Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54 dokumen yang sesuai dengan query
cover
George Simon Tongam
"Serat optik merupakan salah satu media transmisi guided yang banyak digunakan pada saat ini karena memiliki berbagai macam kelebihan, antara lain memiliki tingkat keamanan data yang tinggi, memiliki rentang hidup yang panjang dibandingkan dengan media transmisi komunikasi lainnya, dan dapat membawa informasi dalam kapasitas yang besar. Namun, sebagai salah satu media transmisi, serat optik juga mengalami rugi-rugi saat mentransmisikan informasi, terlebih dalam rugi transmisi daya. Salah satu rugi-rugi yang menjadi perhatian adalah rugi macro bend pada serat optik. Penelitian ini akan meninjau seberapa besar pengaruh lengkungan serat optik terhadap transmisi daya menggunakan Optical Light Source (OLS) dan Optical Power Meter (OPM) dengan memvariasikan lekukan pada serat optik, variasi panjang gelombang pada Optical Light Source, serta variasi jenis serat optik yang digunakan, yaitu insensitive/sensitive bend fiber. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis kabel G652 mencapai bending loss sebesar -43.7 dB/unit pada dua lilitan dengan radius bending 0,5 cm, sedangkan jenis kabel G657 mencapai bending loss sebesar -50 dB/unit pada tiga lilitan dengan radius bending 0,5 cm. Bending loss mencapai hasil yang signifikan pada radius bending di bawah 3 cm. Rugi-rugi lengkungan pada serat optik dipengaruhi oleh jenis kabel pada serat optik, panjang gelombang pada sumber optik, jumlah lilitan dan radius bending, dengan faktor rugi-rugi yang paling signifikan dipengaruhi oleh radius bending.

Optical fiber is one of the guided transmission media that is widely used today because it has various advantages, including having a high level of data security, having a long life span compared to other communication transmission media, and being able to carry information in a large capacity. However, as a transmission medium, optical fiber also suffers losses when transmitting information, especially in power transmission losses. One of the losses of concern is the macro bend loss in optical fiber. This study will discuss how much influence optical fiber has on power transmission using Optical Light Source (OLS) and Optical Power Meter (OPM) by varying the optical fiber, length variations on Optical Light Source, and optical variations used, namely insensitive/sensitive bend. fiber. The results obtained indicate that the G652 cable type achieves a bending loss of -43.7 dB/unit in two turns with a bending radius of 0.5 cm, while the G657 cable type achieves a bending loss of -50 dB/unit in three turns with a bending radius of 0.5. cm. Bending loss achieves significant results at bending radii below 3 cm. Bending loss in optical fiber is influenced by the type of cable in the optical fiber, the wavelength of the optical source, the number of turns, and the bending radius, with the most significant loss factor being influenced by the bending radius."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Harish
"Pada penelitian ini, dilakukan sebuah evaluasi dari jaringan serat optik di sebuah institusi perguruan tinggi yang berlokasi di Depok dan metode peningkatannya. Jaringan serat optik tersebut merupakan sebuah jaringan serat optik yang secara keseluruhan terletak di bawah tanah yang dirancang berdasarkan topologi star yang berpusat pada gedung Pusat Ilmu Komputer dari institusi tersebut. Jaringan serat optik ini termasuk kedalam tipe active optical network (AON) yang mengandalkan peralatan elektronik aktif untuk melakukan operasi switching yang dilakukan di layer 3 dari model OSI Layer. Jaringan serat optik ini terdiri dari gabungan antara single-mode fiber dan multi-mode fiber yang digunakan secara berkesinambungan dengan menggunakan cahaya dengan panjang gelombang 850 nm untuk multi-mode dan 1350 nm untuk single-mode. Kapasitas total dari jaringan serat optik ini untuk saat ini adalah 2.6 Gbps dengan 1.6 Gbps untuk penggunaan internet internasional dan 1 Gbps untuk penggunaan internet domestik. Kapasitas internet internasional tersebut dibagi lagi menjadi dua, 0.8 Gbps diarahkan menuju Telkom dan 0.8 Gbps sisanya menuju Indosat. Jaringan tersebut juga tersambung dengan area kampus Salemba yang letaknya terpisah melalui Metro Ethernet Indosat dengan kecepatan 270 mbps. Pada penelitian ini, dikemukakan sebuah ide bahwa sambungan tersebut dapat dikembangkan lagi menuju institusi perguruan tinggi lainnya untuk meningkatkan kesinambungan antara perguruan-perguruan tinggi di Indonesia.

This paper presents an evaluation of a fiber optic network of a higher education institution that is located in Depok and its improvement methods. The fiber optic network in question is a wholly underground network with designs based on the star topology centered in said institution’s Center for Computer Science. The fiber optic network is an active optical network (AON) which relies on a set of electrically powered switches to perform switching or routing operations which is conducted in the layer 3 of the OSI Layer model. The fiber optic network utilizes a combination of both single-mode fiber and multi-mode fiber concurrently with the 850 nm wavelength reserved for the multi-mode fiber and 1350 nm wavelength for the single-mode fiber. The current total capacity of the network is 2.6 Gbps with 1.6 Gbps allocated for international connections and the remaining 1 Gbps for domestic internet connections. The 1.6 Gbps bandwidth for international connection is further divided into two halves, 0.8 Gbps is routed through Telkom and the other half is routed through Indosat. This network is also connected to an off-site campus located at Salemba through Indosat's Metro Ethernet network with a data rate of 270 mbps. This paper presents the idea of expanding this connection to include other higher education institution to increase the degree of connectivity between educational institutions in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Pradana Maryadi
"Anak sindrom Down memiliki risiko komorbiditas yang tinggi akibat silent aspiration yang persisten. Hingga saat ini, belum ada data secara khusus mengenai gambaran disfagia pada anak sindrom Down dengan menggunakan instrumen FEES.
Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran disfagia pada anak sindrom Down dengan melihat prevalensi, karakteristik subjek dan gambaran disfagia berdasarkan parameter FEES.
Metode: Penelitian cross-sectional yang bersifat deskriptif terhadap 43 anak sindrom Down dengan kecurigaan disfagia di RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan pemeriksaan FEES periode November 2019–Januari 2020.
Hasil: Prevalensi disfagia didapatkan 13 dari 43 subjek (30,2%). Gejala disfagia pada anak ≤6 bulan adalah apnea saat menyusu (2/2), pada anak >6 bulan adalah hanya makan makanan tertentu atau lebih menyukai cairan kental (8/11). Komorbid yang paling banyak menyertai adalah kelainan jantung dan tiroid (6/13). Komplikasi yang sering terjadi adalah pneumonia aspirasi (4/13). Pada pemeriksaan awal FEES didapatkan lip seal lemah (12/13). Pada pemeriksaan FEES, Preswallowing leakage, residu, penetrasi dan aspirasi paling sering terjadi pada konsistensi air dan susu. Standing secretion (6/13) dan silent aspiration (1/13).
Kesimpulan: Prevalensi disfagia sebesar 30,2% dan pada pemeriksaan FEES penetrasi dan aspirasi pada konsistensi cair terutama terjadi pada usia ≤24 bulan.

Background: Persistent silentaspiration is an often unrecognized comorbidity in children with Down syndrome. However, there is still limited study on the characteristic of dysphagia in children with Down syndrome using FEES.
Aim : To find the prevalence and the characteristics of the subjects and dysphagia in children with Down syndrome using FEES’ parameters.
Methods: This is a descriptive cross-sectional study involving 43 Down syndrome children with dysphagia suspicion in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital from November 2019–January 2020.
Results: The prevalence of dysphagia was 13 out of 43 subjects (30,2%). Dysphagia symptom in children ≤ 6 months was apnoea while bottle/breast feeding (2/2). Meanwhile, in children > 6 months was food texture selectivity or liquid consistency food preferred (8/11). The comorbidities found mostly were heart anomaly and congenital hypothyroid (6/13). The complication mostly was aspiration pneumonia (4/13). In pre-FESS examination, poor lip sealed was dominant (12/13). In FEES examination, pre-swallowing leakage, residue, penetration, and aspiration were more common in thin and thick liquid. Standing secretion (6/13) and silent aspiration (1/13).
Conclusion: The prevalence of dysphagia was 30,2% and in FEES examination, penetration and aspiration were found mostly in thin liquid, ≤24 months of age predominantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Shita Putri Nugroho
"Seiring perkembangan teknologi dan tingginya permintaan data, teknologi 5G perlu meningkatkan kapasitas, meningkatkan konektivitas, dan lebih fleksibel terhadap mobilitas pengguna. RoF berbasis gelombang milimeter mampu memberikan transmisi radio berkecepatan tinggi dengan latensi yang rendah sehingga dapat menjadi solusi untuk mencapai fleksibilitas jaringan seluler yang tinggi. Pada penelitian ini, dilakukan perancangan dan simulasi sistem Radio over Fiber berbasis gelombang milimeter dengan frekuensi radio 64 GHz menggunakan software OptiSystem 7.0 untuk memenuhi standar layanan 5G eMBB dan jaringan fronthaul 5G. Performa dari simulasi sistem dianalisis berdasarkan parameter Bit Error Rate (BER), Q Factor, dan Eye Diagram. Untuk peningkatan performa sistem, digunakan EDFA dan teknik kompensasi dispersi Fiber Bragg Grating dan Dispersion Compensating Fiber. Skenario upstream sistem telah memenuhi standar untuk layanan 5G dan jaringan fronthaul 5G dengan bit rate maksimum mencapai 5-10 Gbps. Penggunaan EDFA untuk skenario downstream sistem meningkatkan performa dengan bit rate maksimum 16 Gbps untuk panjang fiber 1 km yang memenuhi standar fronthaul D-RAN. Penggunaan FBG untuk bit rate 16 Gbps meningkatkan parameter untuk panjang fiber 4-10 km, namun tidak memenuhi standar yang dianjurkan. Penggunaan DCF meningkatkan parameter secara signifikan untuk mencapai bit rate maksimum 16 Gbps pada panjang fiber 1-10 km yang memenuhi standar fronthaul C-RAN dan D-RAN.

As technology develops and data demands are getting higher, 5G technology needs to increase capacity, improve connectivity, and be more flexible with user mobility. Millimeter-wave based RoF is able to provide high-speed radio transmission with low latency so that it can be a solution to achieve high flexibility of cellular networks. In this study, the design and simulation of a millimeter wave-based Radio over Fiber system with a radio frequency of 64 GHz was conducted using OptiSystem 7.0 software to meet 5G eMBB service standards and 5G fronthaul networks. The performance of the system simulation is analyzed based on the Bit Error Rate (BER), Q Factor, and Eye Diagram parameters. To improve system performance, EDFA and dispersion compensation techniques of Fiber Bragg Grating and Dispersion Compensating Fiber are used. Upstream scenario of the system meets 5G service and fronthaul network standards with peak bit rates reaching 5-10 Gbps. Using EDFA for the system’s downstream scenario improves performance with 16 Gbps peak bit rate for 1 km fiber length which meets D-RAN fronthaul standards. Using FBG with 16 Gbps bit rate increases the parameters for fiber lengths of 4-10 km, but the recommended standards are not achieved. Using DCF significantly increases the parameters to reach peak bit rate of 16 Gbps for fiber lengths of 1-10 km that meets C-RAN and D-RAN fronthaul standards."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 >>