Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1366 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Usman Sumo Friend
Jakarta: UI-Press, 1998
PGB 0131
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Hanani
"ABSTRAK
Anacardium occidentale Linn atau dikenal dengan nama daerah jambu mede merupakan salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional disamping biji yang sering dimanfaatkan sebagai makanan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui salah satu kandungan kimia golongan flavonoid yang terdapat dalam daun jambu mede muda yang terkandung dalam fraksi etilasetat. Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur panjang gelombang serapan maksimum senyawa flavonoid dengan penambahan beberapa pereaksi geser.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam daun jambu mede muda terdapat senyawa golongan flavonoid turunan flavonol yang mempunyai gugus hidroksil pada posisi 3,7, 3 dan 4."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hasyatillah
"Praktik kerja profesi apoteker di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo bertujuan untuk mengevaluasi jumlah obat di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo berdasarkan klasifikasi Beers Criteria Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Metode pelaksanaan dilakukan dengan melihat daftar lemari obat yang berada di ruang farmasi Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Data diambil berupa daftar obat di lemari obat yang berisi obat oral, topikal, tetes mata, tetes telinga, obat narkotika dan psikotropika. Kemudian penelusuran literatur menggunakan Beers Criteria sebagai kategori untuk tiap-tiap obat. Obat-obat di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo yang termasuk ke dalam Beers criteria adalah sebanyak 20% (19 obat). Adapun obat yang termasuk kategori 1 sebanyak 47% (9 obat), kategori 2 sebanyak 26% (5 obat), kategori 3 sebanyak 11% (2 obat) dan kategori 5 sebanyak 16% (3 obat).

The aim of the professional pharmacist work practice at the Puskesmas Pasar Rebo is to evaluate the number of drugs at the Puskesmas Pasar Rebo based on the Beers Criteria classification. The implementation method is carried out by examining the list of drug cabinets in the pharmacy room of the Puskesmas Pasar Rebo, East Jakarta. The data collected consists of the list of drugs in the cabinet, including oral, topical, eye drops, ear drops, narcotics, and psychotropic drugs. Subsequently, a literature review using the Beers Criteria is conducted to categorize each drug. The drugs at the Puskesmas Pasar Rebo that fall under the Beers Criteria account for 20% (19 drugs). Among these, drugs in category 1 make up 47% (9 drugs), category 2 makes up 26% (5 drugs), category 3 makes up 11% (2 drugs), and category 5 makes up 16% (3 drugs).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Subirosa Sabarguna
Jakarta: Sagung Seto, 2008
615.1 BOY s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Indrawati
Jakarta: Salemba Medika, 2018
615.1 TET p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Salsabila Lutfi
"Evaluasi penggunaan obat (EPO) diperlukan untuk menilai apakah obat telah digunakan secara rasional. Evaluasi penggunan obat dapat dilakukan dengan metode kualitatif ataupun kuantitatif. EPO kualitatif digunakan untuk melihat ketepatan penggunaan obat berdasarkan kesesuaian kriteria penggunaan obat yang berhubungan dengan peresepan dan indikasi peresepan. Sementara, EPO kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)/Defined Daily Dose (DDD) dan Drug Utilization 90% (Kemenkes RI, 2017). Di Indonesia, perbaikan pola penggunaan obat salah satunya diwujudkan melalui upaya startegi peningkatan persentase penggunaan obat rasional di fasilitas kesehatan masyarakat seperti puskesmas dan klinik pratama. Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan primer bagi masyarakat harus menerapkan penggunaan obat rasional agar dapat mencapai tujuan kesehatan nasional. Peran apoteker di puskesmas tidak hanya berfokus pada pelayanan dan pengelolaan sediaan farmasi, namun juga dalam pelaksanaan pemantauan penggunaan obat. Pemantauan penggunaan obat bermanfaat untuk mendeteksi adanya ketidakrasionalan dalam peresepan seperti peresepan obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), boros (extravagant prescribing), atau penggunaan obat yang tidak tepat (incorrect proscribing). Tujuan tugas khusus ini antara lain, mengetahui profil penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Kalideres periode Januari - Juni 2020 secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode ATC/DDD dan DU90%.

Evaluating Drug Utilization is essential to assess whether medications have been used rationally. This evaluation can be qualitative or quantitative in nature. Qualitative DU assessment focuses on the appropriateness of drug use based on prescribing criteria and prescription indications. On the other hand, quantitative DU evaluation involves methods such as Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)/Defined Daily Dose (DDD) and Drug Utilization 90% (Ministry of Health Indonesia, 2017). In Indonesia, improving drug usage patterns includes strategies aimed at increasing the percentage of rational drug use in public healthcare facilities such as health centers (puskesmas) and primary clinics. Puskesmas, as a primary healthcare facility for communities, must implement rational drug use to achieve national health goals. Pharmacists in puskesmas play a role not only in pharmaceutical services and management but also in monitoring drug usage. Monitoring drug usage helps detect irrational prescribing practices like over-prescribing, under-prescribing, extravagant prescribing, or incorrect proscribing. The specific objective of this paper is to understand the profile of rational drug usage at the Kalideres District Health Center between January and June 2020, using both qualitative and quantitative methods such as ATC/DDD and DU90%. This evaluation aims to provide insights into how medications are being prescribed, dispensed, and utilized within this specific healthcare facility during the mentioned period."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen Wijaya
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Dengan berkembangnya teknologi formulasi obat dan juga kemajuan di bidang pengobatan, telah dibuat teofilin dalam bentuk sediaan lepas lambat (SLLB). Hal ini menguntungkan bagi pasien, karena selain kepatuhan dapat ditingkatkan kadar obat dalam darah dapat terkendali dengan baik.
Bioavailabilitas dan bioekivalensi obat SLLB perlu diketahui dengan baik. Untuk teofilin hal ini terutama karena, disamping indeks terapi sempit juga adanya perbedaan antar individu dalam parameter farmakokinetik. Oleh sebab itu telah dilakukan penelitian terhadap tablet Uniphyllin® Continus® yang merupakan teofilin bentuk SLLB baru dibandingkan dengan teofilin sediaan biasa.
Penelitian dilakukan terhadap 13 sukarelawan sehat, pria dewasa. Minggu I diberikan teofilin sediaan biasa selama 3 hari, 4x150 mg/hari (9 dosis). Pada minggu II diberikan sediaan lepas lambat selama 3 hari, 2 x 300-400 mg/hari (5 dosis). Pada hari ke-3 dalam keadaan puasa, sebelum dan sesudah makan obat, diambil darah dari vena kubiti. Pada sediaan biasa darah diambil pada jam 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 6; 9; dan 11. Pada sediaan lepas lambat darah diambil pada jam 0; 2; 3; 4; 5; 7; 9; 12; 15 dan 24. Kadar teofilin plasma diukur dengan metoda enzyme immunoassay-turbidimetry (ACA IV). Dari kadar yang didapat dihitung berbagai parameter farmakokinetik.
Hasil dan Kesimpulan: Data farmakokinetik diperoleh dari 12 subyek (satu subyek dibatalkan berhubung efek samping yang berat), sebagai berikut : Cmax tablet sediaan lepas lambat (SLLB) 12,17 μg/mL dan pada sediaan biasa (SBS) 15,75 μg/mL, kedua nilai Cmax berbeda bermakna (p < 0,01). Cmin pada SLLB 8,10 μg/mL dan pada SBS 10,39 µg/mL, kedua nilai berbeda bermakna (p <0,01). Nilai tmax SLLB adalah pada jam ke-4 sedang pada SBS pada jam ke-1,13; keduanya berbeda sangat bermakna (p<0,001). Hasil indeks fluktuasi (IF) antara SLLB dan SBS tidak berbeda (p >0,05; IF SLLB = 0,42 dan IF SBS = 0,44).
Dari data farmakokinetik terlihat tablet Uniphyllin® Continus® merupakan suatu sediaan lepas lambat. Variabilitas parameter antar subyek disebabkan oleh variabilitas metabolisme obat, sehingga menimbulkan fluktuasi kadar obat. Oleh karena itu, pada kondlsi tertentu sebaiknya penggunaan teofilin diikuti dengan pemeriksaan kadar obat dalam darah.

ABSTRACT
Comparative Study Of Plasma Concentration Of Theophylline Using Sustained Released Tablet Uniphyllin® Continus® 300-400 Mg With Plain Capsules Of Theophylline150 MgScope and Method of Study: Advances in drug formulation and therapeutics make it possible to produce various controlled-release (CR) theophylline preparations. Such dosage form has been advocated to be more advantageous than the conventional form as it may in-crease patient?s compliance, and the plasma concentration of the drug to be more controllable.
The bioavailability and bioequivalence of sustained released drugs should be carefully observed. This is particularly important for theophylline, because not only it has a narrow margin of safety but also the capacity to metabolize the drug varies markedly between individuals. Uniphyllin® Continus®, a controlled release theophylline preparation, is to be marketed soon here. The aim of the present study is to confirm its controlled release characteristics compared with a conventional release (CVR) dosage form.
Thirteen healthy Indonesian volunteers participated in this study. They were given 150 mg of CVR theophylline 4 times daily for 9 dosages. Venous blood samples were taken at 0; 0.5; 1; 1.5; 2; 2.5; 3; 6; 9 and 11 hours after the last dosage. After a wash-out period of two weeks, the subjects took the CR tablets twice daily for 5 dosages. Subjects with body weights less than 70 kg were given 300 mg tablets, and heavier subjects were given 400 mg tablets. Blood samples were drawn at 0; 2; 3; 4; 5; 7; 9; 12; 15 and 24 hours. Plasma theophylline concentration was determined by enzyme immunoassay-turbidimetric method (ACA IV, Dupont).
Findings and Conclusions: Data was analyzed from 12 subjects (one subject dropped due to serious adverse reactions). The mean of peak concentrations (Cmax) of the CR and CVR dosage forms were 12.17 and 15.75, μg/mL, respectively (p <0.01). Trough concentrations (Cmin) of the CR and CVR forms were 8.10 and 10.39 µg/mL, respectively (p < 0.01). The time to attain Cmax (tmax) for the CR and CVR forms were 4 and 1.13 hours, respectively (p < 0.001). The fluctuation index (FI) of the CR and CVR forms were 0.42 and 0.44, respectively; which are not significantly different.
The pharmacokinetic data show that Uniphyllin® Continus® tablet is a slow sustain released tablet. Variability between subjects caused by variability in drug metabolism produce fluctuations in the plasma concentration of the drug.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Johnson
"Sistem distribusi obat adalah suatu sistem yang diterapkan oleh farmasi rumah sakit X sejak dari Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan dan Pengaturan Obat dan Alat Kesehatan. Ada dua macam sistem yang dijalankan di rumah sakit X yaitu sistem distribusi Tradisional dan sistem distribusi Dosis Unit. Sejak tahun 1986 bulan Agustus pada ruang rawat nginap kelas III (Ruang Melati) telah dijalankan sistem distribusi Dosis Unit sebagai pilot proyek (uji coba).
Dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan di luar negeri dikatakan bahwa sistem ini menguntungkan bagi rumah sakit dan pasien. Keuntungan yang diperoleh adalah dari ketepatan waktu pembelian obat, biaya pembelian maupun keamanan didalam pemakaian obat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sistem distribusi obat mempengaruhi lamanya penderita dirawat di rumah sakit. Selain faktor distribusi juga ingin diketahui apakah faktor-faktor lain seperti dokter, alamat, diagnosa penyakit dan pembayar biaya juga mempengaruhi LHR di rumah sakit X ini. Dengan diketahuinya pengaruh sistem distribusi obat dan faktor-faktor lain terhadap LHR yang merupakan salah satu tolak ukur performance rumah sakit, ini dapat sebagai dasar untuk menerapkan sistem ini di rumah sakit secara menyeluruh. Pengaruh sistem dan faktor-faktor lain ini terhadap LHR juga dapat sebagai dasar pemikiran kepada pimpinan rumah sakit untuk menentukan garis-garis kebijakan selanjutnya.
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan meneliti data sekunder tahun 1987.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh sistem distribusi, dokter yang merawat, diagnosa penyakit dan pembayar biaya terhadap LHR. LHR penderita yang dirawat oleh dokter organik, yang diagnosanya infeksi akut, yang distribusi obatnya dosis unit dan pembayar biayanya pribadi adalah lebih pendek.
Dengan bantuan analisis statistik yaitu: Uji T dan Uji Regresi Ganda membuktikan adanya hubungan antara sistem distribusi, dokter, diagnose, pembayar biaya dengan LHR. Penelitian ini menyimpulkan bahwa apabila kita ingin mengembangkan sistem distribusi dosis unit di rumah sakit dengan dasar pengaruh terhadap LHR adalah tidak relevan. Sedangkan untuk faktor-faktor dokter organik, diagnosa infeksi akut, pembayar biaya pribadi dan distribusi dosis unit LHRnya lebih pendek.
Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sistem distribusi obat di rumah sakit yang menyangkut faktor biaya dan manajemen."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1988
T6719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Firas
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis persediaan 5 obat terbesar berdasarkan ABC investasi melalui penilaian terhadap average inventory, ITOR dan PNP pada RSIA XYZ selama periode 6 bulan.Metode yang digunakan saat ini pada RSIA XYZ dibandingkan dengan metode Periodic Review System, Order Up To Level. Penelitian bersifat simulasi untuk membandingkan sebelum dan sesudah simulasi dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan nilai persediaan terutama pada Pantozol Inj dengan penurunan nilai average inventory Rp 25.782.883 Vs Rp 8.003.832 dengan nilai P < 0.001, peningkatan ITOR 11,8 Vs 37,9 dan PNP 71% Vs 227%. Hasil ini juga dilakukan pada 4 obat lainnya yang memberikan hasil efisiensi yang serupa. Dengan menerapkan Periodic Review System, Order Up To Level, manajemen RSIA XYZ diharapkan dapat menghindari terjadinya kelebihan stok farmasi dengan investasi tinggi yang dapat mempengaruhi arus kas rumah sakit.

This research is to analyze inventory control in top 5 medicine based on ABC investment using the value of average inventory, ITOR and PNP at XYZ Maternity Hospital for 6 months period. Current methods are compared to periodic review system, order up to level methods. This is a simulation study to compare the effect before and after the simulation. The result of study showed that highest improvement of inventory management in Pantozol Inj by decreasing average inventory 25.782.883 IDR Vs 8.003.832 IDR, with P value < 0.001, increasing ITOR 11,8 Vs 37,9 and PNP 71% Vs 227%. It also applied on 4 other drugs with the same more efficient result. The result concludes that by using periodic review system and order up to level, management of XYZ Maternity Hospital could avoid overstocking of the high investment pharmacy that potentially effect hospital cash flow."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T44214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rambe, Mhd. Arsyad Elfiqah
"[ABSTRAK
Fornas merupakan daftar obat acuan yang digunakan dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional sehingga perlu diteliti penggunaanya dilapangan. Penelitian
ini bertujuan untuk melihat proporsi penggunaan obat yang sesuai Fornas dan
menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan obat yang sesuai
Fornas di Unit Rawat Jalan RSUD Kota Padangsidimpuan. Metodenya adalah
metode kuantitatif (deskriptif analitik dengan 380 data rekam medis) dan metode
kualitatif melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen. Proporsi
penggunaan obat Fornas hanya 83,2%. Pencapaian yang tidak mencapai 100% ini
dipengaruhi oleh tidak adanya prosedur internal penggunaan obat Fornas,
disfungsi Instalasi Farmasi, Tim Farmasi dan Terapi belum terbentuk, tidak
adanya evaluasi dari manajemen rumah sakit, metode pengarahan atau sosialisasi
hanya bersifat lisan serta terbatasnya dukungan dana dari APBD. Saran dari
penelitian ini adalah melakukan metode lain untuk sosialisasi, merevitalisasi
instalasi farmasi, membentuk Tim Farmasi dan Terapi, mempertimbangkan opsi
perubahan status menjadi BLUD, meninjau ulang kerjasama dengan Apotek KPN
dan menerapkan sistem satu pintu dalam pelayanan kefarmasian serta melakukan
advokasi kepada pemerintah Kota Padangsidimpuan untuk mengembangkan
RSUD Kota Padangsidimpuan.

ABSTRACT
The national formulary is list of reference medicines that used in national health
insurance program. Thus it is important to do research towards its use at the
hospital. This research aims to evaluate the proportion of the national formulary
medicines used in accordance with the national formulary and analyze the factors
that influence it at Kota Padangsidimpuan hospital. The method of this study is
mixed of quantitative (descriptive analytic by using data from 380 medical
records) and qualitative (by doing in-depth interview and documentary review).
Proportion of the national formulary medicines used in Kota Padangsidimpuan
hospital only reach 83,2%. This is influenced by several factors: no internal
procedur of the use of national formulary medicines, disfunction of pharmacy
department, no pharmacy and therapy team, no evaluation done by management.
no written dissemination method and limited support by local government budget
(APBD). This study suggestied to do written dissemination method, revitalize
pharmacy department, established pharmacy and therapy committee, consider to
change into BLUD status, application o a one-door system in pharmaceutical
services and advocate Padangsidimpuan local government to promote Kota
Padangsidimpuan hospital., The national formulary is list of reference medicines that used in national health
insurance program. Thus it is important to do research towards its use at the
hospital. This research aims to evaluate the proportion of the national formulary
medicines used in accordance with the national formulary and analyze the factors
that influence it at Kota Padangsidimpuan hospital. The method of this study is
mixed of quantitative (descriptive analytic by using data from 380 medical
records) and qualitative (by doing in-depth interview and documentary review).
Proportion of the national formulary medicines used in Kota Padangsidimpuan
hospital only reach 83,2%. This is influenced by several factors: no internal
procedur of the use of national formulary medicines, disfunction of pharmacy
department, no pharmacy and therapy team, no evaluation done by management.
no written dissemination method and limited support by local government budget
(APBD). This study suggestied to do written dissemination method, revitalize
pharmacy department, established pharmacy and therapy committee, consider to
change into BLUD status, application o a one-door system in pharmaceutical
services and advocate Padangsidimpuan local government to promote Kota
Padangsidimpuan hospital.]"
2015
T43494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library