Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ghina Nisa Salsabiela
"Mindreading adalah kemampuan individu untuk memahami kondisi mental yang kemudian difungsikan untuk memprediksi perilaku individu lain. Terdapat beberapa faktor yang dikatakan mampu mempengaruhi kemampuan ini, salah satunya adalah karakteristik target yang ditandai oleh latar belakang etnis yang dimiliki. Melalui metode eksperimental, peneliti menggunakan alat ukur Strange Stories Task (SST) kepada 50 partisipan (15-18 tahun) yang merupakan siswa SMA beretnis Jawa di wilayah DKI Jakarta, untuk melihat pengaruh antara jenis cerita pada alat ukur dan latar belakang etnis target terhadap kemampuan mindreading. Analisis pada total skor dan response time menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara latar belakang etnis target terhadap kemampuan mindreading remaja di Jakarta.

Mindreading is an ability to perceive the mental states of other, also to predict the future action of other. There are several factors that can affect mindreading, for example the characteristic of target, which highlighted by the cultural background. This research is using an experimental method by administering Strange Stories Task (SST) to 50 participants (15-18 years), whose admitted as Javanese and are student of high school in DKI Jakarta, to investigate the impact of target’s cultural background on mindreading. Results show that the target’s cultural background does not have impact on participants’ mindreading regarding to the total score and response time. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwansyah
"Kesadaran membangun citra 'nation branding' menjadi tren hampir di setiap negara. Indonesia juga ikut ambil bagian dalam inisiasi merek bangsa yang ditandai dengan lahirnya slogan Wonderful Indonesia dan Remarkable Indonesia. Merek atau brand negara yang positif memiliki manfaat potensial untuk mengembanglan repitaso mersk (brand reputation) baik dadi sisi ekspor, pariwisata, investasi dan budaya. Merek bangsa yang terkait dengan perswpi orang lain terhadap suatu negara cukup mendeskripikan pandangan dan evaluaso oeang lain terhadapnsuatu Negara. Oleh karena itu, artikel ini berusaha memetakan top of mind atau hal-hal yang paling diingat oleh diaspora Indonwsia dan warga negara asing yang beradda di Indonwsia. Dwngan menggunakan kuesioner yang berisi sepuluh pertanyaan terbuka mengenai Indonesia, didapatkan sepuluh hal yang paling diingat oleh warga asingmdan diapora Indonesia. Sepuluh hal yang paling diingat dari Indoneia adalah (1) makanan, (2) pariwisata, (3) budaya, (4) pemerintah, (5) masyarakat, (6) transportasi publik, (7) permasalahan sosial, (8) infrastruktur, (9) lingkungan dan (10) jangkauan internet. Top of mind terhadap Indonesia terebut menunjukkan Indonesia msmiliki sisi reputasi positif dan negati yang sama kuat. Sehingga, untuk menginisiasi merek bangsa, Indonesia lsbih mengutamakan hal-hal positif sembari membenahi hal-hal yang dipersepsi negatif.

Awareness built up imagery 'narion branding' was almost be trends in every country. Indonesia also took part in inisiation of nation branding which signed with establishment slogan of Wonerful Indonesia dan Reputation Indonesia. Brand or state branding was positive that had potential benefit to expanded brand reputation both side export, tourism, investation and culture. Nation branding related to perception of people to the country enough descripted viewpoint and evaluation of people to the country. Therefore, this paper attemped shape top of mind or important things which reminded by Indonesia's diaspora and foreign national were in Indonesia. By using questionaire had ten open question about Indonesia, obtained ten impotant things which reminded by foreign narional and Indonesia's diaspora. Ten important things reminded from Indonesia were (1) food, (2) tourism, (3) culture, (4) government, (5) society, (6) environment, (7) publoc transportation, (8) social problem, (9) infrastructure and (10) internet scope. Top of mind toward Indonesi showe Indonesia had side positive and negative were equally strong. Furthermore, for initiation nation branding, Indonesia should priority positive things and improve things which perceived negative.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"The attitude towards death and dying depends on the culture. In prehistoric times grave artifacts suggest a belief in the continuation of life. This belief in an afterlife has continued through different cultures and societies to the present day. The fear of death seems to have grown in parallel with those religions which have promised judgment at the time of death. In our modern Western secular society death is regarded as a medical failure, the rituals which used to attend it have largely been abandoned, and life is prolonged so that death has lost all dignity. It is now beginning to be recognised that dying may not be a simple switching off, but a process leading to death and the gradual dissolution of consciousness. This dissolution seems to involve experiences for the dying which are spiritual and important for them. A number of these phenomena raise the possibility that consciousness may not be limited to the brain, but extend beyond it. Fortunately, palliative care is now taught in medical schools, and treatment of the dying is now recognised to be as important as treatment for the living. This article looks at the history of death, the significance of the dying process for consciousness research, and the education needed for carers of the dying."
New York: Springer, 2012
e20396114
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Waluyo
"Tesis ini berusaha menjelaskan adanya persamaan dan perbedaan alam pikiran budayawan Lekra dan Manifestan dalam mencari sosok budaya bangsa Indonesia yang tidak kunjung selesai sampai sekarang. Proses pencarian sosok budaya bangsa sudah, diawali sejak perdebatan di kalangan budayawan/intelektual tahun 1930-an antara Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dengan Ki Hadjar Dewantara (KID) dan kawan-kawan. Proses pencarian sosok budaya bangsa ini terus berlanjut dalam Kongres Kebudayaan Nasional I tahun 1948 di Magelang yang dilanjutkan dengan Konferansi Kebudayaan di Jakarta tahun 1950, Kongres Kebudayaan II tahun 1951 di Bandung, Kongres Kebudayaan III tahun 1954 di Surakarta, dan Kongres Kebudayaan IV tahun 1991 di Jakarta.
Proses pencarian sosok budayabangsa tidak dapat dilepaskan dari situasi politik dalam dan luar negeri yang mempengaruhi alam pikiran penguasa politik di tanah air dan di kalangan budayawan. Kongres Kebudayaan I di Magelang dilaksanakan beberapa bulan sebelum terjadi peristiwa Madiun tahun 1948 dan Agresi Militer Belanda kee 2 tanggal 18 Desember 1948. Suasana hingar bingar politik pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) turut pula menggiatkan suasana Kongres Kebuda.yaan II di Bandung tentang pentingnya organisasi kebudayaan.
Pada tahun 1950 lahirlah organisasi kebudayaan yang berafiliasi kepada PKl, Lembaga Kebudayaan Rakyat yang disingkat Lekra. Organisasi ini berkiprah di bidang kebudayaan sejak Kongres Kebudayaan II (1951) di Bandung. Pada tanggal 19 Nopember 1946 di Jakarta lahir gagasan dari kolompok "Gelanggang" yang didirikan oleh Chairil Anwar, Asrul Sani dan kawan-kawan. Di dalam preamblue anggaran dikatakan bahwa "Generasi Gelanggang'' terlahir dari pergolakan roh hidup. Generasi yang harus mempertanggungjawabkan dengan sesungguhnya penjadian dari bangsa kita. Kita hendak melepaskan diri dari susunan lama yang telah mengakibatkan masyarakat yang lapuk, dan kita berani menantang pandangan, sifat, dan anasir lama ini untuk menjalankan baru kekuatan baru.
Akar budaya "humanisme universal" ternyata sudah masuk ke tanah air bersamaan dengan masuknya sistem pendidikan masa kolonial Belanda yang terkenal dengan nama "Budi Utomo," tetapi sudah memikirkan tentang "pentingnya" persatuan di kalangan "pribumi" yang kemudian diikuti dengan ikrar "Sumpah Pemuda" pada tanggal 2.8 Oktober 1928. Pada tahun 1930-an, seorang seniman muda Indonesia yang menyadari akan arti penting "persatuan dan kesatuan" memperjuangkan kemerdekaan di bidang kebudayaan (sastra) dan melahirkan aliran "Pujangga Baru" yang ingin melepaskan kreativitas sastra daerah (Malaya) menjadi sastra Indonesia yang dimanifestasikan dalam bahasa Indonesia Gerakan di bidang kebudayaan ini terus berlanjut dengan perdebatan STA dengan KHD mengenai sejarah dan perkembangan kebudayaan Indonesia di masa depan. Perdebatan di kalangan budayawan tahun 1930-an ini sudah terlihat adanya dua pola pikir yang "bertabrakan" yaitu pola. pikir "Barat? yang dikehendlaki oleh STA dengan pola pikir :?Tradisi" yang dikehendaki oleh KHD dan kawan-kawan. Pola pikir STA sangat dipengaruhi oleh pola pikir :Barat" yang dalam hal ini diartikan Belanda.
Ide dasar perjuangan budayawan yang mendukung prinsip "humanisme universal" ialah "kebebasan kreatif." Ide dasar "humanisme universal" terus berkembang menjadi gerakan yang manuntut "kemanusiaan yang adlil dan beradab" yang dituntut Chairil Anwar dalam "Aku ini binatang jalang, dan kumpulan yang terbuang" dan melahirkan Angkatan 45 di bidang kesastraan yang dilanjutkan oleh Asrul Sani dan kawan-kawan dangan kelompok Galanggangnya.
Perdebatan di kalangan budayawan kembali menghangat setelah situasi politik dalam negeri yang didukung dengan "Manifesto Politik" Soekarno yang memperkenalkan konsepsi baru dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang disebut NASAKOM (Nasional-Agama-Komunis). Konsepsi ini sangat didukung oleh budayawan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) karena sejalan dengan ideologi realisme sosialis yang merupakan bagian dan ajaran komunisme, sedangkan budayawan Manifestan menggunakan ideologi humanisme universal yang merupakaan bagian dari ideologi liberalisme untuk menentang kebijakan pemerintah di bawah rezirn Saekarno.
Kontroversi lahirnyaPancasila dan gagalnya Konstituante (1959) dalam memecahkan masalah "dasar negara" Islam, Pancasila, atau Sosial-Ekonomi, menjadikan' bangsa ini tidak matang dalam kehidupan berbaangsa, bernegara, dan bermasyarakat, Sebagai orang Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan sangat menyadari akan arti penting "seni" dalam kehidupan mereka, tetapi sebagai warga bangsa dan negara Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan memanfaatkan "situasi politik" bagi kelompoknya daripada kepentingan bangsa dan negara Indonesia berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tesis ini menyimpulkan bahwa budayawan Lekra dan Manifestan baru menyadari kedudukannya dan perannya sebagai anggota kelompok "seniman kerakyatan" atau "seniman inerdeka" tetapi belum sepenuhnya menyadari kedudukan dari perannya sebagai "warga bangsa Indonesia" yang berkepentingan dalam mowujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undarig Dasar 1945 di dalam negara persatuan yang bernama Repubik Indonesia. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizkya Dian Maharani
"Skripsi ini merupakan sebuah telaah atas buku karya Jose Luiz Bermudez berjudul Thinking without Words. Manusia dalam kehidupan selalu menggunakan pikiran, kegiatan berpikir pun memiliki relevansi dengan bahasa. Namun, pada umumnya bahasa selalu dianggap sebagai sesuatu yang terdiri dari kata-kata yang menghasilkan kalimat. Hal itu merupakan pandangan ilmu linguistik terhadap bahasa. Maka, berpikir secara nonlinguistik berusaha untuk membuktikan bahwa bahasa tak hanya terlingkup oleh kata-kata dan pikiran adalah hal yang sebenarnya ?melampaui? pengetahuan terhadap kata-kata.

This undergraduate thesis is a analysis of Thinking without Words by Jose Luiz Bermudez. In life, human always use thinking, that thinking as relevance activity with language. But, in common, there assume for language as a thing consist by words and producing sentence. That is point of view by linguistic. Therefore, nonlinguistic thought have different point to understand language. Thinking on a Nonlinguistic proves that language not just words zone and thinking is something beyond knowlwdge of words."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S1629
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Afrazayne Safitri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran parenting attitude dan keterlibatan Ayah terhadap perkembangan theory of mind anak usia 5-7 tahun. 115 pasangan Ayah dan anak, yang berasal dari Jabodetabek dan luar Jabodetabek, ikut serta dalam penelitian ini. Kemampuan theory of mind anak diukur menggunakan Theory of Mind Scale. Sedangkan parenting attitude Ayah diukur dengan mengunakan Parenting Attitude Inventory (PAI) dan keterlibatan Ayah diukur dengan menggunakan Inventory of Father Involvement (IFI). Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan Ayah menerapkan pengasuhan autonomy dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam pengasuhan. Namun, hasil analisis utama penelitian yang diperoleh menunjukkan parenting attitude dan keterlibatan Ayah tidak signifikan dalam memprediksi perkembangan theory of mind anak usia 5-7 tahun. Selain itu penelitian menemukan urutan perkembangan theory of mind anak usia 5-7 tahun merupakan DD > HE > DB > KA > Sarcasm > FB > Second Order.

This study aims to examine the role of parenting attitude and father involvement on 5-7 years old childrens theory of mind development. 115 fathers and children, from Jabodetabek and Outside Jabodetabek, participated in this study. Theory of Mind Scale was given to children. Their fathers completed Parenting Attitude Inventory (PAI) and Inventory of Father Involvement (IFI). Result shows that most of fathers preferred autonomy parenting and shows high levels of father involvement. Result shows that parenting attitude and father involvement cannot predict 5-7 years old childrens theory of mind development. In addition, result shows sequence of childrens theory of mind development is DD > HE > DB > KA > Sarcasm > FB > Second Order. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halomoan, Bernardo Gyorgy
"ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk mengangkat dan memperjelas permasalahan justifikasi epistemik. Descartes, pada kedua buku tersebut, diasumsikan memiliki argumentasi yang mendasari pengetahuan-pengetahuan yang ia temui. Beberapa dari pengetahuan tersebut adalah eksistensi diri, distingsi mind-body, dan realitas objektif. Epistemologi Descartes berangkat dari fondasi 'aku berpikir'; pengetahuan tersebut niscaya benar dan indubitable. Dari situ, Descartes mengetahui bahwa substansi ada dua: mind dan body. Setelah itu, ia mendeduksi (non-silogistik) bahwa pengetahuan mengenai realitas objektif bukan direpresentasikan oleh sensasi, melainkan direpresentasikan oleh ide-ide bawaan di dalam mind. Dari penelitian saya, saya berkesimpulan tiga hal. Yang pertama Descartes melakukan kekeliruan (invaliditas) ketika ia mengetahui eksistensi diri. Descartes keliru mencampur knowing-how dan knowing-that, dan menganggap 'aku berpikir' sebagai objek, hal yang dihipotesiskan tidak luput dari Evil Genius. Yang kedua pengetahuan mengenai distingsi mind-body inkoheren. Hal ini dikarenakan kekeliruan kategoris yang ia lakukan. Yang ketiga prakondisi pengetahuan Descartes mengenai realitas objektif tidak mencukupi. Hal ini dikarenakan justifikasi realitas formal dengan realitas objektif sama, dan akhirnya pengetahuan tersebut bergantung pada natural light. Oleh karena ketiga hal tersebut, argumentasi Descartes, dalam kedua buku tersebut, mengenai eksistensi diri, distingsi mind-body, dan realitas objektif tidak justified.

ABSTRACT
This undergraduate thesis aims to clarify the issues raised about the problem of epistemic justification. Descartes, on both of this book, is assumed to have underlying arguments on the knowledge he discovered. Some of these knowledge are self-existence, the mind-body distinction, and objective reality. Descartes‘ epistemology started from the foundation of 'I think'; such knowledge is necessarily true and indubitable. Descartes recognized that there are two substances: mind and body. Then, he deduced (non-syllogistically) that the knowledge of objective reality is not represented by sensation, but rather by the innate ideas inside of the mind. From my research, I concluded three things. First, Descartes committed an invalid deduction when he discovered self-existence. Descartes mistakenly mixed 'knowing-how' and 'knowing-that', and thought that 'I think' as an object, things which is hypothetically couldn't escape from the Evil Genius. Second, the mind-body distinction is incoherent. This is caused by categorical error that he committed. Third, Descartes' precondition of knowledge about objective reality is not sufficient. This is because in Descartes formal reality and objective reality is the same, and ultimately the knowledge depend on natural light. Because of these three notions, Descartes' arguments inside the two books, about the existence of self, mind-body distinction, and the objective reality are not justified."
2014
S54464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonifati, Nunzia
"Il libro cerca di rispondere a questa domanda in sette capitoli. Nel primo e nel secondo si parla del sogno dell'immortalità e della possibilità di raggiungere quei 120 anni di vita inscritti nel genoma umano. Nel terzo capitolo si affronta il tema del miglioramento dell’aspetto fisico e del potenziamento delle capacità mentali, illustrando le possibili conseguenze di queste applicazione su vasta scala. Nel quarto e quinto si illustrano gli scenari della comunicazione globale, i rischi e le possibili contromisure da prendere. Nel sesto e settimo capitolo si accenna agli scenari possibili del post-umano e si analizzano le conseguenze, sul piano morale e teoretico, di ciò che gli autori considerano un atto di delega alla tecnologia. Il libro, con brevi citazioni di autori classici e moderni, ha alcune illustrazioni di opere originali degli artisti Luigi Battisti e Fabrizio Bosco."
Milano: [, Springer], 2012
e20410627
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Heriyanto
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas model problem based learning berbantuan mind map terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika secara kreatif ditinjau dari kemampuan awal siswa kelas X. Penelitian ini menggunakan metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kemampuan pemecahan masalah fisika secara kreatif yang belajar dengan model PBL berbantuan Mind Map lebih tinggi dibandingkan pembelajaran PBL; 2) Kemampuan pemecahan masalah fisika secara kreatif siswa yang belajar dengan pembelajaran model PBL berbantuan mind map lebih tinggi dibandingkan pembelajaran PBL untuk siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi; 3) Kemampuan pemecahan masalah fisika secara kreatif siswa yang belajar dengan pembelajaran model PBL berbantuan Mind Map lebih tinggi dibandingkan pembelajaran PBL untuk siswa yang memiliki kemampuan awal rendah; 4) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika secara kreatif; 5) Kemampuan pemecahan masalah fisika secara kreatif pebelajar dengan model PBL berbantuan mind map lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran PBL untuk
siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi; 6) Kemampuan pemecahan masalah fisika secara kreatif pebelajar dengan model PBL berbantuan mind map lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran PBL untuk siswa yang memiliki kemampuan awal rendah; 7) Kemampuan pemecahan masalah fisika secara kreatif pebelajar dengan model PBL berbantuan mind map lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran PBL. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model PBL berbantuan mind map lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika secara kreatif ditinjau dari kemampuan awal siswa kelas x."
Depok: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, 2015
370 JPK 21:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>