Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Keraf, Alexander Sonny
Yogyakarta : Kanisius, 2010
333.7 KER k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Hanifah
"Pembangunan tidak akan mencapai kemajuan yang berarti tanpa disertai dengan kegiatan industrialisasi. Di sisi lain pembangunan industri juga membawa dampak negatif terhadap keseimbangan lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang ada, baik makhluk hidup maupun benda mati termasuk daya dan kondisi yang terdapat dalam ruang dimana kita hidup dan dapat mempengaruhi kehidupan.
Suatu sistem ekologis terj adi secara alamiah, namun seringkali manusia berperan dalam menciptakan keseimbangan bahkan ketidak-seimbangan ekosistem. Kasus pencemaran dan perusakan lingkungan hidup pada umumnya terjadi karena adanya over exploitation terhadap sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampaknya dalam dimensi waktu yang lebih panjang, atau industriawan enggan mengeluarkan biaya untuk menanggulangi limbah pabrik yang berbahaya (hazadous waste)
Terhadap pencemaran dan perusakan lingungan hidup ini tindakan hukum harus diambil segera untuk menunjukan bahwa pelaku harus embayar mahal setiap perbuatan mereka yang merusak dan mengakibatkan kerugian pada orang lain. Undang-Undang No. 4 tahun 1982 pasal 23 menjadi dasar hukum acuan untuk dapat menuntut pihak pelaku dengan ketentuan hukum. pidana yang telah ada. Untuk mengaktualisasi pasal 20 dan 21 UULH, pihak masyarakat korban atau LSM lingkungan hidup dapat menggugat secara perdata dengan menggunakan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata t entang perbuatan melanggar hukum (PMH) di forum pengadilan.
Adanya peluang hukum tersebut memberikan keberanian kepada WALHI untuk mengajukan gugatan PMH terhadap PT. IIU dan Pemerintah RI di forum pengadilan pada 20 Desember 1988. Kasus ini menjadi kasus lingkungan hidup paling menarik dan paling revolusioner ditahun 1989 dimana secara implisit lingkungan hidup diakui sebagai subyek hukum. Dengan demikian setiap pelaku dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang merugikan orang lain."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20377
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yaasiin Raya
Depok: Rajawali Press, 2022
344.046 MUH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Novendra
"Greenpeace Indonesia berdasarkan data resmi pemerintah terkait sebelas perkara perdata kasus pembalakan hutan dan lahan menyatakan pada tahun 2012-2018 belum ada satu pun kasus kebakaran hutan dan lahan yang dibayar oleh perusahaan dengan total ganti rugi mencapai 18,959 triliun. Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa ganti rugi terkait dengan kasus lingkungan hidup, bukanlah ganti rugi yang sedikit dan banyak perusahaan yang kemudian mengalami permasalahan judgment proof (insolvensi). Permasalahan insolvensi tersebut sesungguhnya dapat ditanggulangi dalam hal Indonesia memiliki sistem asuransi lingkungan hidup yang sehat dengan didukung sistem hukum penegakan hukum yang ideal. Kenyataanya hingga saat ini pengguna asuransi lingkungan hidup di Indonesia masih minim dibandingkan dengan potensi pasar asuransi lingkungan hidup Indonesia yang sesungguhnya sangat besar. Penelitian ini akan membahas mengenai asuransi lingkungan hidup di Indonesia dengan dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Belanda melalui penelitian yuridis normatif dengan melakukan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa asuransi lingkungan hidup di Amerikat Serikat menjadi produk yang luas dipergunakan oleh para pelaku usaha yang melakukan pengelolaan lingkungan hidup, tidak seperti di Indonesia yang masih minim. Padahal, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia untuk pengelola limbah B3 dan ketenaganukliran wajib memiliki asuransi lingkungan hidup. Berbeda dengan di Indonesia, Amerika Serikat dan Belanda memilih kebijakan wajib jaminan keuangan lingkungan hidup (bukan wajib asuransi lingkungan hidup). Berkaitan dengan perbedaan kebijakan terkait asuransi lingkungan hidup ini, penelitian ini berkesimpulan bahwa pemberlakuan wajib jaminan keuangan lebih baik dari pada pemberlakuan asuransi wajib. Selain itu ditemukan juga salah satu penyebab terbesar dari tidak optimalnya penggunaan asuransi lingkungan hidup di Indonesia adalah karena implementasi atau penerapan penegakan hukum lingkungan Indonesia yang masih buruk, penelitian ini kemudian berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membandingkan dan belajar dari pemberlakuan asuransi lingkungan hidup di Amerika Serikat dan Belanda.

Greenpeace Indonesia, based on official government data related to eleven civil cases of forest and land logging cases, stated that in 2012-2018 there has not been a single case of forest and land fires paid by the company with a total compensation of 18.959 trillion. From the example above, it can be seen that compensation related to environmental cases is not a small amount of compensation and many companies then experience problems of judgment proof (insolvency). The problem of insolvency can actually be overcome if Indonesia has a healthy environmental insurance system supported by an ideal law enforcement system (substance, structure, and legal culture). In fact, up to now, users of environmental insurance in Indonesia are still minimal compared to the potential of the Indonesian environmental insurance market, which is actually very large. This study will discuss environmental insurance in Indonesia compared to the United States and the Netherlands through normative juridical research by conducting a literature study. The results of this study indicate that environmental insurance in the United States is a product that is widely used by business actors who carry out environmental management, unlike in Indonesia which is still minimal. Whereas, based on the existing laws and regulations in Indonesia, B3 and nuclear waste managers are required to have environmental insurance. In contrast to Indonesia, the United States and the Netherlands choose a mandatory environmental financial security (not mandatory environmental insurance). In connection with the differences in policies related to environmental insurance, this study concludes that the application of mandatory financial security is better than the application of mandatory insurance. In addition, it was also found that one of the biggest causes of the non-optimal use of environmental insurance in Indonesia is due to the poor implementation of Indonesian environmental law enforcement, this research then tries to solve this problem by comparing and learning from the implementation of environmental insurance in the United States and the Netherlands,"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993
304.2 KEA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Murdie, Alan
London : Earthscan, 1993
344.046 MUR e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Yayasan Kehati,
591 WKJ
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Kusna Buchari
"ABSTRAK
Perspektif tindakan Kepolisian baik sebagai individu, sebagai fungsi dan sebagai organ sangat penting dalam mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup baik sebagai akibat kegiatan pembangunan industri maupun akibat limbah dari kegiatan usaha industri, dalam mewujudkan pembangunan industri berwawasan lingkungan sebagaimana diatur antara lain dalam PP No.13 Tahun 1987 Tentang Izin Usaha Industri jo PP No.51 Tahun 1993 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan jo SK Menteri Perindustrian No.2911M/SK/14I1989 Tentang Tata Cara Perizinan dan Standart Teknis Kawasan Industri Jo SK Menteri Perindustrian No.1341M14r 988 Tentang pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Sebagai Akibat Kegiatan Usaha Industri jo KEPPRES No.77 Tahun 1994 Tentang BAPEDAL jo Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan ruang dan jo Undang-Undang Kepolisian RI No.13 Tahun 1961 jo Undang-Undang HAP No.8 Tahun 1981. Pencegahan pencemaran yang meliputi antara lain pemilihan lokasi sesuai RTR, pembuatan AMDAL, pengolahan dan Iain-lain, serta penanggulangan, seperti penetapan kualitas limbah dan nilai ambang batas bagi lingkungan, penanganan limbah melalui daur ulang dan sebagainya.
Adanya kemungldnan perusahaan kawasan industri diberikan batas waktu 3 (tiga) tahun untuk tidak menyusun RKL, RPL setelah Persetujuan Prinsip dikeluarkan, sebagaimana dimaksud SK Mentri Perindustrian No.291/MISK/1O/1989, dan hanya adanya kewajiban menyusun AMDAL, RKL dan RPL apabila ada dampak panting pada tingkat izin tetap sebagaimana diatur di dalam PP No.51 Tahun 1993 Tentang AMDAL maka memberi peluang pada tingkat persetujuan prinsip bagi perusahaan industri terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, sebab pencemaran dan kerusakan itu dapat terjadi tidak saja setelah usaha industri itu beroperasi tapi dapat juga pada tahap persiapan dan usaha pembangunan industri. Keadaan ini menjadikan tidak efektifnya peraturan Izin Usaha Industri dalam rangka usaha pencegahan dan penanggulangan pencemaran industri terhadap lingkungan hidup. Faktor yang mempengaruhi antara lain adalah adanya peluang dari peraturan yang ada, kesadaran yang rendah dari pengusaha industri mengenai pentingnya melestarikan kemampuan lingkungan. Selain dari hal peraturan perundang-undangan maka pelaksana dan pengawas undang-undang terutama sesuai Pasal 7a Undang-Undang 8 Tahun 1981, dimana jajaran terdepan selaku penyidik utama adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia masih mempunyai beberapa kendala di lapangan mempunyai beberapa kendala di lapangan dalam mewujudkan kepastian hukum dan atau Integrated Criminal Juctice System khususnya pencegahan dan penanggulangan delik pencemaran lingkungan.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inar Ichsana Ishak
"Multilateral treaty in environmental area is one of the international treaty that defined in Convention on the Law of Treaties, Vienna, 1969 as an international agreement concluded between states in written form and governed by international law, whether embodied
in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation.However, international environmental law is tending to be considered as "soft law" rather than "hard law" because its compliance approaches. This article will
discuss about the compliance measure from the international point of view because international compliance is based on the balance of advantages and consequences of a state should it participate in MEAs.
"
2005
JHII-2-2-Jan2005-266
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>