Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 383 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sugiarto
"ABSTRAK
Pembangunan politik merupakan bagian daripada pembangunan nasional. Pembangunan Nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan, dengan senantiasa harus merupakan perwujudan Wawasan Nusantara serta memperkukuh Ketahanan Nasional, yang diselenggarakan dengan membangun bidang-bidang pembangunan diselaraskan dengan sasaran jangka panjang yang ingin diwujudkan. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, sesuai dengan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.
Pembangunan Nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tentram dan rasa keadilan serta terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab bagi seluruh rakyat. Pembangunan Nasional menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, dan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, yaitu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Selama Orde Baru berkuasa, pemerintah telah melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak 6 kali mulai dari tahun:1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada pemilu yang berlangsung secara berkala tersebut masingmasing organisasi politik peserta pemilu memperoleh dukungan pemilih yang bervariasi. Dukungan yang bervariasi itu tidak hanya karena pemilu itu diikuti
banyak partai, tetapi juga karena masing-masing organisasi politik mempunyai pendukung yang bermacammacam. masyarakat Indonesia yang majemuk dari segi sosial, budaya, ekonomi dan agama, menyebabkan anggotaanggota dapat menyampaikan aspirasi politiknya secara LUBER, JURDIL atau tidak sama sekali.
Kegiatan memilih pada Pemilihan Umum merupakan salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat dalam hal penyaluran aspirasinya, yaitu melalui memilih atau tidak memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga legislatif.

"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T17717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Fince Decima
"Pembangunan yang berpusat pada rakyat dan upaya pembelajaran demokratisasi masyarakat dalam mempergunakan haknya sebagai warga negara salah satunya diwujudkan dalam forum warga berdasarkan kewilayahan (community of place) yang dikenal dengan Forum Komunikasi Perencanaan Pembangunan/ FKPP kelurahan, kecamatan dan kota sebagai forum yang bertujuan mensinkronikasikan dan menetapkan program pembangunan diwilayahnya.
Tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pada jenjang mana keberadaan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan FKPP baik pada tingkat kelurahan, kelurahan, kecamatan dan kota di Kota Depok yang dinilai dari aspek pemberian informasi, konsultasi/diskusi, pengambilan keputusan dan kewenangan kontrol masyarakat yang mengacu pada teori "Jenjang Partisipasi Masyarakat" Danny Burns, dkk. Serta untuk memperoleh gambaran hal-hal apa yang menghambat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan FKPP tersebut.
Metodeologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tehnik pengambilan sampel informan menggunakan teknik Purposive Sampling untuk menentukan informan yang memahami topik penelitian yaitu Kepala Bappeda Kota Depok, Camat dan Lurah serta Peserta FKPP yang berjumlah 43 informan. Lokasi penelitian mengambil wilayah Kota Depok untuk mengkaji FKPP Kota, 2 Kecamatan yakni kKecamatan Beji dan Sukmajaya, 4 kelurahan yakni kelurahan Pondok Cina, Beji, Tirtajaya dan Cisalak.
Penelitian jenjang partisipasi masyarakat ini mengacu pada teori "a ladder of Empowerment" Burns, dkk. Dari temuan lapangan menunjukan terdapatnya keragaman jenjang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan FKPP kelurahan, kecamatan dan kota. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan FKPP memiliki karakteristik dari aspek pemberian informasi telah dilakukan kepada masyarakat, pelaksanaan konsultasi/diskusi telah berlangsung dengan walaupun dengan kualitas kurang baik sedangkan kewenangan pengambilan keputusan dan kontrol masyarakat tidak ada. Dimana pengambilan keputusan masih berada di tangan aparat pemerintah dan masyarakat hanya sebatas memberikan masukan dan saran tanpa adanya jaminan pemerintah akan mempertimbangkan maupun menindaklanjuti saran tersebut. Sedangkan dari segi kewenangan kontrol, masyarakat tidak mempunyai wewenang untuk mengontrol hasil FKPP yang telah ditetapkan bersama.
Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan FKPP ini diantaranya berasal dari masyarakat, pemerintah dan faktor eksternal yang kurang mendukung. Keberadaan masyarakat yang kurang memahami haknya sebagai warga negara untuk memanfaatkan forum ini merupakan kendala tersendiri yang menyebabkan masyarakat bersikap diam, apatis dan "nrimo" terhadap hal-hal yang ditetapkan oleh pemerintah. Terlalu dominannya posisi pemerintah dalam forum ini juga menghambat pelaksanaan konsultasi, pengambilan keputusan dan kontrol masyarakat menyebabkan masyarakat. Adanya sistem pemerintahan yang cenderung sentralistik menjadikan salah satu kendala disamping belum adanya sarana dan prasarana pendukung bagi terwujudnya partisipasi masyarakat seperti dalam hal belum adanya peraturan dan pedoman pelaksanaan FKPP, tidak adanya mekanisme serta sarana pengaduan rasa ketidak-puasan masyarakat dalam pelaksanaan kontrol.
Pentingnya manfaat pelaksanaan forum ini dalam peningkatan kualitas perencanaan pembangunan yang partisipatif dan aspiratif maupun ruang publik bagi masyarakat sebagai sarana pembelajaran demokrasi akan sangat disayangkan apabila forum ini hanya digunakan sebagai forum konsultasi/diskusi antara masyarakat dengan pemerintah. Untuk itu perlu dilakukan beberapa perbaikan mekanisme dan prosedur pelaksanaan FKPP dari pemberian infomasi, Konsultasi/diskusi, pengambilan keputusan dan kontrol. Selain itu perlu diterapkannya strategi pemberdayaan masyarakat yang berbeda dalam pelaksanaan FKPP menurut jenjang partisipasi yang ada di kota Depok"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendriaty
"Ditahun 1990 United Nation and Development Programe (UNDP) memperkenalkan Human Development Index (HDI), sebagai indikator alternatif keberhasilan pembangunan. Kelebihan HDI dibanding indikator konvensional terutama PDB dan PDB perkapita adalah lebih mampu memberikan gambaran tentang pemberdayaan (empowerment) yang dilihat dari perubahan perbaikan kapasitas dasar manusianya. Kelebihan ini memungkinkan dilakukannya analisis yang lebih holistik, kontekstual dan manusiawi tentang hubungan antara kemajuan ekonomi dengan tingkat kesejahteraan manusia. Implikasi analisis ini pemahaman yang lebih dalam tentang alokasi sumberdaya manusia yang efisien, dalam pembangunan ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, dirasakan perlunya studi tentang keterkaitan antara kemajuan/pembangunan ekonomi dengan partisipasi kerja dan atau kesempatan kerja. Studi ini dimungkinkan karena indikator HDI telah digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen DaIam Negeri yang diberi nama lndeks Pembangunan Manusia (IPM), untuk mengukur tingkatan status pembangunan manusia, 297 kabupaten/kotamadya di Indonesia tahun 1990. Jika IPM merupakan ukuran pemberdayaan, maka salah satu ukuran penting dari efektifitas pemberdayaan tersebut adalah Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK).
Karena baik IPM maupun APAK mencerminkan permintaan dan penawaran, maka hubungan antara pembangunan ekonomi dengan partisipasi kerja dapat dianalisis dengan melihat hubungan APAK-IPM.
Hasil studi menunjukkan peningkatan kapasitas dasar manusia cenderung meningkatkan keinginan (partisipasi) kerja. Terlihat perbedaan pola hubungan APAK-IPM berdasarkan kategori jenis kelamin, tempat tinggal (perkotaan-perdesaan) dan tingkat pendidikan. Perbedaan pola hubungan disebabkan karena faktor-faktor perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar wilayah dan atau sektoral, kelembagaan dan faktor-faktor sosial ekonomi seperti budaya, tata nilai dan pandangan hidup dalam masyarakat.
Hasil studi di atas mengindikasikan bahwa optimalisasi individu sangat holistik dan konstektual. Implikasi kebijakannya adalah reoricnlasi dan atau evaluasi kebijakan pembangunan, agar lebih mengarah kepada pemenuhan kebutuban dasar, perluasan kesempatan kerja, pengurangan kesenjangan ekonomi antar daerah, sektoral, pendidikan dan gender, pembangunan kelembagaan ekonomi dan perhatian yang lebih besar terhadap faktor-faktor non ekonomi."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy
"Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, pada proses perencanaan pembangunan rumah BRR, partisipasi warga hanya terlihat pada proses pendataan, verifikasi dan validasi data kebutuhan rumah penduduk. Sedangkan pada proses pelaksanaan dan penilaian pembangunan rumah, warga tidak terlibat sama sekali. Hal ini berbeda dengan proses pembangunan perumahan yang dilaksanakan Uplink-JUB, dimana partisipasi masyarakat terlihat dengan jelas pada setiap tahapan pembangunan rumah. Umumnya respon warga terhadap rumah-rumah yang telah selesai dibangun oleh kedua lembaga tersebut, dapat diterima secara baik oleh warga. Dengan pendekatan project oriented dan target oriented dengan mekanisme kontrak terima jadi, membuat rumah bantuan BRR selesai sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan. Sedangkan dengan pendekatan partisipasi masyarakat yang dilakukan oleh Uplink-JUB dalam pembangunan rumah warga di Gampong Pie, disamping proses pembangunan rumah membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, juga realisasi penyelesaian rumah tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi terdapat beberapa pilihan desain untuk rumah yang dibangun oleh Uplink-JUB, sementara untuk rumah yang dibangun oleh BRR, tidak ada pilihan atas type dan desain rumah. Untuk kasus-kasus bencana alam yang memerlukan penanganan secara cepat dan tepat, supaya sesegera mungkin terpenuhinya pemenuhan kebutuhan dasar rumah bagi warga yang terkena dampak bencana, kiranya penanganan yang dilakukan oleh BRR dalam kasus pembangunan rumah di Gampong Pie dapat diterima dengan catatan bahwa pengawasan harus dilakukan secara ketat terhadap kontraktor yang membangun harus disertai beberapa alternatif pilihan type dan desain rumah dengan memperhatikan adat dan kebiasaan setempat. Karena itu untuk kasus-kasus bencana alam dalam kasus yang terjadi di Gampong Pie, terlihat penerapan konsep partisipasi dalam pembangunan rumah warga korban tsunami tidak efisien dan efektif sama sekali. Dengan adanya kendala-kendala yang dapat menghambat partisipasi masyarakat dalam pembangunan perumahan penduduk di Gampong Pie maka perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan untuk penyempurnaan ke depan. Karena itu sebelum membangun rumah-rumah bantuan pasca bencana, BRR sebelumnya perlu memberikan berbagai alternatif pilihan terhadap type dan desain rumah kepada warga setempat. Diperlukan juga pengawasan yang dilakukan secara ketat dan adanya transparansi selama proses pembangunan di lakukan oleh kontraktor. Sementara untuk Uplink-JUB, perlu memperhatikan penerapan partisipasi masyarakat agar tidak menghambat realisasi pembangunan rumah, mengingat rumah merupakan kebutuhan dasar, yang segera harus terpenuhi kepada warga, apalagi untuk warga korban bencana alam.

From the result of study, it could be concluded that on the BRR resident development plan process, community participation is merely seen on the process of data collection, verification as well as resident development assessment, in other words the community are not involved at all. This matter is different with resident development process so carried out by Uplink-JUB,which the participation of community is seen clearly on each resident development phase. In general, the response of community on the residents which have been completely built by both institutions is acceptable. Through project oriented and target oriented approach under turnkey contract mechanism, the residents so granted by BRR are completed to be built in accordance with targeted period. Meanwhile, on the basis of community participation approach so conducted by Uplink-JUB in developing community?s residents in Gampong Pie, in addition to resident development requiring relative longer period, the realization of resident completeness is not in accordance with the target as stipulated previously. However, there are several design options for the residents so built by Uplink-JUB. Meanwhile, for the residents so built by BRR, there is no option for the type and design of residents. For any natural disaster cases requiring immediate and proper handling, in order to fulfill basic requirement for any community?s residents hit by natural disaster impact, the handling conducted by BRR in the case of resident development in Gampong Pie is acceptable provided that supervision should be carried out firmly for any contractors building the residents. The said contractors should obtain several resident types and designs choices on the basis of local culture and customs. Therefore, for natural disaster cases especially so hit in Gampong Pie area, it is seen that the application of participation concept in developing the tsunami victims? residents is not efficient and effective. Due to obstruction which may impede community participation in community resident development in Gampong Pie, then it is necessary to conduct improvement efforts for the future completion. Therefore, before building post-disaster grant residents, first BRR should provide several choice alternatives for the resident type and design to the local community. It requires firm supervision and transparency whilst development process is conducted by the contractor. Meanwhile, for Uplink-JUB, it is necessary to consider application of community participation in such a way that it may not impede the realization of resident development, in viewing that resident is a basic requirement which should be necessary to be fulfilled for community especially for the community suffered due to natural disaster."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Anas
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan dekomposisi pada tingkat partisipasi kerja untuk menjelaskan gender gap di Provinsi DKI Jakarta pada tiga periode yaitu 1995, 2005, dan 2015. Determinan tingkat partisipasi kerja laki-laki dan perempuan diestimasi menggunakan metode probit dan marginal efek sedangkan untuk menganalisis sumber gender gap digunakan teknik dekomposisi non linear. Hasil penelitian ini menunjukkan penyebab utama gender gap tingkat partisipasi kerja berasal dari faktor-faktor struktural di pasar tenaga kerja (diskriminasi). Nilai gender gap dalam 20 tahun semakin mengecil, pada tahun 1995, 2005, dan 2015 nilainya sebesar 40,82%; 39,17%; dan 29,34%, ini menunjukkan tingkat diskriminasi di Jakarta semakin berkurang.

ABSTRACT
This research aims to decompose the employment participation rate to explain gender gap in DKI Jakarta Province in three periods (1995, 2005, and 2015). Determinant of employment participation rate of men and women was estimated by probit and marginal effect method. Non-linear decomposition technique used to analyze the source of gender gap. The results show that the main causes of gender gap comes from structural factors in the labor market (discrimination). The value of the gender gap in 20 years has decreased, in 1995, 2005, and 2015 it was 40,82%; 39,17%; and 29,34% respectiely. It shows that the discrimnination rate in Jakarta has decreased.
"
2018
T52085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Rezki Saputra
"Di Indonesia ketidaktertiban masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh pembentukan UU yang banyak mendapat sorotan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir dibawah periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maaruf Amin. Kegaduhan tersebut disebabkan oleh adanya fenomena dalam pembentukan Undnag-Undang yang kerap dianggap tidak berkualitas yang disebabkan pembahasan yang sembunyi-sembunyi, tidak transparan, dan terkesan terburu-buru (fast track legislation). Mekanisme fast track legislation tidak dikenal di Indonesia, namun terhadap beberapa kasus terkesan mengadopsi mekanisme tersebut seperti UU Komisi Pemberantasan Korupsi, UU Mineral dan Batu Bara, UU Mahkamah Konstitusi, UU Cipta Kerja, dan UU Ibu Kota Negara. Penelitian ini akan memfokuskan pada permasalahan: Pertama, Bagaimana pengadopsian fast track legislation dalam pembentukan UU; Kedua, Problematika apa saja yang ditimbulkan dari pengadopsian fast track legislation dalam pembentukan UU di Indonesia; dan Ketiga Bagaimana gagasan alternatif dalam pengadopsian pembentukan UU melalui pendekatan fast track legislation. Adapun metode penelitiannya adalah penelitian yuridis normatif.
Hasil penelitian dengan analisis argumentatif dapat disimpulkan, bahwa beberapa kasus pembentukan undang-undang terkesan mengadopsi prosedur fast track seperti Pertama, UU KPK (waktu 12 hari). Kedua, UU Minerba (waktu kurang dari 3 bulan dan dilakukan rapat secara tertutup); Ketiga, UU MK (waktu 7 hari dan dibahas secara tertutup); Keempat, UUCK (waktu 167 hari dan merupakan revisi dari 79 UU) dan Kelima, UU IKN (waktu 43 hari). Bahwa pembentukan UU yang dilakukan tergesa-gesa berdampak terhadap demokrasi, minus legitimasi, minimnya partisipasi publik, dan terjadi politik akomodatif MK.

In indonesia one of the reasons the public disorders occurred was caused by the lawmaking process in which made it to the centre of public eye within the last two years under the President Joko Widodo and Vice President Maaruf Amin period. The disruption occured because the phenomenon of law making process was lack of quality as a result of the lack of transparency and the fast track registration. The fast track registration is highly unknown in Indonesia yet in some cases, the fast track registration was implemented for instance on the Corruption Eradication Commission Law, the Mining and Coal Law, the Constitutional Court Law, Omnibus Law and Capital City Law.
This research is focused on issues: First, how does the fast track registration implement on the law making process; Second, what are the issues arised on the implementation of fast track registration on the lawmaking process; Third, How does the alternative concept on adopting law making process by implementing fast track legislation approach. Though this thesis is based on juridical-normative research.
The results of research with the argumentative analysis are in some cases on law making process seemingly implementing the fast track registration such as on: first, the Corruption Eradication Commission Law (12 days), second the Mining and Coal Law (less than 3 months and discussed privately), third the Constitutional Court Law (7 days and discussed privately), fourth Omnibus Law (167 days and revisions of 79 law) and fifth Capital City Law (43 days). Whereas, the lawmaking process was done feverishly in which made impacts on democracy, lack of legitimacy, lack of public participation and political accommodation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meity Sudiarsih
"ABSTRAK
Positive Deviance (PD) atau penyimpangan positif adalah salah satu inisiatif
program gizi bagi balita yang bcrbasis pada partisipasi masyarakat.
Di Indonesia, pada tahun 2004 tercatat 11 propinsi tclah melaksanakan pendekatan
PD. Ncgara-negara yang telah berhasil menyelesaikan masalah anak-anak malnutzisi
diantaranya adalah Vietnam, Haiti, Guinea, Bangladesh dan Nepal (PD dan Hearth
USAID, 2004). Di Indonesia, informasi yang telah dipublikasikan di antaranya yaitu
Kelurahan Palrneriam Jakarta Timur (Anisah, 2005), Kanagarian Guguak Serai
Sumatera Bafat (Ulfah, 2006), Proyek BP-Tangguh Papua (Nuhamara, 2006) dan
Kelurahan Mulya Harja Bogor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mcndalam tentang
partisipasi masyarakat sejak berdiri sampai terlaksananya kegiatan pos gizi serta upaya
mempertahankan keberhasilan pencapaian pos gizi untuk menekan prevalensi gizi bumk
dan gizi kurang pada balita.
Penelitian ini menggunakan desain Icualitatif dengan metode wawancara mendalam
dan FGD. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Mulya Haija selama Juni 2007. Sumber
informasi diperoleh dari 38 informan (5 kelompok FGD, 26 informan; 8 WM, 12
informan) dari LSM, dinkes, kelurahan, puskesmas induk, puskesmas pembantu, tokoh
masyarakat, kader posyandu dan orang tua balita.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa partisipasi rnasyarakat sudah terbentuk
dengan keterlibatan unsur-unsur masyarakat, yaitu memenuhi kriteria tingkatan fungsional. Kegiatan untuk menumbuhkan panisipasi tersebut' adalah melalui pelatihan,
sosialisasi program, pertemuan masyarakat, pendekalan personal dan pemberian insentif
bagi kader. Pihak-pihak yang bcrperan paling dominan dalam mendorong tumbuhnya
partisipasi masyarakat adalah ketua RW, ketua RT dan kader.
Faktor pcnghambat partisipasi adalah kondisi ekonomi, pengclolan keuangan
keluarga dan pendidikan masyarakat, tidak adanya pengalaman masa lalu
penanggulangan masalah gizi balita, luntumya budaya gotong royong di masyarakat
(salah satunya karcna ketergantungan pada bantuan pemerintah untuk masyarakat
miskin) serta kurangnya dukungan aparat kesehatan setempat. Faktor pendukungnya
adalah pengaruh besar tokoh masyarakat yaitu ketua RW dan RT serta kader posyandu.
Belum terlihat adanya sistern kemitraan yang dibangun atas dasar pembagian peran
untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Dari pcnclitian ini disarankan LSM mendapatkan upaya pendampingan yang
efektif untuk menumbuhkan kemandirian melalui partisipasi masyarakat. Selain itu,
LSM sebaiknya dapat menjadi lebih dari sekedar membuat model dari program
penanggulangan gizi, melainkan menjadi mitra pemerintah atau disebut sebagai service
base NGO. Sementara aparat pemerintah dapat lebih optimal mendorong Iahirnya
partisipasi masyarakat, dan donor dapat menjadikan partisipasi masyarakat sebagai
indikator keberhasilan program.

ABSTRACT
Positive Deviance (PD) is one of the inisiative of nutrition community base
program intervention for children under 5 (U5).
In Indonesia, ll provinces has conducted PD in year 2004. While countries which
have children malnutrition problem also use this approach. They are Vietnam, Haiti,
Guinea, Bangladesh dan Nepal (PD dan Hearth USAID, 2004). Areas covered by PD in
Indonesia (published data) are Village of Palmeriam Jakarta Timur (Anisah, 2005),
Village of Guguak Serai Sumatera Barat (Ulfah, 2006), Village of Proyek BP-Tangguh
Papua (Nuhamara, 2006) and Village of Mulya Hanja Bogor.
The objective of this research is to identify deeply community participation in PD-
hearth implementation from the very beginning stage to implementation of hearth in
order to solve children malnutrition problem. Besides, partnertship and the role of each
government institutions involved to encourage community participation were also part
of the objectives.
This qualitative research using indepth interview and FGD was conducted during
June 2007 in Village of Mulya Harja..Tl`otal informant involved was 38 people (5 groups
of FGD, 26 people; 8 indepth interview, I2 people) hom NGO, city health office,
village office, community health in village and sub district level, community leaders,
local volunteers (kader) and parents of children US.
This research was succesfully investigated that community participation existed,
approved by the involvement of community members and categorized as functional level
of participation. The activities to encourage participation were programme socialization, community meetings, trainings, personal approaches and incentive for kader. Local
informal leaders (head of RT/RW and kader) were dominantly stimulated community
participation. Some obstacles of community participation were economic condition,
household financial management, education, no experiment of participation and declined
tradition of partnership within community members, as well lack of partnership among
all competent govemment institutions.
This research suggested NGO to conduct more effective facilitation too develop
independence through community participation. Besides, it is better for NGO to play
more than just creating model for government, furthermore NGO can act as a service
base NGO due some govemment?s limitations investigated. In addition, funding agency
(in this case, government/Dinkes is the source of funding) would consider community
participation as one principle of programme.

"
2007
T34576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rahayuningtyas
"ABSTRAK
Partisipasi politik pemuda di Indonesia cenderung masih apatis di tengah maraknya pemberitaan media yang menggambarkan buruknya kondisi politik bangsa. Di sisi lain, partisipasi politik pemuda sangat penting sebagai penyeimbang Pemerintah selama menjalankan tugasnya. Berangkat dari kondisi tersebut muncul Parlemen Muda Indonesia (PMI) sebagai salah satu program Indonesian Future Leaders (IFL). PMI menyebut diri mereka sebagai gerakan nasional yang menjawab tantangan bangsa yaitu meningkatkan partisipasi politik pemuda. Tujuan penulisan tesis ini adalah mengetahui perubahan sosial seperti apa yang menjadi tujuan PMI serta mengetahui pada tipe gerakan sosial yang sudah PMI lakukan selama ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi media sosial, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa PMI kurang memahami sejarah demokrasi Indonesia sehingga program dan pendekatan yang dilakukan dalam menjalankan program tidak sesuai dengan konteks demokrasi Indonesia dan justru menjadikan praktek demokrasi Barat sebagai patokan. PMI menggunakan Media sosial sebagai salah satu strategi untuk menggerakkan pemuda Indonesia, tetapi ternyata justru membatasi keikutsertaan pemuda Indonesia yang tidak memiliki akses internet untuk terlibat dalam kegiatan PMI. Berdasarkan profil kegiatan, PMI termasuk dalam tipe gerakan partisipatif akar rumput, namun pada kenyataannya PMI belum dapat memenuhi syarat gerakan akar rumput sebab sistem yang dibangun, seperti sosialisasi yang dilakukan hanya di 11 kota dan seleksi secara online, banyak memberi batasan bagi pemuda untuk terlibat dalam gerakan PMI. Untuk menjadikan PMI sebagai gerakan nasional, proses sosialisasi secara lebih masif harus dilakukan, sehingga dapat melibatkan lebih banyak pemuda. Selain itu, sistem pendaftaran dan seleksi yang selama hanya dilakukan secara online saja harus disiasati strategi offline sehingga pemuda tanpa akses internet tetap dapat terlibat dalam kegiatan PMI.

ABSTRAK
Youth political participation in Indonesia tends to be apathetic in the midst of media reports that describe how bad the nation's politics. On the other hand, the political participation of youth is very important as a counterweight to the Government for performing their duties. From these conditions, Parlemen Muda Indonesia/PMI (Youth Parliament of Indonesia) as one of the programs of youth organization, Indonesian Future Leaders (IFL). PMI refers themselves as a national movement that sought to answer the nation problem which is increasing youth political participation. The purpose of this thesis is to find out what kind of social change in the objectives of PMI and determine what type of social change that has done so far. This study used a qualitative approach and using interviews, observation of social media, and document research as a method of collecting data. The results showed that the PMI do not understand the history of Indonesian democracy so that the program does not fit the context of Indonesian democracy and actually makes the practice of Western democracy as a benchmark. PMI uses social media as a strategy to move the Indonesian youth, but it turns out it limits the participation of Indonesian youth who do not have access to the Internet to engage in activities of PMI. Based on the profile, PMI included in this type of participatory grassroots movement, but in fact the PMI can’t qualify it because the system they built, such as socialization only in 11 cities and selection process only use online system, which is built a lot of limits for youth to engage in PMI movement. To make the PMI as a national movement, more massive socialization process should be conducted, so as to involve more youth. In addition, the application and selection system that has only done online just have to be handled offline strategies that youth without Internet access can still be involved in the PMI."
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnawati Dewi
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana probabilitas perempuan dalam menentukan preferensi antara bekerja dan menikah yang dilakukan secara bersama-sama, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menggunakan data dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012. Keputusan partisipasi kerja pada seorang perempuan sangat berkaitan erat dengan keputusannya dalam status perkawinan. Status perkawinan perempuan telah diketahui akan mempengaruhi keputusan perempuan dalam berpartisipasi di pasar kerja. Metode yang digunakan adalah model sequential probit, dimana masing-masing keputusan dilakukan secara berurutan menurut model probit biner. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan perbandingan karakteristik daerah tempat tinggal dan tingkat pendidikan, di dapatkan bahwa probabilitas terbesar seorang perempuan dalam menentukan pekerjaan dan perkawinanya adalah probabilitas perempuan bekerja dan menikah dengan pendidikan Perguruan Tinggi dan tinggal di daerah perkotaan yaitu sebesar 65.39 persen. Sedangkan probabilitas terkecil adalah probabilitas perempuan yang tidak bekerja dan tidak menikah yang tinggal didaerah perkotaan dengan pendidikan SD yaitu sebesar 0.004 persen.;

ABSTRACT
This study aims to determine how the probability of women in determining her preferences between work and married and the factors that influence it, using data from the National Socioeconomic Survey (Susenas) in 2012. Decisions on a female labor forcr participation is closely related to the decision in marital status. Marital status would influence a woman's decision to participate in the labor market. The method used is sequential probit models, where each decision made in sequence according to a binary probit model. The results showed that by comparison the characteristic of the residence and level of education, found that the greatest probability is the probability of working and married women with education Universities and live in urban areas in the amount of 65.39 percent. While the smallest probability is the probability of women who do not work and are not married who live in urban areas with primary education that is equal to 0.004 percent.;This study aims to determine how the probability of women in determining her preferences between work and married and the factors that influence it, using data from the National Socioeconomic Survey (Susenas) in 2012. Decisions on a female labor forcr participation is closely related to the decision in marital status. Marital status would influence a woman's decision to participate in the labor market. The method used is sequential probit models, where each decision made in sequence according to a binary probit model. The results showed that by comparison the characteristic of the residence and level of education, found that the greatest probability is the probability of working and married women with education Universities and live in urban areas in the amount of 65.39 percent. While the smallest probability is the probability of women who do not work and are not married who live in urban areas with primary education that is equal to 0.004 percent., This study aims to determine how the probability of women in determining her preferences between work and married and the factors that influence it, using data from the National Socioeconomic Survey (Susenas) in 2012. Decisions on a female labor forcr participation is closely related to the decision in marital status. Marital status would influence a woman's decision to participate in the labor market. The method used is sequential probit models, where each decision made in sequence according to a binary probit model. The results showed that by comparison the characteristic of the residence and level of education, found that the greatest probability is the probability of working and married women with education Universities and live in urban areas in the amount of 65.39 percent. While the smallest probability is the probability of women who do not work and are not married who live in urban areas with primary education that is equal to 0.004 percent.]"
2015
T42877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>