Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurita Widyanti
"Adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memungkinkan Desa merencanakan, mengatur dan mengelola anggaran dan program pembangunan secara mandiri untuk kemajuan desa itu sendiri serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu syarat kemajuan desa adalah keterlibatan dan partisipasi seluruh masyarakat. Di sisi lain, selama ini penyandang disabilitas yang ada di desa menghadapi permasalahan seperti kemiskinan, kualitas sumber daya manusia yang rendah hingga stigma negatif dari lingkungan sekitar. Konsep desa inklusi kemudian dipandang sebagai solusi masalah para penyandang disabilitas tersebut sekaligus pendukung pembangunan desa. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi konsep serta implementasi desa inklusi disabilitas dan mengetahui strategi pemberdayaan warga penyandang disabilitas di Desa Sendangtirto, Berbah-Sleman. Metode penelitian yang digunakan kualitatif deskriptif dengan instrumen pengumpulan data melalui observasi, wawancara, serta kajian literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi desa inklusi cukup efektifmemenuhi kebutuhan warga penyandang disabilitas, meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian, serta menjadikan mereka lebih aktif terlibat dalam pembangunan di Desa Sendangtirto. Strategi pemberdayaan warga penyandang disabilitas dilakukan pemerintah desa dengan memberikan layanan optimal kepada warga penyandang disabilitas, berupa penyediaan fasilitas umum yang aksesibel, pemberian pelatihan keterampilan serta pelibatan mereka dalam musyawarah desa. Namun, penelitian juga menemukan masih adanya permasalahan berupa data penyandang disabilitas yang tidak ter-update serta penanganan penyandang tuna grahita yang menjadi mayoritas warga disabilitas di Desa Sendangtirto belum dilakukan dengan tepat. Implikasi hasil penelitian ini adalah bahwa data warga penyandang disabilitas perlu dikelola dengan baik oleh KDD (Kelompok Difabel Desa) dan pemerintah desa dan melakukan penguatan keluarga penyandang tuna grahita. Untuk itu pemerintah desa dan KDD perlu bekerja sama dengan lembaga sosial atau panti sosial untuk mengatasi perawatan warga tuna grahita tersebut.

The existence of Law Number 6 of 2014 concerning Villages allows villages to plan, regulate and manage budgets and development programs independently for theprogress of the village itself and improve community welfare. One of the conditions for village progress is the involvement and participation of the entire community. On the other hand, so far people with disabilities in the village face problems such as poverty, low quality of human resources to negative stigma from the surrounding environment. The concept of an inclusive village is then seen as a solution to the problems of persons with disabilities as well as a supporter of village development. This research is intended to explore the concept and implementation of a disability inclusion village and to find out strategies for empowering people with disabilities in Sendangtirto Village, Berbah-Sleman. The research method used is descriptive qualitative with data collection instruments through observation, interviews and literature review. The results showed that the implementation of inclusive villages was quite effective in meeting the needs of people with disabilities, increasing self-confidence and independence, and making them more actively involved in development in Sendangtirto Village. The village government has implemented a strategy of empowering people with disabilities by providing optimal services to residents with disabilities, in the form of providing accessible public facilities, providing skills training and involving them in village meetings. However, the research also found that there were still problems in the form of data on persons with disabilities that were not updated and the handling of mentally disabled people who were the majority of people with disabilities in Sendangtirto Village had not been carried out properly. The implication of the results of this study is that data on people with disabilities needs to be managed properly by the KDD (Village Disability Group) and the village government and to strengthen families of people with mental disabilities. For this reason, the village government and KDD need to work together with social institutions or social institutions to address the care of these mentally disabled people."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rapanie
"Keberadaan kesenian tradisional Sumatera Selatan cenderung memprihatinkan, komunitasnya menunjukkan gejala ketidakberdayaan. Keadaan ini melemahkan fungsi sosial kesenian tradisional sehingga mengurangi perannya di dalam pembangunan daerah. Penelitian dengan metode kualitatif ini merupakan studi kasus terhadap komunitas Dulmuluk, seni teater tradisional di Sumatera Selatan. Kerangka konseptual yang dipergunakan adalah konsep dan teori-teori fungsi sosial kesenian, identitas, dan pemberdayaan. Pemberdayaan terhadap komunitas Dulmuluk perlu dilakukan agar fungsi sosialnya dapat berkontribusi terhadap identitas daerah. Hasil studi menunjukkan bahwa untuk melakukan upaya pemberdayaan maka kedua aktor pembangunan kesenian, yakni pemerintah dan komunitas seniman tradisional, harus bertindak bersama-sama dalam koridor konsep pemberdayaan dengan dasar prinsip- prinsip keadilan, kemandirian dan partisipasi komunitas, untuk membangunan martabat dan rasa percaya diri komunitas dalam menjaga kelangsungan tatanan budaya. Strategi yang diperlukan adalah pemberdayaan komunitas yang berbasis pada identitas fungsi sosial kesenian tradisional, sehingga membangun komunitasnya berarti membangun kesenian itu sendiri.

The existence of South Sumatra’s traditional arts community tends to be gradually apprehensive. The community is powerless due to the lack of economic support. This conditlon afiects its social functions in contributing to the sustainability of locai traditional arts. This study applies a qualitative research approach and uses a case study of Dulmuluk community—a community of traditional art performance in South Sumatra. The framework of this study is rooted on theories of arts social function, identity, and community empowerment. Dulmuluk community needs to be empowered immediately in order able to reform its social functions that plays essential role in forming the identity of region. The resuit of this study indicates that two actors of the sustainability of traditional arts—the govemment and the art community should be actively involved in the empowerment process. They have to work in collaboration using the empowerment consept based on the principles of justice, community utonomy and participation in building the community’s prestige and self-confidence which are usefull for maintaining the continuity of the cultural order. The strategy required to do so is the community empowerment based on the identity of social functions of the traditional art. Thus, the building of the art community means the building of the art itself."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26394
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendi Julius
"Tesis ini membahas tentang upaya pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan yang dilakukan ADP Wahana Visi Indonesia di Kelurahan Cilincing Jakarta Utara terhadap kelompok dampingan kesehatan dan pengembangan ekonomi serta mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat keterlibatan kelompok dampingan dalam kegiatan pemberdayaan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam seluruh tahapan program telah dilakukan upaya melibatkan warga dampingan dan pemangku kepentingan secara sengaja untuk mengoptimalkan proses pemberdayaan tersebut dan menyarankan agar komite proyek dapat diberikan peran dan tanggungjawab yang lebih besar lagi dalam pengelolaan program memasuki fase transisi program.

The focus of this study is about empowerment effort toward urban poor community in the area of health and economic development held by ADP in Cilincing village of North Jakarta City and to identify supporting and obstacle factor of targeted group?s participation in its community development activities. This research is qualitative descriptive interpretive.
The result of the research showed that in every step of the program, ADP has deliberately involved targeted community and stakeholder to take part in its activities and suggested that bigger role and responsibility given to project committee to manage the program as it enters to transisition phase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T32749
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Buang Sabdo Watyoko
"Pemuda merupakan elemen terpenting dari pondasi bagi setiap Negara, tak terkecuali di Indonesia. Banyak sudah sejarah besar bangsa Indonesia merupakan hasil dari kontribusi dan peran serta pemuda mulai dari peristiwa kebangkitan Indonesia, Sumpah Pemuda, peristiwa kemerdekaan sampai pada gerakan mahasiswa dan pemuda pada reformasi tahun 1998. Semua peristiwa-peristiwa diatas mencatatkan sejarah pergerakan pemuda di Indonesia dengan tinta emas. Sedangkan DKI Jakarta merupakan Ibukota Negara Indonesia, dimana segala pusat aktivitas ekonomi, politik bangsa Indonesia dan segala macam kejadian-kejadian besar diawali dari Jakarta. Setiap gejolak yang terjadi baik secara politik maupun ekonomi yang te!jadi di Jakarta akan sangat berdampak bagi stabilitas nasional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemuda dan Jakarta merupakan dua hal yang sangat strategis dan menarik untuk dikajL Untuk itu dalam mensikapi fenomena diatas perlu adanya arah pemberdayan pemuda yang tepa!dalam menggali potensi pemuda sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Penelitian ini berfokus pada bagaimana karakter dan potensi yang dimiliki oleh para penuda yang aktif dalam Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP), karena memang pemuda-pemuda inilah yang nanti akan menjadi pemimpin bangsa ini. Juga bagaimana program dan kebijakan pemerintah sela.ma ini dan strategi pemberdayaan pemuda kedepan. Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) selama ini perannya sangat membantu dalam pemberdayaan pemuda di DKI Jakarta ini, meskipun dirasakan perannya belum secara optimal. Untuk itu kedepan diperlukan strategi yang lebih baik dan matang dalam perencanaan prograrnnya yang tentu disesuaikan dengan kemampuan pengurus dan OKP masing-masing. Dalam menjalankan strategi pemberdayaan pemuda, OKP di DKI Jakarta perlu melakukan tiga langkah yaitu : proses penyadaran, proses pengkapasitasan dan proses pemberdayaan. Dari penelitian, Proses pemberdayaan terhadap pemuda, sudah beljalan namun dirasakan kurang optimal. Strategi kedepan yang dilakukan untuk proses pemberdayaan pemuda : menjalin kerjasama dengan instansi dengan lebih massif; untuk itu diperlukan komunikasi yang baik antara pemerintah dengan pihak OKP, senantiasa menyebarkan nilai­ nilai OKP kesemua pengurus dan anggota organisasi, meningkatkan kesolidan internal organisasi, memprioritaskan kegiatan yang berdampak langsung pada pemberdayaan pemuda dan rnasyarakat.

The youth is an important element of the national foundation in every country, included Indonesia. Many historical events of this country which have been the result of the contribution and participation of its youth, from the resurgence of Indonesia, the Youth Declaration, the Independence of Indonesia to the student and youth movement in the Reformation in 1998. Those events underlining the importance of the youth movement history in Indonesia Jakarta is the capital city of the Republic ofindonesia, in which all of the economy and politic activities are centralized and many significant events were begun in this city. Every dynamic which happen in either politic or economy in Jakarta will affect the national stability. Therefore, it can be concluded that the youth and Jakarta are two strategic and interesting things to be discussed. For this reason, it is needed an appropriate direction of the youth empowerment in digging out the youth's potencies based on their characteristics. This research is focused on how the characteristics and potencies of youth who are active in the youth organizations. Since in the future, they will be the leader of this country. It is also analyzed the role of the government program and policies, and also its strategy in the empowerment of the youth. The youth organizations actually have supported the youth empowerment in Jakarta but their role has not been optimum yet. Furthermore, in the future, it is needed a better and well-planned strategy based on the ability of the youth organizations and its members. In implementing the strategy of the youth empowerment, the youth organizations in Jakarta have to follow these three processes: raising awareness, enhancement of capacity, and empowerment. From this research, it is concluded that there is a process of youth empowerment but has not run well. So, the future strategies of the youth empowerment will be: a more massive coordination with the local government, regular internalization of the youth organization value to its members, enhance the internal bond, make a priority in the events that can directly affect to the youth and society empowerment."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T29168
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Siti Rohaeti
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21013
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sukirman Rahim
"Saat ini sedang terjadi konflik perebutan sumberdaya di kawasan hutan Kabupaten Bone Bolango. Konflik berawal dari kebijakan pemerintah pusat mengeluarkan alokasi pemanfaatan sumberdaya mineral berupa Kontrak Karya (KK) Generasi II tahun 1971 kepada PT. Tropic Endeavour Indonesia (TEI). Kemudian di perbaharui Kontrak Karya Generasi VII tahun 1998 kepada PT Gorontalo Mineral. Pada saat itu kawasan hutan masih berstatus Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Mengingat fungsi hutan Taman Nasional adalah kawasan yang menjadi penyangga ekosistem hutan seperti flora dan fauna yang endemik serta sebagai penyerap karbon. Seharusnya KK atau ijin eksplorasi tidak dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh konflik terhadap kondisi bio-fisik lingkungan, kehidupan sosial, dan kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar, peran oknum atau lembaga yang berperan dalam konflik tersebut, rumusan penyelesaian konflik antara masyarakat lokal dengan PT. Gorontalo Mineral pada kasus pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi terbatas, resolusi yang baik sehingga dapat diterima oleh pemerintah, masyarakat dan perusahaan, pemanfaatan ruang dan strategi pemberdayaan masyarakat lokal yang sebaiknya dilakukan di kawasan hutan produksi terbatas untuk mengurangi atau meredam konflik.
Metode penelitian adalah deskriptif-kualitatif pendekatan studi kasus melalui pengamatan lapangan, penelaahan dokumen, wawancara, dan diskusi kelompok. Analisis sesuai tujuan untuk memahami sikap, prilaku, pandangan masyarakat secara perorangan maupun kelompok terhadap kondisi lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan sejarah masuknya perusahaan tambang pada tahun 1971, lubang hasil eksplorasi digunakan masyarakat sebagai tambang liar sehingga menyebabkan konflik perebutan kawasan aktivitas sosial meningkat, tingkat kebutuhan ekonomi masyarakat meningkat, kondisi biofisik hutan produksi terbatas terjadi kerusakan walaupun belum berpengaruh signifikan terhadap lingkungan sekitar.terbukti dengan tingginya laju erosi dan sedimentasi, pencemaran air di badan sungai. Untuk meminimalisir konflik ditawarkan beberapa solusi untuk mengakomodir semua kepentingan, dengan merubah kawasan hutan dan tampa merubah status kawasan hutan. Pemberdayaan masyarakat menggunakan model dari L. Sukardi tetapi belum memberikan hasil terhadap pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan sebab masyarakat masih lebih mengedepankan pendapatan ekonomi dibandingkan rehabilitasi kerusakan lingkungan.

To date, there has been a conflict in the forest resources of Bone Bolango. Conflict begins with central government issuing policies about the allocation of utilization of mineral resources in the form of Contract of Work (CoW) Generation II Year 1971 towards PT. Tropic Endeavour Indonesia (TEI). An updated Generation VII Contract of Work Year 1998 was subsequently issued for PT. Gorontalo Minerals. At the time, the forest was still considered as conservation area, also known as Taman NasionalBoganiNaniWartabone (TNBNW). Given the function of the National Park forest is a buffer area of forest ecosystems, such as the endemic flora and fauna as well as a carbon sink, KK or exploration permits should not be issued by the central government. The existing conflict continued until 2010, causing changes in some parts of the TNBNW.
The problem studied in this research aims to explain the history of the entry of the company, the causes and consequences of conflict between the locals with PT. Gorontalo Minerals in case of utilization of limited production forest area, the effect of conflict on the condition of the bio-physical environment, social, and economic needs of the local communities, the role of individual or institution in the conflict, the formulation of conflict resolution between the local communities with PT. Gorontalo Minerals in the case of utilizing the limited production forest area, a good resolution that is acceptable to the government, the community and the company, space utilization and local community empowerment strategies that should be done in a limited production forest areas to reduce or mitigate conflicts.
The method employed in this study is descriptive qualitative through case study approach, which includes field observations, document analysis, interviews, and group discussions. Analysis of the purpose to understand the attitudes, behavior, public opinion (individually or in groups) on environmental conditions is also carried out.
The findings of this study reveal that the history of the entry of mining companies in 1971 hastriggered a number of issues. These are the escalation of conflict in the social activity areas,the increasing level of economic necessity of the locals, and the destruction of the biophysical condition of the forest (though the impact on the surroundings is still insignificant) as evidenced by the high rate of erosion and sedimentation, water pollution in the river banks. To minimize the conflict,thereare some solutions which can accommodate all interests, by changing the forest area without necessarily changing its status. Community empowerment is motivated by model of L. Sukardi, but it has not provided significant impact to the sustainable forest management because the locals still tends to emphasize economic returns compared to rehabilitation of environmental damage."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D1407
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Endang Setiowati
"ABSTRAK
Upaya pemberdayaan masyarakat pesisir yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul sejak 20 tahun yang lalu masih belum dirasakan secara merata oleh masyarakat di kawasan tersebut. Padahal di wilayah pesisir ini telah terjadi pergeseran dalam mata pencaharian, yaitu peralihan dari petani ke petani-nelayan ataupun nelayan-petani. Peralihan ini mungkin terjadi karena tuntutan keadaan dan dalam batas tertentu akan berdampak pada keberlanjutan sumberdaya daratan dan perairan Upaya pernberdayaan masyarakat pesisir dalam rangkaian pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam masyarakat pesisir inilah yang merupakan permasalahan yang mendasari penelitian.
Tujuan dari pellitian ini adalah untuk rnengetahui sejauh mana pengaruh kegiatan pemberdayaan dalarn peningkatan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian lingkungan masyarakat pesisir, sehingga dapat ditentukan atau disusun strategi pemberdayaan agar diperoleh hasil yang berdaya guna.
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi masyarakat pesisir di lokasi, baik yang menyangkut ilmu pengetahuan, teknologi maupun kesadaran dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lebih baik. Diharapkan dengan adanya pembahan tersebut akan terjadi peningkatan kesejahteraan serta tingkat partisipasi atau kepedulian dalam pelestarian lingkungan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan menekankan pada pendekatan kualitatif disertai dengan data dan analisis statistik (kuantitatif) sebagai penunjang. Penelitian ini mengambil kasus pemberdayaan sekelompok masyarakat di pesisir Kecamatan Tepus dan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam daratan, pesisir dan laut, yang mencakup wilayah Pantai Baron, Drini, Sundak dan Siung. Upaya pernbcrdayaan nelayan di pesisir Kabupaten Gunungkidul ini pertama kali dilakukan di Pantai Baron pada tahun 1980 yang kemudian diikuti oleh keetiga pantai lainnya.
Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa upaya pemberdayaan berupa peningkatan kesejahtraan masyarakat belum dapat menjangkau seluruh rnasyarakat nelayan disebabkan seluruh rangkaian kegiatan pemberdayaan yang terdiri lima upaya pemberdayaan tampak tidak terpola dan terkesan tidak ada perencanaan yang matang, baik untuk cara, waktu dan tempat pemberdayaan. Kemelimpahan sumberdaya laut pada umumnya belun dapat dimanfaatkan secara optimum oleh penduduk setempat, antara Iain disebabkan oleh keterbatasan teknologi dan kondisi sosiokultural yang menjadi kendala dalam adopsi dan keberlanjutan pemanfaatan teknologi mengingat pembinaan sosial budaya masih sangat kurang dibandingkan dengan upaya pemberdayaan lainnya.
Partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan sebagai hasil dan program pemberdayaan juga menunjukkan hasil yang belum optimal. Kepedulian masih ditunjukkan dalam pemahaman saja bukan pada suatu tindakan atau perbuatan yang nyata dengan tujuan yang lebih mengarah kepada pemenuhan kebutuhan ekonomi. Tujuan utarna dari pemberdayaan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum dapat tercapai secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Konsep keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat pesisir harus memperhatikan 5 (lima) upaya pemberdayaan yang terdiri atas upaya memotivasi masyarakat (motivasi), pembinaan ketrampilan, pembinaan dalam bidang pengelolaan (manajemen), pembinaan dalam usaha pelestarian lingkungan dan pembinaan sosial budaya, dimana faktor sosial budaya merupakan bagian penting dmi kelima upaya tersebut seluruh rangkaian, proses dan hubungan antar upaya pemberdayaan tersebut adalah proses pemberdayaan lanjutan dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan sehingga tujuan dari pemberdayaan masyarakat pesisir dapat tercapai baik dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan yang Iestari baik daratan, pesisir dan laut.
Program pemberdayaan lanjutan hendaknya dimasukkan dalam kerangka perencanaan yang matang dan lebih menekankan pada bidang sosial budaya khususnya pendidikan mengingat masih diperlukan sumberdaya manusia (SDM) masyarakat pesisir yang tanggap terhadap inovasi dan perubahan baru.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam kajian dan analisis mengenai upaya pemberdayaan masyarakat pesisir, terutama untuk daerah yang mempunyai karakteristik hampir sama dengan Iokakaji, dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam (daratan, pesisir dan laut) serta perubahan kondisi ekonomi, sosial dan budaya petani serta partisipasinya (petani-nelayan) dalam pengelolaan sumberdaya alam sebagai dampak adanya kegiatan pemberdayaan (diversitikasi mata pencaharian) tersebut. Dari penelitian ini dapat tergali dan terungkap pola kehidupan masyarakat setelah adanya upaya pemberdayaan yang menyangkut pola sosial, ekonomi dan budaya setempat dan dihubungkan dengan upaya mereka untuk melestarikan sumberdaya alam yang menjadi sumber kehidupannya untuk mendapatkan keseimbangan dan kesinambungan.

Abstract
Efforts to empower people living in coastal areas made by the regional govemment of Gunungkidul over the past 20 years have produced results although these are not enjoyed by all the people. The region has seen people in coastal areas change jobs. The shifts from farmers to farming-fishermen and fishing-farmers may be due to the current circumstances, and to a certain extent will affect the sustain- ability of land and marine resources. The coastal community empowerment program to enable them to use and manage marine resources is the issue on which this research was based on.
The research aimed at finding out how the empowerment activities affect the promotion of the people?s welfare and their participation in conservation the coastal environment so that efficient empowennent strategies can be set up or devised.
The community empowerment basically aimed at developing the potentials of the studied coastal communities with respect to scientific knowledge, technologies and awareness of using the available resources so that their quality of life could improve. These changes were expected to promote people?s welfare and their level of participation in or concern for environmental protection.
The research was conducted using the analytical-descriptive method with emphasis on the qualitative- approach; supporting data and statistical (quantitative) analysis were also furnished It studied the case of the empowerment program targeted at a group of people living in the coastal districts of Tepus and Tanjungsari in the regency of Gunungkidul, the program of which was supposed to enable them to use and manage the land, coastal and marine resources in the coasts of Baron, Drini, Sundak and Siung. The efforts to empower Eshennan in coastal of Gtmtmgkidul has been done for the Erst time in the coast of Baron in 1980 and then followed by the other coasts.
Research results showed that the empowemient program to promote people?s welfare had not been enjoyed by all the fishing communities because the empowerment program which consisted of tive activities was not properly outlined and carefully planned, in terms of method, time and place. Local communities had not been able to use the abundant marine resources because of tl1e lack of technological advances. Socio-cultural conditions also hampered the adoption and sustained use of technology be use training on socio-cultural was very limited compared with the other more iiequent empowennent activities.
Community participation in the environment conservation following the empowerment program was also not encouraging. People showed only awareness rather than actual steps or real actions toward fulfilment of economic requirements. The main objective of the program - promoting people?s welfare ~ had not been fully and sustainably achieved.
The concept of a continued coastal community empowerment program should take into account live empowering activities: motivating the communities (motivation), skills training, management training, environment conservation training and socio-culture. In all these five activities, the socio-cultural element plays an important part. The whole program, processes and interconnected activities are part of a follow-up empowerment process within the framework of sustainable development to achieve the goal of the coastal people empowerment program to promote people?s welfare and to protect land, coastal and marine environments.
Further programs should be carefully planned and emphasize on the socio-cultural aspect, particularly education, considering that coastal community members who are responsive to changes and innovations are vital to the programs.
This research were expected can be used as reference in find out and analysis about the coastal community empowerment program, specially for region that almost have similar characteristics, in use and manage natural resources (land, coastal and marine) and the changes of economic, social and culture condition of farmer also the participation (farmer-iisherman) in manage natural resources following the empowerment progam (diversification of employment) implementation From this research can be excavate and reveal the pattern of communities life after the empowerment activities with respect to local social, economic and cultural patterns and related with their effort to the natural resources conservation to get the balancing and contiously of their sources of life.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
D646
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>