Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 326 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Mulyani Indrawati
Jakarta: UI-Press, 1998
PGB 0537
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: P2MPS ( Perkumpulan Pengkajian Masyarakat dan Perubahan) Sleman, Yogyakarta, 2012
JSPA 1:2 (2012)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Data dan Analisis TEMPO,
959 TEI
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung : Program Studi Pembangunan Program Pasca Sarjana - ITB, 2018
320 JSP
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riswandi
Abstrak :
Sejak Soeharto "1engser" pada tanggal 21 Mei 1998 dan digantikan oleh BJ. I-Iabibie sebagai Prcsiden RI Ketiga, surat kabar Indonesia lampak lebih sering dan berani menampilkan isu-isu demokratisasi seperti terlihat dari judul-judul berita surat kabar Ko/npcs. Merdelm, dan Republika, dan surat kabar Iainnya_ Bcrritik tolak dari pengamatan inilah peneliti ingin mengetahui jawaban permasalahan ?apakah terdapar kccenderungan perbedaan di antara media celak di Jakarta, khususnya harian Kompas, Me/-dcka, dan Repizb/ikca dalam memuai isu-isu demokratisasi pada era Orde Baru dan Orde Reformasi" dan ?apakah terdapat pula kecenderungan perbedaan di antara K0/npn.s°, A/Ie/z/eka, dan Republika dalam menampilkan apa yang discbul dengan politisi, profesional, dan aklivis pada era Orde Baru dan Orde Reformasi". Pisau analisis (tools Q/ analysis) yang dipakai adalah teori Dan Nimmo sebagaimana dikemukakannya dalam bukunya Korfmnilrcm-i Polilik : Komuni/fcuor, l?e.mn_ dan Media, yang mengatakan bahwa komunikanor politik mencakup poli1isi_ profesional, dan aktivis_ Penelitian ini bersifat deskriptit] dan menggunakan metode analisis isi (Content Analysis ). Sctciah dilakukan penclilian tcrnyata tidak rerdapat perbedaan yang tajam di antara sura: kabar Indonesia, khususnya harian Kompas, Merdeka, dan Republika dalam memuat isu-isu demokratisasi pada era Orde Baru dan era Orde Reformasl Di samping tidak terdapat pula pcrbedaan antara isu-isu demokralisasi yang dimual harian Kompas, Merdeka, dan Republika pada era Orde Baru dan Orde Reformasi. Temuan lain adalah bahwa tidak terdapat perbedaan yang rajam di antara surar kabar Kompas, Merdeka, dan Republika dalam menampilkan komunikator poiitik yang mencakup politisi, profesional, dan aktivis pada era Orde Bam dan Orde Refommasi. Dengan demikian perubahan Sistem Politik Indonesia yang ditandai oleh pergantian rejim dari rejim Soeharto yang otoriter kepada rejim Habibie yang lebih demokratis tidak mengakibatkan terjadinya perubahan pola pemberitaan media cetak nasional, khususnya harian Konrpcrs, Mcnleku, dan Repul>liku_ Hal ini disebabkan karena ide-ide dcmokratisasi yang, berkembang di dalam masyarakat belnm terdistribusi secara merata pada media cezak nasional, khususnya harian Kompcrs, Merdelm, dan Republika. Beranjak dari lemuan ini, maka pimpinan harian Kompas. Murdeka, dan Republika harus menetapkan sualu kcbijakan yang mampu mengakomodasikan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T6111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Kurnia Putri
Abstrak :
ABSTRAK Museum Ranggawarsita merupakan museum provinsi di Jawa Tengah yang dibangun melalui proyek rehabilitasi dan pembangunan museum. Pada tahun 1975, pembangunan Museum Ranggawarsita dirintis dan mulai dibuka secara bertahap pada tahun 1983 dan 1989. Museum Ranggawarsita memiliki koleksi yang berasal dari seluruh Jawa Tengah, antara lain berupa arca, emas, fosil, uang, kitab, batik, baju dan senjata tradisional. Museum ini dibangun dengan jumlah dana paling banyak dari museum provinsi yang dibangun pada kurun waktu 1975 hingga 1990. Pemerintah Orde Baru memberikan penekanan khusus pada Museum Ranggawarsita melalui alur cerita yang mewariskan ingatan tentang jasa Orde Baru dalam pembanguan Indonesia. Museum Ranggawarsita memuat narasi sejarah Orde Baru yang diwujudkan dalam alur cerita dan penataan koleksi. Dua gedung yang menjadi representasi langsung dari Orde Baru, yaitu Gedung C dan D. Koleksi yang dipamerkan berupa diorama, senjata, lukisan beberapa tokoh, dan bendera panji. Koleksi yang dipamerkan dalam dalam kedua gedung ini merepresentasikan Orde Baru yang cenderung militeristik dan mengutamakan perjuangan fisik. Narasi dalam alur cerita versi Orde Baru di Museum Ranggawarsita terus bertahan meskipun Orde Baru telah runtuh pada tahun 1998. Diorama perjalan sejarah bangsa, merupakan salah satu bagian alur cerita dalam Museum Ranggawarsita yang memuat narasi Orde Baru. Perubahan baru terjadi di tahun 2002, ketika disahkannya Undang-undang Otonomi Daerah, namun tidak banyak perubahan pada alur cerita di Museum Ranggawarista. Era Reformasi merupakan masa perubahan dan beberapa museum, seperti Monumen Nasional, telah mengganti narasi yang cenderung militeristik menjadi lebih terbuka. Hal ini tidak terjadi di Museum Ranggawarsita yang tetap mempertahankan narasi Orde Baru hingga tahun 2009.
ABSTRACT Ranggawarsita Museum is a provincial museum in Central Java that was built through a museum rehabilitation and construction project. The construction of the museum began in 1975 and it was opened for public gradually since 1983 and 1989. Ranggawarsita Museum has collections from all over Central Java, including statues/arca, gold, fossils, money, holy books, batik, traditional clothes, and traditional weapons. Ranggawarsita museum was built with the largest fundings among provincial museum project initiated by The New Order government in the period of 1975 to 1990. The New Order government put special emphasis on Ranggawarsita Museum through a storyline that inherited memories of the New Order's greatness in Indonesian development. Ranggawarsita Museum constructs historical narrative of The New Order which are manifested in the storyline and the arrangement of collections. There are two buildings which become the direct representation of The New Order, namely Building C and Building D.  Some collections displayed there including diorama, weapons, paintings of several figures, and war flags. Collections displayed in those two buildings represent the New Order narrative which tends to be militaristic and accentuates the physical struggle. The narrative of the New Order in Ranggawarsita Museum's display storyline continued despite the collapse of the New Order in 1998. It can be seen in the museum's diorama of Indonesia's historical journey which still contains the narrative of the New Order. In 2002 the Regional Autonomy Law was applied in the country, but there were not many changes to the storyline narrative of Ranggawarsita Museum. Reformation era is a period of change and several museums, such as the National Monument, have replaced the narrative of the New Order into some other opened narratives. But it did not happened at the Ranggawarsita Museum which maintained the New Order narrative until 2009.     

Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T51843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manambe, Ellena Florance
Abstrak :
Teori demokrasi deliberatif sebagai salah satu cara untuk melengkapi, atau bahkan menyempurnakan praktek demokrasi liberal (demokrasi representatif) di Indonesia paska Reformasi. Dengan menggunakan perspektif demokrasi deliberatif milik Jǖrgen Habermas seorang ilmuwan sosial kritis madzab Frankfurt maka setidaknya Teori demokrasi deliberatif sedikit banyak bisa memberikan kontribusi terhadap ide dan praktek demokrasi liberal yang sedang dijalankan di Indonesia, khususnya setelah Reformasi 1998. Dalam demokrasi deliberatif, kebijakan-kebijakan penting (perundang-undangan) dipengaruhi oleh diskursusdiskursus “liar” yang terjadi dalam masyarakat Di samping kekuasaan administratif (negara) dan kekuasaan ekonomis (kapital) terbentuk suatu kekuasaan komunikatif melalui jaring-jaring komunikasi publik masyarakat sipil. Kajian teori ini megkaji setelah dari lebih satu dekade, bagaimana sebetulnya nasib perjalanan demokrasi di negara-negara demokrasi di dunia, dan dalam hal ini khususnya di Indonesia? Apakah perjalanan demokrasi kita masih “on the right track”, atau sebaliknya, kita sebetulnya sudah jauh menyimpang dari prinsipprinsip, ide-ide atau aturan-aturan demokrasi yang sesungguhnya. Kekosongan pengetahuan tentang arah demokrasi dan proses demokratisasi merupakan PR besar bangsa ini mengingat proses dan implementasi model demokrasi dan demokratisasi sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Perdebatan atas pemikiran demokrasi selama satu abad terakhir oleh Josep Schampeter diaminkan oleh Josep Besette terkait tradisi kebersamaan diruang public memberikan bobot yang lebih besar untuk apa disebut "kebebasan dan modern", kebebasan berpikir dan hati nurani, hak-hak dasar dari inti demokrasi merupakan dasar dari lahirnya kebijakan dan aturan hukum. Ini menjadi pertimbangan penulis terkait dengan kajian teori demokratis. Penulis ingin mengevaluasi banyak hal terkait proposal yang secara teoretikus demokrasi menawarkan konsolidasi lembaga-lembaga secara demokratisasi. Penulis memusatkan perhatian pada paradigma baru demokrasi, model "demokrasi deliberatif", saat ini menjadi yang paling sangat cepat berkembang tren nya dalam implementasi. Gagasan utama penulis: bahwa dalam pemerintahan yang demokratis keputusan politik harus dicapai melalui proses musyawarah, persamaan hak masyarakat sipil dalam bentuk partisipasi publik, dimana bicara demokrasi sudah ada sejak kelahirannya pada abad kelima. Cara-cara musyawarah dan tidak berjarak dengan daerah pemilih menjadikan demokrasi deliberatif sebagai jalan penyempurnaan yang sangat kaya makna. Deliberatif memainkan peran sentral dalam berkembangnya pemikiran demokrasi itu sendiriCara Teori Demokrasi Deleberatif sebagai Jalan Penyempurnaan Demokrasi Liberal (Demokrasi Representatif/Perwakilan) di Indonesia Paska Reformasi. ......The theory of deliberative democracy is the one who’s going to complete or even accomplish the practice of democracy liberal (democracy representative in Indonesia while reformation). By using perspective democracy a deliberative belonging to jurgen habermas a social scientist at least the theory democracy of deliberative more or less can contribute for an idea and practices democracy liberal being executed in Indonesia, especially after 1998’s reform. In a deliberative democracy, policies matters (legislation) influenced by discussion occurring in the community in side administrative power (a state) and power economical (capitalized) formed his communicative through public communication civil society. This is the core democracy a deliberative being the writer testing to be applied in a political system or of the Indonesian. Critical theory of deliberative democracy at least through to contribute the idea and practice of liberal democracy in Indonesia, especially after the Reformation of 1998. In deliberative democracy, policies important (law) influenced by discourses "wild" in society in addition to the administrative authority (ies) and economic power (capital) form a communicative power through public communication web of civil society. This is the core of deliberative democracy being the author of the trial to be applied in the political system or government post-New Order Indonesia.) The disagreement which has existed in democratic thought over the past centuries between the tradition associated with Josep Schampeter , which gives greater weight to what Josep Basette called “the liberties of the moderns”, freedom of thought and conscience, certain basic rights of the person and of property and the rule of law. It is with those considerations in mind that I will be examining the present debate undemocratic theory. I want to evaluate the proposals that democratic theorists are offering inorder to consolidate democratic institutions. I will concentrate my attention on the new paradigm of democracy, the model of “deliberative democracy”, which is currently becoming the fastest growing trend in the field. Their main idea: that in a democratic polity political decisions should be reached through a process of deliberation among free and equalcitizens, has accompanied democracy since its birth in fifth century. The ways ofenvisaging deliberation and the constituency of those entitled to deliberate have variedgreatly, but deliberation has long played a central role in democratic thought.What we see today is therefore the revival of an old theme, not the sudden emergence of a new one.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Gunawan Sumianto
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Andri Gunawan SumiantoProgram Studi : Administrasi dan Kebijakan PublikJudul Tesis : Analisis Efektivitas Manajemen Perubahan Pada Reformasi Birokrasi di Kejaksaan Upaya pembaruan atau reformasi di organisasi Kejaksaan sudah dimulai sebelum reformasi birokrasi dicanangkan sebagai agenda nasional. Namun kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang tidak kunjung membaik. Manajemen perubahan di Kejaksaan menjadi objek yang penting dicermati dalam penelitian ini mengingat perubahan membutuhkan kepemimpinan sebagai faktor kunci dan memiliki resiko kegagalan. Sehingga permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah mengapa manajemen perubahan pada reformasi birokrasi di Kejaksaan tidak efektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan metode pengumpulan data kualitatif melalui studi dokumen dan wawancara mendalam. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah model perubahan yang digagas oleh Kotter yang membagi perubahan ke dalam delapan tahapan yang kemudian menjadi variabel dalam penelitian ini. Penelitian ini juga menggunakan teori kepemimpinan khususnya peran pemimpin dalam perubahan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa manajemen perubahan di Kejaksaan tidak berjalan dengan efektif. Meskipun upaya-upaya perubahan sebagaimana teori Kotter sudah dilaksanakan oleh Kejaksaan, tetapi upaya tersebut tidak berjalan secara optimal. Kepemimpinan menjadi faktor yang mempengaruhi pengelolaan reformasi di Kejaksaan, selain perubahan yang belum menjadi nilai dalam budaya organisasi. Kata kunci:Manajemen perubahan, reformasi birokrasi, kepemimpinan, kejaksaan
ABSTRACT
Name Andri Gunawan SumiantoStudy Program Administration and Public PolicyTitle Analysis in Change Management Effectiveness on Bureaucratic Reforms in the Attorney General rsquo s Office Efforts to reform in the Attorney General rsquo s Office have begun before bureaucratic reforms are declared as national agenda. However, the credibility and public trust of the Public Prosecution Service as a government institution that exercises state power in the field of prosecution and other authorities under the Law does not improve. Change management in the Attorney General rsquo s Office became an important object in this study considering that change requires leadership as a key factor and has a risk of failure. The problem to be answered in this research is why the change management on bureaucracy reform in Attorney General rsquo s Office is not effective. This study used a post positivist approach with qualitative data collection methods through document studies and in depth interviews. The theory used in this study is a model of change initiated by Kotter which divides the changes into eight stages which then becomes the variable in this study. This research also uses leadership theory especially the role of leader in change. The results of this study conclude that the change management in the Attorney General rsquo s Office is not running effectively. Despite efforts to change as Kotter 39 s theory has been carried out by the Attorney General rsquo s Office, the effort has not worked optimally. Leadership becomes a factor affecting the management of reforms in the Attorney General rsquo s Office, in addition to changes that have not yet become a value in organizational culture. Keywords Change management, bureaucratic reform, leadership, Attorney General rsquo s Office
2017
T48496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Bandawati
Abstrak :
Judul : Birokrasi in the “Backstage” dalam Lakon Reformasi Birokrasi Birokrasi dengan struktur organisasi yang tersusun secara hierarkis ternyata tidak dapat sepenuhnya mengekang gerak para aparatur yang ada di dalamnya, seperti yang terlihat dalam praktik-praktik sosial mereka saat melaksanakan kebijakan reformasi birokrasi. Para aparatur secara sistem dan struktur dituntut untuk dapat melaksanakan kebijakan tersebut sesuai dengan aturan yang ditetapkan namun sebagai seorang aktor/agent mereka memiliki keleluasaan untuk “bermain” dalam bentangan struktur yang ada. Terlebih lagi kebijakan reformasi birokrasi dinilai tidak sesuai dengan budaya kerja yang telah dipraktikan selama bertahun-tahun. Bentangan struktur justru menuntun agent untuk melakukan praktik-praktik sosial dimana hal ini berarti struktur bukanlah sesuatu yang sepenuhnya mengekang (constraint) tetapi disaat yang sama juga membebaskan (enabling) sebagai proses timbal balik atau dualitas. Namun kebebasan mereka dalam mengarungi struktur ternyata tidak dapat sepenuhnya dilakukan dengan tanpa batas karena ada aturan main yang berlaku dalam ranah (field) tempat mereka “bermain”. Sejauh dan sedalam apa para aparatur dapat “bermain” mengarungi belantara struktur juga dipengaruhi oleh modal (capital) yang dimilikinya. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini berusaha untuk menggambarkan bagaimana birokrasi yang sebenarnya terjadi di “backstage”. Bisa dikatakan “backstage” adalah tempat yang tepat untuk melihat potret birokrasi yang sebenarnya karena di sini merupakan tempat persinggungan dari struktur organisasi, budaya kerja, dan kebijakan reformasi birokrasi saling bertemu dan mempengaruhi praktik-praktik sosial aparatur. Pada akhirnya birokrasi yang selalu diidentikan sebagai sebuah bentuk organisasi modern pada kenyataannya ternyata tidak dapat meninggalkan cara-cara tradisional dalam praktik-praktik sosialnya sehari-hari. ......Apparently, a well graded organizational structure in a bureaucracy could not completely restraint the bureaucratic apparatus from making their moves as shown in the social practices where they execute the bureaucratic reformation policy. According to the system and structure, the apparatus are estimated to be able to do the policy in tune with the regulation. However, as an agent, they have the discretion to “play” within the structure. Moreover, the bureaucratic reformation policy is assessed as something that isn’t in line with the work culture which has been there for years. Structural expanse precisely guides the agent to be able to do the social practices. It can be said that structure isn’t something that fully constraint, but at the same time it can also enable the agent to maneuver, it’s a dualism. There is no such thing as a complete freedom in a structure without considering the rules existed in the field where the agent usually “play”. In addition, capital owned by agents will affect their existence in the field during the “play”. With the background stated, this research is trying to portray how bureaucracy actually happens in the “backstage”. It can be assumed that “backstage” is a suitable place to see the real picture of bureaucracy. In the “backstage” you will see how organizational structure, work culture, and bureaucratic reformation policy collide and influence the apparatus social practices. At the end, it turns out that bureaucracy, which usually associated with a modern organization, still uses some traditional ways in its daily social practices.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library