Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bhenyamin Hoessein
Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP-UI, 2009
352 BHE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suryono
Jakarta: Bumi Aksara, 2020
303.4 AGU t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanto Wibowo
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
951 PRI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rochajat Harun
Jakarta: Rajawali, 2011
302.2 ROC k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lidya Triana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Priyanto Wibowo
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
951 PRI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Partrijunianti Gularso
"ABSTRAK
Pada tahun 1981, Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah No.43 th 1981, dan dalam kurun waktu 18 tahun, Depok menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 1999 berdasarkan UU No 15, atas dasar tuntutan dan aspirasi masyarakat maka Kotif Depok diangkat menjadi Kodya Daerah Tk II Depok dan ditetapkan pada tgl 20 April 1999.Perkembangan kota Depok semakin pesat dan meluas ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya.Pembangunan perumahan, pembangunan perkantoran, pembangunan pusat-pusat perbelanjaan, pembangunan pasar tradisional semi modern, dan bermacam-macam pembangunan pelayanan umum dilaksanakan hampir di seluruh wilayah secara bersamaan. Dengan semakin meluasnya perkembangan pembangunan di segala bidang, sudah barang tentu membutuhkan lahan untuk mengaktualisasikannya.Lahan penduduk kampung yang semula merupakan lahan pertanian, dan perkebunan buah-buahan, menjadi menyusut karena dijual untuk kepentingan tersebut.Kondisi ini berdampak pada terjadinya suatu perubahan di berbagai aspek kehidupan penduduk kampong Rawakalong yang mengaku dirinya sebagai orang Betawi di wilayah Kodya Depok. Mereka kemudian mengubah pekerjaannya semula sebagai petani, menjadi pekerjaan lain di sector informal seperti bekerja sebagai tukang ojek, srabutan, tukang bangunan, dan pemilik rumah petak yang disewakan. Pekerjaan di sector informal tidak memberikan penghasilan tetap dan tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga, dan mereka merespons kondisi ini dengan cara adaptif dimana para suami mengijinkan isteri mereka untuk bekerja di luar rumah dengan beberapa syarat yang tidak jauh menyimpang dari kebudayaan mereka. Dan pekerjaan yang banyak dilakukan oleh para perempuan di kampung ini adalah sebagai pekerja rumahtangga. Bentuk respons lainnya terjadinya konflik antara pasangan suami dan isteri karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Konflik yang berkepanjangan bisa berakhir dengan suatu perceraian, dan kemudian terjadi perkawinan baru dengan perempuan lain. Oleh karena itu kawin?cerai menjadi suatu hal yang biasa terjadi di kampong ini. Untuk memperoleh data penelitian dilakukan penelitian kualitatif, terhadap beberapa orang informan yang bisa mencakup berbagai usia dan status perkawinan dengan cara observasi, wawancara mendalam dan menggunakan pengalaman hidup mereka (life history method).

ABSTRACT
In 1981, the government established the Administrative Town of Depok through Government Decree No.43 of 1981, and within 18 years, Depok showed considerable development. In 1999, based upon Legislation No.15 as well as the aspirations of its citizens, the Administrative Town of Depok was elevated to the Regional Municipality of Depok on April 20, 1999. The rate of development of Depok increased and spread to the surrounding areas. The development of housing, office complexes, retail centers, semi-modern traditional markets, and other public service facilities went underway almost at once throughout the area. The increase in growth and development in every area required space. Land held by kampong residents that was previously utilized as farmland and orchards decreased in area through their sale for development projects. The impact took the form of change in many aspect of life among the people of the kampong of Rawakalong,who identify themselves as Betawi of the Municipality of Depok. The people left their farmwork for other occupations in the informal sector, such as motorcycle taxis (ojek ), construction work, and tenement leasing. Work in the informal sector does not provide a steady income, nor does it cover family needs, and their response is adaptive. Husbands allow their wives to takes jobs outside the home, under certain conditions that do not break from their cultural norms. The job must often sought by the women of the kampong is as domestic help. Another response involves conflict between spouses, due to an inability to adapt to the changes occurring . A prolonged conflict may end in divorce, which may lead to re-marriage. Thus divorce and re-marriage has become common in this kampong. Data was collected through qualitative research among informant of varying age and marital status, with observation, in-depth interviews and the use of the life-history method."
Depok: 2012
D1305
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jacob Peniel Ninu
"ABSTRAK
Kota merupakan pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, pendidikan, politik, sosial dan budaya. Kota, dengan demikian menjadi pusat industrialisasi dan tempat terkonsentrasinya penduduk serta tempat pendistribusian barang dan jasa. Sebagai pusat kegiatan manusia, kota tidak statis tetapi terus berkembang. Perkembangan kota ke pinggiran kota membawa dampak terhadap kehidupan warga lokal dan dinamis. Berbagai perubahan sosial dialami oleh warga lokal, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang politik. Untuk menjelaskan perubahan sosiail di pinggiran kota, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa perubahan sosial yang dialami oleh warga lokal yakni: i). Dalam bidang ekonomi, yaitu berubahnya okupasi warga lokal yakni dari pertanian ke non-pertanian dan hilangnya mata pencaharian sampingan warga. Dalam hal kepemilikan lahan, berubahnya sistem kepemilikan lahan secara budaya (sistem warisan), status hukum, luas dan fungsi atau tata guna lahan). ii). Dalam bidang budaya yaitu: memudarnya mepu nekmese, berubahnya nilai belis dari nilai budaya ke nilai ekonomis, makna budaya (komunikasi) dalam oko mama berubah menjadi nilai ekonomis dan politik, serta berubahnya gaya hidup (life style) dari berbagai lapisan sosial. Dalam bidang stratifikasi sosial ditandai dengan hilangnya peran elit lokal di dalam bidang pemerintahan (sistem marga) dan meningkatnya status sosial warga. Perubahan dalam bidang relasi sosial ditandai dengan berubahnya relasi sosial yang berbasis kultur ke ekonomi, serta munculnya relasi sosial dengan berbagai institusi. iii). Dalam bidang politik ditandai dengan adanya kebebasan warga dalam menggunakan hak politik baik dalam menyampaikan aspiranya maupun dalam kepengurusan suatu partai politik.

ABSTRACT
The city is a center of economic activities, government, education, politic, social and culture. The city is also a place of industry center, citizen and the place of distribution of good and servise. As a center of people activitities, the city not static, but always develop. Urbnization to the sub-urban to bring consequence to the local society. There are social changed in the economic, social, culture and politic. To explan social change in the sub-urban, researcher use the qualitative method and case study. There are many social change in the local society : i). In the economic, there are occupation change from the agriculture to the non-agriculture and disappear addition occupation. In the own of the land, thera a change in the status of the owner of the land. ii). In the culture, there is a faint of ?mepo nekmese?, the chaged of ?belis? ,? oko mama? value, politic participation, life style and social stratification. In the social stratification, disappear local society ( sistem marga) in the government and social mobility of local society. In the social relation, there are a change in social relation from cultural to economic and there is a social relation with NGO. iii). In the politic, the citizens have the freedom to use the politic right and free to give opinion."
Depok: 2012
D1355
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>