Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 389 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Indah Lestari
"Disfagia sangat berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia aspirasi yang sering mengakibatkan kematian pada stroke. Oleh karena itu, manajemen yang efektif dan efisien menjadi penting. Terapi perilaku rehabilitasi menelan yang berdasarkan prinsip neuroplastisitas seperti latihan penguatan dan latihan pergerakan orofaring menjadi alternatif yang cukup sering digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perubahan fungsi menelan pada penderita stroke iskemik dengan disfagia neurogenik setelah dilakukan latihan penguatan faring, latihan pergerakan hiolaring dan praktik menelan. Fungsi menelan dinilai dengan menggunakan Penetration Aspiration Scale (PAS) dan Functional Oral Intake Scale (FOIS) berdasarkan pemeriksaan Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing (FEES) sebelum dan setelah intervensi. Intervensi diberikan setiap hari dengan durasi 30-45 menit selama 4 minggu. Terdapat 6 subjek yang menyelesaikan penelitian. Nilai PAS sebelum intervensi adalah 6±1.79 dan setelah intervensi adalah 1.67±0.82 (p=0.003). Sementara itu, nilai FOIS sebelum intervensi adalah 3 (1-5) dan setelah intervensi adalah 5±2.10 (p=0.041). Terdapat perbaikan nilai PAS dan FOIS setelah intervensi. Oleh karena itu, intervensi ini bisa disarankan sebagai salah satu tatalaksana dalam meningkatkan fungsi menelan pada penderita stroke iskemik dengan disfagia neurogenik.

Dysphagia is associated with an increased risk of aspiration pneumonia which often results in death in stroke patients. Therefore, effective and efficient management is important. Behavioral therapy for swallowing rehabilitation based on the principles of neuroplasticity such as oropharyngeal strengthening and range of motion exercises are the alternative ones that often be used. This study aimed to assess the changes in swallowing function in ischemic stroke patients with neurogenic dysphagia after pharyngeal strengthening exercise, hyolaryngeal complex range of motion exercise and swallowing practice. Swallowing function was assessed using Penetration Aspiration Scale (PAS) and Functional oral Intake Scale (FOIS) based on Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing (FEES) before and after interventions. The interventions were given every day with a duration of 30-45 minutes for 4 weeks. There were 6 subjects who completed the study. The PAS before the interventions was 6±1.79 and after the interventions was 1.67±0.82 (p=0.003). Meanwhile, the FOIS score before the interventions was 3 (1-5) and after the interventions was 5±2.10 (p=0.041). There was an improvement of PAS and FOIS after the interventions. Therefore, the interventions can be suggested to be used as one of the treatments to improve swallowing function in ischemic stroke patients with neurogenic dysphagia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Rahmawati Febriana
"Stroke merupakan penyebab kedua kematian dan penyebab ketiga terjadinya kelemahan satu bagian tubuh dapat menyababkan adanya hambatan melakukan kemandirian aktivitas sehari-hari. Studi kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan mobilisasi bertahap pada pasien stroke iskemik. Mobilisasi bertahap dapat dilakuan sejak pasien masih ditempat tidur dengan menguatkan otot ekstremitas yang mengalami kelemahan atau yang tidak mengalami kelemahan. Hal ini dapat dilakukan saat tirah baring, duduk di tempat tidur, dan turun dari tempat tidur hingga berjalan. Latihan yang diberikan akan berawal dari melakukan rentang pergerakan sendi secara aktif-pasif pada pasien dan kemudian dapat diikuti oleh mobilisasi bertahap. Intervensi ini dapat dilakukan dua kali sehari selama enam hari dengan bantuan perawat maupun mandiri dengan keluarga.  Pengukuran intervensi ini menggunakan kekuatan otot yang akan diukur setiap intervensi dan skala barthel indeks untuk tingkat kemandirian yang akan diukur sebelum intervensi dimulai dan sesudah intervensi selesai. Hari pertama nilai barthel indeks pasien 50 (ketergantungan pasial)  dan hari keenam nilai barthel indeks pasien 70 (ketergantungan minimal). Studi kasus ini menunjukkan bahwa latihan mobilisasi tertahap dapat meningkatkan tingkat kemandirian pasien. Mobilisasi bertahap dapat dilakukan sedini mungkin untuk meningkatkan kemandirian pasien dan aman untuk dilakukan oleh perawat dan keluarga.

Stroke is the second cause of death and the third cause of weakness in one part of the body can cause barriers to independence in daily activities. This case study aims to evaluate the application of gradual mobilization in ischemic stroke patients. Gradual mobilization can be done since the patient is still in bed by strengthening the extremity muscles that experience weakness or those who do not experience weakness. This can be done when lying down, sitting on the bed, and getting out of bed until walking. The given exercise will begin with active-passive range of joint movement in the patient and can then be followed by gradual mobilization. This intervention can be done twice a day for six days with the help of nurses and independently with the family. The measurement of this intervention uses muscle strength to be measured for each intervention and a single scale index for the level of independence that will be measured before the intervention begins and after the intervention is completed. The first day the Barthel value of the patient index was 50 (pa- tient dependence) and the sixth day the value of the patient's index was 70 (minimal dependence). This case study shows that a stepped-up mobilization exercise can increase the patient's level of independence. Gradual mobilization can be done as early as possible to increase patient independence and be safe for nurses and families.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Diken Safitri
"Asma telah dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebagai faktor risiko baru dari stroke. Meskipun begitu, kesimpulan dan mekanisme hubungan antara kedua penyakit ini masih belum diketahui pasti. Salah satu dugaan mengenai mekanisme hubungan ini adalah karena adanya asosiasi asma dengan faktor risiko stroke, termasuk faktor demografi dan perilaku. Hasil Riskesdas 2007 hingga 2018 juga mendukung dugaan hubungan ini dengan adanya kesamaan tren prevalensi stroke dan asma dari tahun ke tahun. Namun, belum ada penelitian dengan jumlah sampel besar di Indonesia yang mempelajari hubungan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan asma dan stroke beserta interaksi asma dengan faktor risiko demografi (usia, jenis kelamin, wilayah tinggal) dan perilaku (perilaku merokok, konsumsi makanan berserat, aktivitas fisik, konsumsi alkohol) terhadap kejadian stroke pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan data sekunder Riskesdas 2018. Populasi penelitian direstriksi pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia yang sedang tidak hamil dan tidak memiliki kondisi: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, IMT berlebih, lingkar perut berlebih, dan dislipidemia. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kasar yang signifikan (p<0,05) antara asma dan stroke dengan POR sebesar 1,627 (95% CI: 1,120 – 2,364) pada penduduk sesuai kriteria penelitian. Namun, setelah dikontrol oleh usia tidak ditemukan hubungan yang signifikan (p>0,05) antara asma dan stroke (POR=1,419; 95% CI: 0,976 – 2,064). Adapun, tidak ditemukan interaksi (p uji homogeneitas>0,05) antara asma dengan satupun faktor demografi atau perilaku yang terbukti sebagai faktor risiko stroke dalam penelitian ini (usia, jenis kelamin, wilayah tinggal, perilaku merokok, aktivitas fisik). Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk studi di masa yang akan datang dalam menginvestigasi hubungan kedua penyakit ini lebih lanjut.

Recent researches have shown evidence that asthma is a novel risk factor for stroke. However, the conclusion and mechanism of the relationship remain uncertain. One of the potential mechanisms that could explain this relationship is the association between asthma and risk factors of stroke, including demographic and behavioral factors. Results from Indonesia Basic Health Research that show similar trends of asthma and stroke prevalence from 2007 to 2018 in Indonesia further support the association present between asthma and stroke. Yet, to the best of our knowledge, there hasn't been any study with a large sample size in Indonesia to analyze this association. This study aims to investigate the relationship between asthma and stroke, as well as the interactions between asthma and each of demographic (age, sex, residential area) and behavioral (smoking, fibrous food consumption, physical activity, alcohol consumption) factors in the said relationship between both diseases on adults aged 15 years and older in 2018. This study uses a cross-sectional design and utilizes data from Indonesia Basic Health Research 2018. The population is restricted to adults in Indonesia aged 15 years onwards who are not pregnant and don't have any of the conditions: hypertension, diabetes mellitus, heart disease, high BMI, high abdominal circumference, and dyslipidemia. Results show that there is a significant (p<0.05) crude association between asthma and stroke with POR of 1.627 (95%CI: 1.120 – 2.364). However, after controlling for age, no significant (p>0.05) association is found between both diseases (POR=1.419; 95%CI: 0.976 – 2.064). As for the interaction, there is no interaction (p test of homogeneity>0.05) found between asthma and any of the significant risk factors for stroke investigated in this study from either demographic (age, sex, residential area) or behavioral (smoking, physical activity) factors. This study can be used as a reference for future studies that will further investigate the relationship between asthma and stroke."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasitotul Jannah
"Stroke adalah gangguan pada neurologis yang di akibatkan karena adanya gangguan aliran darah otak yang dapat mengakibatkan kematian sel dan hilangnya fungsi neurologis. Salah satu manifestasi pada stroke adalah gangguan menelan. Pada pasien stroke yang mengalami gangguan menelan memiliki resiko tinggi terjadinya aspirasi. Perawat berperan penting dalam mencegah terjadinya aspirasi pada pasien stroke diantaranya mampu mendeteksi dini adanya gangguan menelan, melakukan terapi menelan, modifikasi nutrisi, penghisapan lendir dan perawatn mulut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan perawat di instalasi pelayanan rawat inap gedung A RSCM tentang pencegahan aspirasi pada pasien stroke. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian ini berjumlah total 80 perawat yang bertugas di ruang stroke unit dan perawat yang bertugas di ruang penyakit dalam gedung A RSCM. Sampel dalam penelitian ini diambil melalui teknik purposive sampling. Hasil analisis deskriptif antara karakteristik responden dengan variabel univariate didapatkan hasil secara umum perawat yang bertugas di instalasi pelayanan rawat inap gedung A RSCM memiliki pengetahun cukup (42,7%). Berdasarkan tahap pengetahuan perawat yaitu tahu terkait tanda, gejala serta penyebab aspirasi memiliki pengetahuan baik (43,9%). Sedangkan pengetahuan perawat dalam memahami pencegahan aspirasi pada pasien stroke memiliki pengetahuan cukup (41,5%). Perlunya peningkatan pengetahuan perawat dalam memahami pencegahan aspirasi pada pasien stroke

Stroke is a neurological disorder caused by a disturbance in cerebral blood flow which can result in cell death and loss of neurological function. One of the manifestations of stroke is swallowing disorder. In stroke patients who experience swallowing disorders have a high risk of aspiration. Nurses play an important role in preventing aspiration in stroke patients, including being able to detect early swallowing disorders, perform swallowing therapy, modify nutrition, suction mucus and care for the mouth. The purpose of this study was to describe the knowledge of nurses in the inpatient service installation of Building A RSCM regarding the prevention of aspiration in stroke patients. This study used a descriptive research design with a cross-sectional approach. The sample of this study was a total of 80 nurses on duty in the stroke unit room and nurses on duty in the internal medicine room in Building A RSCM. The sample in this study was taken through a purposive sampling technique. The results of the descriptive analysis between the characteristics of the respondents and the univariate variable showed that in general the nurses who served in the inpatient service installation in Building A RSCM had sufficient knowledge (42.7%). Based on the level of knowledge, nurses know about the signs, symptoms and causes of aspiration, they have good knowledge (43.9%). While the knowledge of nurses in understanding the prevention of aspiration in stroke patients has sufficient knowledge (41.5%). The need for increased knowledge of nurses in understanding the prevention of aspiration in stroke patients"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amallia Ashari
"Luka tekan merupakan salah satu kejadian yang umum terjadi pada pasien total care. Luka tekan merupakan salah satu bagian dari indikator mutu keperawatan untuk mencegah terjadinya cedera tekan pada pasien selama perawatan di Rumah Sakit. Pasien stroke memiliki risiko tinggi terjadi luka tekan, karena pasien dengan stroke memiliki keterbatasan fisik dalam melakukan mobilisasi. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis keefektifan intervensi reposisi miring kanan dan miring kiri sebagai upaya pencegahan terjadinya luka tekan pada pasien Stroke di ruang HCU. Metode yang digunakan berupa laporan kasus terkait intervensi reposisi miring kanan dan miring kiri dengan skala Braden yang dilakukan selam 6 hari. Hasil menunjukkan bahwa adanya penurunan skor nilai skala Braden dari 11 poin dengan risiko tinggi terjadinya luka tekan menjadi 14 poin dengan risiko sedang-rendah terjadinya luka tekan pada pasien. Reposisi miring kanan dan miring kiri direkomendasikan dapat diterapkan oleh perawat kepada pasien dari awal masuk sampai pasien pulang dari perawatan di Rumah Sakit.

Pressure ulcers are one of the common occurrences in total care patients. Pressure ulcers are one part of the quality indicators of nursing to prevent pressure injuries to patients during treatment at the hospital. Stroke patients have a high risk of pressure ulcers, because patients with stroke have physical limitations in mobilizing. This scientific work aims to analyze the effectiveness of right oblique and left oblique repositioning interventions as an effort to prevent pressure sores in stroke patients in the HCU room. The method used is in the form of case reports related to right oblique and left oblique repositioning interventions with the Braden scale which were carried out for 6 days. The results showed that there was a decrease in the Braden scale score from 11 points with a high risk of pressure sores to 14 points with a moderate-low risk of pressure sores in patients. Repositioning of the right and left obliques is recommended to be applied by nurses to patients from the initial admission until the patient returns from treatment at the hospital.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Aros Purnama
"Depresi adalah komplikasi umum dan utama pada pasien pascastroke usia muda. Hanya sedikit studi yang meneliti terkait masalah gejala depresi pada pasien usia muda walaupun gangguan ini dapat menimbulkan masalah yang besar kedepannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap depresi pasien stroke usia muda. Studi kuantitatif dengan desain cross-sectional dilakukan terhadap 80 pasien berusia muda (19-44 tahun) dengan menggunakan kuesioner yang telah valid dan reliabel. Hasilnya menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan (p=0,265), status pernikahan (p=0,376), dan status pekerjaan responden terhadap depresi pada pasien stroke usia muda (p=0,097). Hasilnya juga menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara tingkat ketergantungan (p=0,000), keluaran fungsional (p=0,000), status komorbid (p=0,006), fungsi keluarga (p=0,001) dan kecemasan (p=0,002) pada pasien stroke usia muda. Faktor yang paling berpengaruh terhadap depresi pasien stroke usia muda adalah fungsi keluarga (OR: 6,493) dan tingkat ketergantungan (OR: 0,033). Oleh karena itu, penting bagi rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan awal terhadap gejala depresi guna mengantisipasi konsekuensi jangka panjang yang dapat muncul di masa mendatang.

Depression is a common and major complication in young post-stroke patients. Only a few studies have examined the problem of depressive symptoms in young patients, even though this disorder can cause big problems in the future. This study aims to determine the factors that influence depression in young stroke patients. A quantitative study with a cross-sectional design was conducted on 80 young patients (19-44 years) using a valid and reliable questionnaires. The results showed that there was no significant influence between education level (p=0.265), marital status (p=0.346), and employment status of respondents on depression in young stroke patients (p=0.097). The results also showed that there was a significant influence between the level of dependency (p=0.000), functional outcome (p=0.000), comorbid status (p=0.006), family function (p=0.001) and anxiety (p=0.002) in young stroke patients. The factors that most influence depression in young stroke patients are family function (OR: 6.493) and level of dependency (OR: 0.033). Therefore, it is important for hospitals to carry out initial checks for symptoms of depression to anticipate long-term consequences that may arise in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ole Mulyadi
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sumampouw, Nathanael Elnadus Johanes
"Faktor psikologis dan kondisi kesehatan seseorang saling terkait (Di Matteo & Martin, 2002; Sarafino, 2002). Hal ini menjadi sesuatu yang penting pada penderita stroke. Defisit yang dialami pasta stroke dapat menjadi sesuatu yang permanen jika tidak melakukan usaha atau mendapatkan bantuan apapun untuk pulih. Pemulihan pada penderita stroke merupakan proses yang panjang dan membutuhkan usaha dan energi (Sarafino, 2002).
Penderita stroke membutuhkan keseimbangan antara harapan dengan kenyataan yang dialami terkait dengan kondisinya pasca stroke (Sarafino, 2002). Pada penderita stroke, harapan merupakan prediktor yang bermakna pada depresi dan hendaya psikososial (Farran, Herth & Popovich, 1995). Menurut Snyder (1994), terdapat 2 dimensi dalam definisi psikologis harapan, yaitu: waypower dan willpower. Willpower merupakan suatu kekuatan pendorong yang mengarahkan seseorang ke arah pencapaian tujuan sedangkan waypower merefleksikan rencana mental atau alur yang mengarahkan seseorang ke pencapaian tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat harapan seseorang pasca stroke di fase rehabilitasi. Untuk menjawab permasalahan penelitian, penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif pada 40 subyek yang berada di fase rehabilitasi pasca stroke.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara harapan subyek secara umum dan harapan subyek mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Berdasarkan dimensi yang ada, yaitu: willpower dan waypower, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam dimensi willpower secara umum dan willpower mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Willpower subyek tampak lebih bazar dalam hal pemulihan kondisi pasca stroke daripada dalam hal kehidupan subyek secara umum. Dalam hal waypower, tidak ada perbedaan yang bermakna antara waypower secara umum dengan waypower mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Jika dilakukan perbandingan antara waypower dan willpower dalam harapan secara umum maupun harapan mengenai pemulihan kondisi pasca stroke, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara dimensi waypower dan willpower pada harapan secara umum. Mayoritas subyek memiliki harapan secara umum maupun mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Harapan secara umum yang memadai pada subyek tampak dipengaruhi oleh kemampuan subyek dalam mengembangkan tujuan konkret pada kurun waktu 1 - 3 tahun ke depan.
Secara khusus, harapan subyek yang cukup memadai mengenai pemulihan kondisi pasta stroke dipengaruhi oleh tujuan yang dimiliki subyek akan kemajuan kondisi fisik yang diharapkannya. Mayoritas subyek diperoleh peneliti dari klinik, tempat rehabilitasi medik dan klub stroke. Hal ini merupakan indikasi adanya tujuan yang dimiliki oleh subyek untuk mencapai kemajuan/pemulihan serta mempertahankan kemajuan yang telah dicapai. Terkait dengan efek psikologis yang dialami, subyek cenderung mampu beradaptasi dengan efek stroke yang dialaminya. Mayoritas subyek merasa mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri meskipun mengalami keterbatasan fisik sebagai efek dari stroke yang dialami."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uke Pemila
"Discharge Planning adalah proses mempersiapkan pasien untuk mendapatkan kontinuitas perawatan sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya. Implementasi utama discharge planning adalah pemberian health education yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman pasien dan keluarga agar terjadinya perubahan perilaku dalam meningkatkan derajat kesehatannya dan menjamin kontinuitas perawatan di rumah. Salah satu kriteria pasien yang perlu diberikan discharge planning adalah pasien stroke iskemik karena memiliki harapan hidup tinggi dengan tingkat kecacatan yang lebih berat. Pemberian discharge planning terstruktur dalam penatalaksanaan stroke bertujuan agar terjadinya perubahan perilaku pasien dan keluarga untuk mencegah terjadinya stroke berulang, mencegah komplikasi, membantu pemulihan, mencegah terjadinya kematian serta mengupayakan kecacatan seminimal mungkin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh discharge planning terstruktur pada pasien stroke iskemik dalam menurunkan faktor risiko kekambuhan, length of stay dan peningkatan status fungsional di RSSN Bukittinggi. Desain penelitian adalah kuasi eksperimen dengan sampel berjumlah 43 orang (20 kelompok intervensi yang diberikan discharge planning terstruktur dan 23 kelompok kontrol yang diberikan discharge planning rutin rumah sakit).
Hasil penelitian diperoleh adanya perbedaan faktor risiko kekambuhan antara kelompok intervensi dan kontrol setelah diberikan discharge planning (p=0,00), adanya perbedaan length of stay kelompok intervensi dan kontrol (p=0,02) dan tidak ada perbedaan status fungsional (penilaian Barthel Index) antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Dapat disimpulkan bahwa discharge planning terstruktur pada pasien stroke iskemik dapat menurunkan faktor risiko kekambuhan dan length of stay. Hasil penelitian ini dapat dijadikan evidence base practice dalam penatalaksanaan stroke iskemik dan pedoman pelaksanaan home care untuk kontinuitas perawatan pasca stroke.
Rekomendasi hasil penelitian ini perlu adanya penelitian lanjut dengan mengkaji pengaruh support system pasien dalam upaya mencegah kekambuhan, komplikasi dan meminimalkan kecacatan pada pasien stroke.

Discharge planning is a process that prepare patients to have a continuity of care until they are ready for their environment. Primary implementation of discharge planning is health education, which focus on increasing patient and family knowledge and understanding in order to change their behavior in improving their health status and maintain the continuity of home care. Ischemic stroke is one of priority that need discharge planning due to high survival but with high disability. A structured discharge planning in stroke management aimed to change behavior of patient and family in order to prevent recurrence of stroke, complications, to support recovery, prevent death and to minimize the disability.
The purpose of this study is to identify the effect of structured discharge planning on ischemic stroke patient in reducing recurrence risk factors, length of stay and improving functional status at National Stroke Hospital Bukittinggi. The design was quasi experimental with 43 subjects participated in the study divided in to two groups (20 subjects as the intervention group was provided with structured discharge planning; and 23 subjects as the control group was provided with routine hospital discharge planning).
The findings of the study demonstrated that there is difference in recurrence risk factors between intervention group and the control group (p=0,00), there is a difference in length of stay between two groups but no difference in functional status (measured by Barthel Index).
This finding showed that structured discharge planning provided to ischemic stroke patient has significant effect to reduce recurrence of risk factors and length of stay. This study can be used as an evidence base practice in managing of ischemic stroke and as guideline in home care to ensure continuity of care of post ischemic stroke patient.
It is recommended to conduct further study to examine the effect of patient support system on stroke recurrence, complications prevention and minimize disability of stroke ischemic patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>