjadi kelebihan guru karena untuk SMP adalah 18,41 dan 16.43 dan untuk SMA adalah 16,90 dan 16,18. simpulannya, untuk guru dikdasmen masih terjadi kekurangan guru tetapi SMP dan SMA telah kelebihan guru. sarannya, kekurangan guru supaya dipenuhi melalui pengadaan guru baru, kelebihan guru supaya disalurkan ke mata pelajaran serumpun, dan lulusan BP/BK supaya segera disalurkan ke sekolah-sekolah yang memerlukan."
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014
507 JDSP 2:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Nobel Kurniawan
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses sosialisasi nilai toleransi beragama siswa melalui peran kurikulum terselubung. Pendidikan toleransi dibutuhkan untuk menjawab persoalan radikalisme yang sedang berkembang di masyarakat dan lembaga pendidikan Indonesia. Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan mixed method dalam mengumpulkan data. Hasil studi menunjukkan bahwa persepsi siswa yang toleran dibentuk melalui kurikulum terselubung, melalui aspek formal dan informal. Toleransi masih menyisakan ruang bagi kekerasan simbolik. Pendidikan multikultural adalah sebuah proses yang inklusif. Selain struktur formal, agensi relasional melibatkan partisipasi individu untuk membangun komunitas multireligius sekolah yang inklusif.

ABSTRACT
This study describes the socialisation of religious tolerance through the hidden curriculum. Tolerance education is necessary to answer the spread of religious radicalism in the society and institution of education. This research applies the qualitative approach, strategised with mixed method. The result shows that students rsquo perspective on religious tolerance is socialised formally and informally by the hidden curriculum. Despite that, this study discovers that tolerance has reserved a vulnerable room for symbolic violence. Multicultural education is a continual process of inclusion. Besides the school rsquo s formal structure, relational agency can be exercised through the school rsquo s informal culture to build an inclusive multireligious community."
2017
S65587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunus Winoto
"Penamaan program studi dan penyebutan gelar lulusan untuk pendidikan tinggi perpustakaan di Indonesia masih beragam. Keluarnya regulasi baru, yakni Permen Ristek Dikti Nomor 15 Tahun 2017 dan Kepmen Ristek Dikti nomor 257 tahun 2017 tentang penamaan program studi dan sebutan gelar pada pendidikan tinggi di Indonesia akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pembenahan nama program studi pada pendidikan tinggi di Indonesia, termasuk dalam hal ini pendidikan tinggi perpustakaan. Adanya regulasi baru tentang penamaan program studi ini, khususnya untuk pendidikan perpustakaan, museum dan kearsipan memberikan kejelasan mengenai rumpun ilmu, yaitu rumpun ilmu informasi. Oleh karena itu, keluarnya peraturan tersebut (Permen Ristek Dikti No. 15 dan Kepmen Ristek Dikti No. 257 Tahun 2017) perlu disikapi dengan segera karena setiap perguruan tinggi wajib melakukan penyesuaian nama program studi sesuai dengan yang tercantum dalam nomenklatur selambat-lambatnya satu (1) tahun setelah peraturan tersebut diterbitkan."
Jakarta: Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi, 2018
020 VIS 20:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meni Handayani
"Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pemanfaatan laboratorium Fisika, Kimia, Biologi, dan Bahasa di SMA. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei di 23 kabupaten/kota. Sampel yang diambil untuk penelitian sebanyak 184 sekolah yang sudah melaksanakan Kurikulum 2013 dan yang belum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan laboratorium Biologi, Kimia, dan Fisika di sekolah yang telah melaksanakan Kurikulum 2013 persentasenya lebih tinggi daripada pemanfaatan di sekolah yang belum melaksanakan kurikulum 2013. Di antara sekolah yang telah melaksanakan kurikulum 2013 masih ada yang tidak memiliki laboratorium karena digunakan untuk kelas atau rusak. Mereka sering melaksanakan praktik di kelas dibandingkan dengan sekolah yang belum melaksanakan Kurikulum 2013. Pemanfaatan laboratorium bahasa di sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013 lebih banyak daripada sekolah yang belum melaksanakan kurikulum 2013. Sekolah yang belum melaksanakan kurikulum 2013 banyak yang tidak memiliki laboratorium bahasa. Sebagian besar laboratorium bahasa yang dimiliki sekolah dalam keadaan rusak. Kesimpulan, pemanfaatan laboratorium pada SMA yang melaksanakan Kurikukum 2013 lebih banyak daripada sekolah yang belum melaksanakannya."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
370 JPK 3:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eusebio Geordie Handarto
"Perubahan pada tren dan perkembangan teknologi yang terus terjadi berimplikasi dengan kompetensi yang dibutuhkan pustakawan perguruan tinggi saat ini dan di masa depan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi dan ekspektasi mahasiswa aktif S1 Program Studi Ilmu Perpustakaan (PSIP) FIB UI terhadap kompetensi pustakawan perguruan tinggi serta menganalisis kurikulum PSIP FIB UI dalam menyediakan infrastruktur akademik bagi calon lulusan PSIP FIB UI. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif melalui kuesioner yang disebarkan kepada 166 mahasiswa aktif S1 PSIP FIB UI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penekanan kuat terhadap kompetensi yang diperoleh dari disiplin ilmu perpustakaan dan beberapa keterampilan personal dan komunikasi serta adanya peningkatan signifikan terhadap ekspektasi mahasiswa akan kompetensi di bidang teknologi. Penelitian juga menunjukkan bahwa kurikulum PSIP FIB UI telah mendukung pengembangan kompetensi calon lulusan PSIP FIB UI sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia.

The dynamic changes in trends and the development of technology have implications with the competencies needed by current and future academic librarians. This study aims to identify the perception and expectation of undergraduate Library and Information Science (LIS) students on the academic librarian’s competencies and analyze their curriculum in providing academic infrastructure for prospective graduates. The research method used in this study is a quantitative method with a descriptive approach through questionnaires distributed to 166 LIS undergraduate students. The results of the study indicate a strong emphasis on domain knowledge competencies and interpersonal and communication skills with a significant increase in students' expectation towards technology competencies in the future. This study also shows that the LIS curriculum has supported the competency development of prospective LIS graduates in accordance with the standards that apply in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rizki
"Latar belakang: Pentingnya kemampuan kepemimpinan bagi seorang dokter dalam menjankan tugas memunculkan pemikiran untuk mulai menumbuhkannya secara terstruktur dalam pendidikan kedokteran. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan suatu model pendidikan kepemimpinan yang efektif. Dalam upaya merancang model pendidikan kepemimpinan ini, perlu digali harapan dosen sebagai komponen inti perancang kurikulum. Dengan mengetahui harapan dosen, institusi dapat menentukan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam rangka keberhasilan rancangan dan implementasi model pendidikan kepemimpinan dalam kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Metode: Studi kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalarn pada 11 dosen Fakultas Kedokteran Universitas Mataram yang diperoleh melalui maximum variαtion sampling; Data dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan isu dan tema yang penting. Hasil: Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Mataram menganggap kepemimpinan penting untuk diajarkan di kurikulum. Kepemimpinan 1m mencakup. ranah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Sebagian besar dosen mengharapkan pendidikan kepemimpinan diterapkan secara terintegrasi di kurikulum. Indikator penilaian yang diharapkan dosen meliputi kemampuan komunikasi, kualítas pribadi, keterampilari interpersonal, visioner, 'kemampuan mempengaruhi, kerjasama kelompok, dan kemampuan berorganisasi. Metode penilaian yang tepat masih menjadi isu yang menjadi perhatian sebagian besar dosen, namun dosen mengharapkan adanya standar penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya. Simpulan: Harapan dosen mengenai pendidikan kepemimpinan adalah pendidikan kepemimpinan ini diberikan secara terintegrasi dengan metode belajar yang mengutamakan praktek mencakup ranah pengetahuan, keterarnpilan dan sikap dengan standar pencapaian yang telah ditetapkan sebelumnya.

Background: The importance of physician leadership has driven the need to systematically cultivate it as early as medical students enter medical education. In cultivating physician leadership systematically, an ideal model of physician leadership education is crucial. Teachers' expectation wiII give significant contribution in a search of such a model since they will be the core of curriculum planning team. Therefore, it is important to know teachers' expectation of physician leadership education in medical curriculum. Methods: In-depth interviews were undertaken using maximum variation sampling with 11 teachers of Faculty of Medicine, University of Mataram . The data were analysed qualitatively to identifikasi important issues and themes. ResuIts: Teachers consider leadership as an important competence for future physicians. Physician leadership. comprises knowledge, skills and attitudes. Most teachers prefer it to be delivered integratively in medical curriculum. They expect it to be delivered using multiple methods ranging from lecture to field-work. The expected outcomes include communication skills, personal quality, interpersonal skills, ViSion setting, inf1uencing skills, teamwork, and organizing skills. Teachers consider assessment of physician leadership is still needed to be clearly defined. Conclusion: Teachers' expectations of physician leadership education are integrative delivery; comprises knowledge, skills, and attitudes; delivered by multiple learning methods; and clearly defined assessment criteria."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T56852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirah Rachmawati
"Skripsi ini menganalisis implementasi kebijakan Kurikulum 2013 pada sekolah dasar di Kabupaten Lebak, Povinsi Banten, yang merupakan salah satu daerah tertinggal di Indonesia. Peneliti menggunakan model implementasi kebijakan publik oleh Merilee S. Grindle untuk menganalisis isi kebijakan dan konteks dari kebijakan Kurikulum 2013 pada Sekolah dasar di kabupaten Lebak. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post-positivist, serta metode pencarian data kualitatif yaitu wawancara mendalam, studi literatur, observasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan implementasi kebijakan pendidikan Kurikulum 2013 di Lebak belum terlaksana dengan baik. Kondisi tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain: Sumber daya yang kurang memadai, sosialisasi dan pelatihan dari pemerintah kepada pelaksana yang kurang maksimal, dan kemampuan dari para pelaksana untuk menjalan kurikulum yang harus ditingkatkan. Sehingga diperlukan peninjauan ulang pelaksanaan kurikulum 2013 pada daerah yang tertinggal dan meningkatkan pengawasan apakah kurikulum sudah berjalan dengan baik.

This thesis analyzes the implementation of the 2013 curriculum policy in elementary schools in Lebak Banten Regency which is one of the underdeveloped areas in Indonesia. Researchers used the implementation model of the public policy Implementation by Merilee S. Grindle to analyze the content of the policy and the context of the 2013 curriculum policy in elementary schools in Lebak district. The research approach used is post-positivist, as well as qualitative data search methods, namely in-depth interviews, literature studies, observation. The results show that the implementation of the 2013 Curriculum education policy in Lebak has not been implemented properly. This condition is caused by a number of factors, including: insufficient resources, less than optimal socialization and training from the government to the implementers, and the ability of the implementers to run the curriculum that must be improved. So it is necessary to review the implementation of the 2013 curriculum in underdeveloped areas and increase supervision of whether the curriculum is running well."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Maliki
"Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis implementasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan kurikulum seni budaya keterampilan di Sekolah Dasar Nasional 1 Bekasi Jawa Barat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan positivism. Sementara dari hasil analisis terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi dilapangan telah dilakukan dengan memperhatikan empat faktor yang di kemukakan oleh George Edward III yaitu, komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa proses komunikasi, koordinasi, komitmen, tanggungjawab yang dilakukan secara terstruktur dan tersebar secara akurat, jelas dan konsisten akan mereduksi berbagai kendala yang mungkin terjadi pada tataran pemahaman, persepsi, kompetensi dan komitmen kepala sekolah, guru dan pihak manajemen sekolah lainnya yang terlibat dalam implementasi kebijakan secara menyeluruh khususnya implementasi kurikulum seni budaya keterampilan. Secara garis besar disimpulkan bahwa implementasi kebijakan kurikulum seni budaya keterampilan di Sekolah Dasar Nasional 1 Bekasi Jawa Barat bisa menjadi contoh konkrit bagi sekolah-sekolah dasar lainnya dalam penyelenggaraan implementasi kebijakan.

This study aims at analizing the implementation and the factors that affect the implementation of the policy of cultural arts and skills curriculum in elementary National school 1, Bekasi, West Java. The research uses positivism approach. While the result of the analysis are the factor that affect the implementation approaches have been made having regard to the four factors that pointed out by George Edward III that is, communication, resources, dispotition and bureaucratic structure.
Based on the result of the study revealed that the process of communication, coordination, commitmet, responsibility is done in a structured and distributed accurately, clearly and consistenlyreduces various hindrances that may occur at the level of perception, understanding, competence and commitment to the principal, teachers and other school management authorities involved in implementation of policy as whole, especially the implementation of curriculum culture, art and skills.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30787
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library