Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 282 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erna Rosmanindar
"Stunting atau tubuh yang pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur pada anak, merupakan efek kumulatif asupan zat gizi tidak memadai atau hasil infeksi kronis yang berkontribusi terhadap terjadinya kurang gizi dalam waktu lama dan tidak mendapatkan penanganan baik. Adanya hubungan antara pertumbuhan tinggi badan yang lambat pada awal masa kehidupan dengan rendahnya kualitas SDM di kemudian hari. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan terjadinya stunting pada anak 7-36 bulan di wilayah Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok tahun 2013. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan sampel 163 orang. Data diperoleh dari data sekunder dan primer melalui kuesioner hasil wawancara dan pengukuran langsung.
Hasil penelitian menunjukkan 26,4% batita stunting pada anak 7-36 bulan di wilayah Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok tahun 2013. Terdapat hubungan antara asupan (energi, protein, vitamin A, Fe), riwayat ASI eksklusif, MP-ASI, penyakit infeksi, umur dan berat lahir dengan terjadinya stunting. Analisis regresi logistik ganda menunjukkan asupan protein sebagai faktor dominan berhubungan dengan terjadinya stunting (OR=7,68) setelah dikontrol umur anak dan riwayat penyakit infeksi. Pencegahan stunting pada batita dengan meningkatkan mutu MP-ASI melalui praktek makan bersama batita dengan pengolahan beragam makanan lokal sumber protein melalui pendampingan petugas gizi dan kader kesehatan secara berkesinambungan.

Stunting or short body height based on the child's age, is the cumulative effect of inadequate nutrient intake or chronic infection results which contribute to malnutrition in a long time and did not get good treatment. The existence of a relationship between height growth is slow at the beginning of life to the low quality of human resources in the future. This research aims to determine the dominant factors associated with the occurrence of stunting in children 7-36 months at Pancoran Mas Primary Health Center Depok in 2013. Studies using cross-sectional design with a sample of 163 people. Data obtained from secondary and primary data through interviews and questionnaires direct measurement.
The results showed 26.4% of toddlers stunting in children 7-36 months at Pancoran Mas Primary Health Center Depok in 2013. There is a relationship between the intake (energy, protein, vitamin A, Fe), history of breastfeeding, complementary feeding, infectious diseases, age and birth weight with the occurrence of stunting. Multiple logistic regression analysis showed protein intake as a dominant factor associated with the occurrence of stunting (OR = 7.68) after controlling the child's age and history of infectious diseases. Prevention of stunting in toddlers, improving the quality of complementary feeding practices through eating with toddlers that a variety of local food processing protein nutrition workers through mentoring and health volunteers on an ongoing basis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eryasih Setyorini
"Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi yang kurang yang sudah berjalan lama (kronis) dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali. Dampak stunting pada pertumbuhan fisik terganggu yang menyebabkan tidak bisa berkompetisi dengan orang lain dalam mendapatkan pekerjaan dan aspek kehidupan lainnya. Tesis ini bertujuan untuk menilai faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak batita (0-36 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2013. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok bulan Mei 2013. Desain penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan jumlah sampel 204 orang. Data diperoleh dari data sekunder dan juga data primer melalui kuesioner hasil wawancara dan pengukuran antropometri langsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi batita stunting usia 0-36 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2013 sebesar 22,1%. Presentase/proporsi batita stunting memiliki ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal pertama (K1) saat hamil dulu sebesar 65,7%. Analisis Regresi Logistik Ganda menunjukkan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian stunting pada batita adalah kunjungan antenatal pertama (K1) (p<0.005, OR=6,84). Untuk mencegah terjadinya stunting pada batita, disarankan kepada ibu hamil mulai dari awal masa kehamilan agar rajin memeriksakan kehamilan ke bidan/dokter kandungan, rajin mengkonsumsi makanan yang bergizi, serta memanfaatkan pelayanan antenatal lainnya.

Stunting (short stature) describes the state of lacking nutrition longstanding (chronic) and require time for children to grow and recover. Stunting impact on impaired physical growth that causes can not compete with others in finding employment and other aspects of life. This thesis aims to assess the factors associated with the incidence of stunting in children toddlers (0-36 months) at the Puskesmas Jewel Mas Depok in 2013. The research was conducted at the Puskesmas Jewel Mas Depok City in May 2013. Design of this study used cross sectional method with a sample of 204 people. Data obtained from secondary data and primary data through interviews and questionnaires direct anthropometric measurements.
The results showed that the prevalence of stunting toddlers aged 0-36 months in the Work Area Health Center Jewel Mas Depok in 2013 by 22.1%. Percentage / proportion of stunting toddler having a mother who did not do the first antenatal visit (K1) during pregnancy first at 65.7%. Multiple logistic regression analysis showed that the most dominant variables associated with the incidence of stunting in toddlers is the first antenatal visit (K1) (p <0.005, OR = 6,84). To prevent stunting in toddlers, pregnant women are advised to start at the beginning of pregnancy so diligently to antenatal midwife / obstetrician, diligently consume nutritious foods, as well as take advantage of other antenatal services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35899
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Embun Ferdina Enjaini
"ABSTRAK
Stunting (pendek) merupakan masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan
tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Kecamatan Tanjung
Agung Palik memiliki persentase stunting tertinggi (47,48%), Desa yang menjadi lokasi
penelitian adalah Desa Sengkuang dan Desa Sawang Lebar, kedua desa tersebut
merupakan desa yang paling tinggi kejadian stunting. Tujuan Penelitian ini untuk
menganalisis sosial budaya suku Rejang terkait dengan stunting. Metode penelitian ini
menggunakan kualitatif Rapid Ethnografi. Informan utama dalam penelitian ini adalah 4
ibu yang memiliki anak balita stunting dengan ekonomi rendah, 4 ibu yang memiliki balita
stunting dengan ekonomi menengah dan 4 ibu yang memiliki anak balita normal dengan
ekonomi rendah, yang tinggal di suku Rejang Kecamatan Tanjung Agung Palik yang
dipilih dengan metode purposive sampling yang datanya sudah diketahui dari sistem e-
PPGBM Puskesmas berdasarkan pengukuran antropometri. Pengumpulan data dilakukan
melalui wawancara mendalam dan observasi partisipasi yang dilaksanakan pada bulan
April-Juni 2019 di Kecamatan Tanjung Agung Palik. Hasil penelitian menunjukan bahwa
penyebab stunting pada masyarakat suku Rejang disebabkan oleh 1) Lingkungan dan
Sanitasi yang buruk, 2) Masih belum melakukan ASI eksklusif, 3) Pemberian MP-ASI dini
balita, 4) Pola pemberian makanan yang masih rendah, 5) Pengetahuan masyarakat yang
masih rendah, 6) Masih adanya kepercayaan tentang pantang makan pada ibu hamil dan
balita. Disarankan agar ada upaya penurunan kepercayaan pantang makan ibu hamil dan
anak balita, pengetahuan lingkungan dan sanitasi, mengurangi pemberian makanan
prelakteal pada bayi baru lahir, pola pemberian makan dan cakupan pemberian MP-ASI
dini melalui penyuluhan rutin dengan melibatkan orang tua balita dan bermitra dengan
dukun untuk memberikan edukasi akan pentingnya kesadaran ibu terkait gizi.

ABSTRACT
Stunting is a chronic nutritional problem on toddlers characterised by a shorter height
compared to the children in their age group. Tanjung Agung Palik District has the highest
stunting case percentage (47,48%), the villages used as a sample for this thesis are the
Sengkuang and Sawang Lebar village. These two village has the highest numbers of
stunting cases. The purpose of this research is to analyse from a socio-cultural aspect of
how the Rejang Tribe deals with stunting. This research uses a Rapid Etnographic method.
The main informants for this research are 4 mothers with stunted toddlers from low income
families, 4 mothers with stunted toddlers from middle income families, and 4 mothers with
normal toddlers from low income families all od whic are from the Rejang Tribe in the
Tanjung Agung Palik District selected by purposive sampling method whose data is known
from the Puskesmas e-PPGBM system based on anthropometric measurements. The data
were collected through an in-depth interview and participative observation conducted
between April to June 2019 in the Tanjung Agung Palik District. The research results
concluded that the stunting cases in the Rejang Tribe are caused by 1) Bad environment
and sanitation, 2) Still not doing exclusive breastfeeding, 3) Provision of early MP-ASI for
toddlers, 4) The pattern of feeding is still low, 5) Community knowledge that is still low,
6) There is still a belief about abstinence in pregnant women and toddlers. It is
recommended that there be an effort to reduce the confidence of abstinence from pregnant
women and toddlers, knowledge of the environment and sanitation, reduce prelacteal
feeding in newborns, feeding patterns and coverage of early MP-ASI through routine
counseling involving parents of toddlers and partnering with traditional healers to provide
education on the importance of maternal awareness regarding nutrition."
2019
T53718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nor Rofika Hidayah
"Stunting merupakan gambaran masalah status gizi yang berlangsung dalam jangka waktu lama. Dampak stunting menurunkan kapasitas intelektual dan produktivitas sumber daya manusia di masa mendatang. Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun 2010. Faktorfaktor tersebut antara lain konsumsi energi, konsumsi protein, umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status ekonomi keluarga, serta jumlah anggota rumah tangga. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross sectional dan melibatkan 411 sampel. Data penelitian menggunakan data sekunder yang diambil dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. Pengambilan data tersebut dilakukan pada bulan Mei hingga Agustus 2010. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan gambaran balita stunting di NTT sebesar 67,2%. Terdapat hubungan bermakna antara konsumsi protein, jenis kelamin, serta pendidikan ibu balita dengan kejadian stunting. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti menyarankan agar konsumsi protein balita ditingkatkan sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG). Perbaikan di bidang pendidikan, khususnya pendidikan ibu, juga perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan penanganan stunting pada balita. Selain itu, upaya pencegahan stunting perlu dilakukan dengan memberikan pendidikan gizi dan kesehatan kepada ibu hamil.

Stunting is a description of nutritional problem lasting on longer period of time. It could result in the lowering of intellectual capacity and the impoverishing of human resource productivity of future generation. This study explicates stunting-related factors on children aging 24–59 months in the Province of Nusa Tenggara Timur (NTT) in 2010. Those expected-variables are energy intake, protein consumption, age, sex, mother's level of education, mother's occupation, family economical status, and number of family member. It employs quantitative approach using cross-sectional design involving 411 samples. All data used are secondary, obtained from Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas) in 2010. The data gathering ensued from May to August 2010 in NTT. Analyses taken are univariate and bivariate analyses by using Chi-Square.
It shows that 67.2% of children aging 24–59 months in NTT are stunting. There is significant relationship between protein consumption, sex, and mother's education level of the children towards stunting. Observing the findings, the writer recommends boosting children’s protein consumption as balanced to Recommended Dietary Allowance (RDA) standard. Education to the family, especially mothers, is imperative to cover succesful treatment of the stunting children. Furthermore, nutritional and health socialization for pregnant mother is needed in preventing stunting children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Ma`arif
"Stunting merupakan masalah serius, dampak nyata adalah menurunnya kualitas generasi muda di masa datang baik secara fisik maupun motorik yang mana akan berpengaruh pada perekonomian negara. Program stunting di Indonesia masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dengan target penurunan dari (30,8%) 2018 menjadi (14%) 2024. Tujuan penelitian ini mengetahui faktor determinan stunting pada batita usia 12-36 bulan di kecamatan tamansari, kabupaten Bogor, Indonesia. Desain studi cross-sectional dari data primer dengan jumlah sampel 500 batita usia 12-36 bulan. Analisis faktor determinan stunting pada penelitian ini menggunakan analisis multivariat cox regresi dan besar pengaruh dinyatakan dalam prevalensi rasio (PR) dengan confident interval (CI) 95%. Penelitian kami menunjukkan prevalensi stunting pada batita usia 12-36 bulan di Tamansari sebesar 39.2%. Hasil uji Multivariat menunjukkan faktor determinan stunting di Tamansari yaitu riwayat pemberian ASI (PR=1.32), diare (PR= 1.40), asupan energi (PR=1.35), pendidikan ibu (PR=1.54) dan usia ibu (PR=1.44). Hasil penelitian menyarankan bahwa pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan dapat mencegah stunting dengan meningkatkan cakupan asi eksklusif, pola hidup bersih dan sehat serta meningkatkan asupan energi dan protein seperti telur, tahu dan tempe. Bagi Dinas Pendidikan, meningkatkan pendidikan ibu dengan kejar paket A-C, dan bagi BKKBN bersama Kantor Urusan Agama setempat meningkatkan usia pernikahan sesuai UU perkawinan yaitu 19 tahun.

Stunting is a serious problem, the real impact is the decline in the quality of young people in the future both physically and motorically which potentially affect the countrys economy. Stunting programmes in Indonesia are included in the National Medium Term Development Plan with a reduction target of (30.8%) 2018 to (14%) 2024. The purpose of this study is to assess the determinant factor of stunting in toddlers aged 12-36 months in Tamansari, Bogor District, Indonesia. A cross-sectional study design was employed, with primary data from a total sample of 500 toddlers in the District. The analysis of the determinant factor of stunting applied multivariate Cox Regression analysis and the effect is expressed by the prevalence ratio (PR) with a 95% confidence interval (CI). Our study shows that the prevalence of stunting in toddlers aged 12-36 months in Tamansari is 39.2%. The Multivariat analysis test results show factors determinant of stunting in Tamansari such as the history of breast feeding (PR=1.32), diarrhoeal disease (PR=1.40), energi intake (PR=1.35), mothers education (PR=1.54) and mothers age (PR=1.44). The researcher suggest that The Health Center and the Department of Health prevent stunting by apply exclusive breast feeding, healthy lifestyles and increase energy and protein intake such as eggs, tofu and tempe. Department of Education increasing the minimum of mothers education with "kejar paket A-C". National Family Planning Coordinating Agency and Religious Affairs Office increasing the minimum marriage age in accordance with Indonesian marriage law limitations at age of 19 years."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Rizki Muladi
"Latar belakang: Penyebab stunting bersifat multifaktorial, salah satu faktor risikonya adalah malnutrisi kronis akibat kurangnya asupan protein. Kurangnya asupan protein dapat menyebabkan terjadi penurunan IGF-1, yaitu salah satu faktor pertumbuhan penting dalam pembangunan sel tubuh. IGF-1 juga memiliki peran dalam perkembangan kompleks dentoalveolar, terutama pada enamel, akar gigi, dentin, ligamen periodontal, dan jaringan pulpa gigi. Perlu dianalisis apakah gangguan perkembangan kompleks dentoalveolar akibat penuruan kadar IGF-1 pada anak stunting juga mempengaruhi waktu erupsi gigi. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kadar IGF-1 dengan waktu erupsi gigi pada anak stunting. Metode: Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan pedoman alur Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) pada tiga electronic database, yaitu PubMed, EBSCO, dan Scopus. Penilaian kualitas literatur dilakukan dengan menggunakan QUADAS-2. Hasil: Terdapat 5 studi yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa kadar IGF-1 lebih rendah pada anak stunting dibandingkan dengan kelompok anak normal. Hal ini disebabkan karena kadar IGF-1 dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya yaitu nutrisi, status gizi, dan usia. IGF-1 yang rendah pada anak stunting berpotensi menyebabkan keterlambatan waktu erupsi gigi karena mengganggu mekanisme persinyalan molekul selama erupsi gigi, seperti BMP-2, Runx-2, dan TGF-. Kesimpulan: Terdapat korelasi positif antara kadar IGF-1 yang rendah dengan erupsi gigi pada anak stunting. Ekspresi IGF-1 yang rendah dapat menyebabkan terjadinya gangguan waktu erupsi gigi karena mengganggu proses maturasi gigi.

Background: The causes of stunting are multifactorial, one of the risk factors causing stunting is chronic malnutrition due to lack of protein intake. Lack of protein intake can cause the decrease of IGF-1 level, which is one of the important growth factor supporting the growth and development of somatic cells. Furthermore, IGF-1 also has a role in the development of the dentoalveolar complex, especially enamel, tooth roots, dentin, periodontal ligament, and dental pulp tissues. It should be clarified whether the disturbances of dentoalveolar complex development due to decreased IGF-1 level in the stunted children would also affect the eruption time of the dentition. Objective: To analyze the relationship between IGF-1 level and the timing of tooth eruption in stunted children. Methods: Literature researches were done by using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) guidelines through three electronic databases, which were PubMed, EBSCO, and Scopus. Quality assessment of bias was examined using QUADAS-2 tool. Results: There were 5 selected studies based on inclusion and exclusion criteria. The results of the study showed that IGF-1 levels were lower in stunted children compared to normal children. The influencing factors of the level of IGF-1 in the blood, are nutritional status and age. Low level of IGF-1 in stunted children has the potential to cause delays in the timing of tooth eruption, by interrupting the activity of BMP-2, Runx-2, and TGF-β. Conclusion: There is a positive correlation between low IGF-1 level and the timing of tooth eruption in stunted children. Low IGF-1 expression can cause disturbances in the timing of tooth eruption because it interferes with the dental maturity process."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Putri Humaira
"Ibu umumnya berperan sebagai caregiver ketika memiliki balita dengan masalah stunting. Pengalaman ini dapat menimbulkan kecemasan pada ibu yang kemungkinan dipengaruhi oleh efikasi dirinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan efikasi diri dengan kecemasan ibu sebagai caregiver balita stunting. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional yang melibatkan 64 ibu sebagai caregiver balita stunting yang didapatkan melalui metode consecutive sampling. Hasil penelitian sebagian besar menunjukkan ibu memiliki efikasi diri tinggi dan kecemasan normal. Analisis data bivariat dengan uji Chi Square menunjukkan hasil tidak terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan ibu sebagai caregiver balita stunting (p = 0,348). Penelitian selanjutnya dapat menganalis faktor-faktor lainnya yang mungkin berkontribusi terhadap kecemasan ibu sebagai caregiver balita stunting. Dari hasil penelitian ini, peningkatan dukungan dan pengetahuan ibu, keluarga, dan masyarakat terkait stunting direkomendasikan.

Mothers generally act as caregivers when they have toddler with stunting problems. This experience can cause anxiety in the mother which may be influenced by her self-efficacy. The aim of this research is to identify the relationship between self-efficacy and anxiety in mothers as caregivers of stunting toddler. This study used a cross-sectional approach involving 64 mothers as caregivers of stunting toddler who were obtained through a consecutive sampling method. The research results mostly show that mothers have high self-efficacy and normal anxiety. Bivariate data analysis using the chi square test showed that there was no significant relationship between self-efficacy and anxiety in mothers as caregivers of stunting toddler (p = 0,348). Further research can analyze other factors that might contribute to mothers’ anxiety as caregivers of stunting toddler. From the result of this research, increasing support and knowledge of mothers, families, and communities regarding stunting is recommended.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Yuliana Fitri
"Pendahuluan : Indonesia sebagai negara yang memiliki angka stunting tertinggi di Asia Tenggara menghadapi kenyataan adanya double burden terkait permasalahan stunting. Berbagai intervensi telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian stunting di Indonesia, tetapi nilainya tidak mengalami penurunan yang signifikan selama 10 tahun terakhir (>30%). Anak – anak memerlukan asupan makanan untuk tumbuh kembangnya, makanan tersebut tidak hanya bergizi tetapi juga harus memenuhi persyaratan kemananan pangan. Salah satu masalah keamanan pangan adalah adanya cemaran aflatoksin pada produk pangan. Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang Aspergilus flavus dan Aspergilus parasiticus yang dapat mengkontaminasi berbagai komoditas pertanian seperti jagung dan kacang-kacangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paparan AFB1 bersumber kacang tanah dengan kejadian stunting pada balita usia 36-59 bulan di Kelurahan Kebon Kalapa, Bogor Tengah.
Metode : Penelitian menggunakan disain cross-sectional. Sebanyak 243 anak usia 36-59 bulan menjadi sampel pada penelitian ini. Data diperoleh menggunakan metode dietay and exposure assessment melalui wawancara, pengukuran antropometri serta pengujian sampel produk makanan. Data dianalisis menggunakan beberapa uji statistik, untuk multivariat menggunakan regresi linier ganda.
Hasil : Terdapat inverse relationship (β= -0,035) antara paparan aflatoksin B1 (ng/kgbb/hari) dengan kejadian stunting meskipun tidak signifikan (p=0,120) setelah dikontrol oleh variabel panjang lahir dan tinggi Ibu. Asosiasi yang tidak signifikan ini dimungkinkan karena adanya dugaan threshold value aflatoksin dalam menyebabkan gagal tumbuh pada anak. Hubungan antara durasi waktu terpapar AFB1 (bulan) terhadap kejadian stunting memiliki inverse relationship (β= -0,019) dan bermakna secara statistik (p=0,008) setelah dikontrol oleh variabel panjang lahir, berat lahir, dan pendapatan.
Kesimpulan : Belum cukup bukti untuk menyatakan hubungan yang signifikan antara paparan aflatoksin B1 dan stunting pada penelitian ini. Namun, adanya dugaan asosiasi dan threshold value aflatoksin dalam perlambatan pertumbuhan dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui hubungan yang sebenarnya antara paparan aflatoksin dan stunting.

Introduction: Indonesia as the country with the highest stunting rate in Southeast Asia faces the reality of a double burden related to the stunting problems. Various interventions have been carried out to reduce the incidence of stunting in Indonesia, but the value has not decreased significantly over the past 10 years (> 30%). Children need food for their growth and development, these foods are not only nutritious but also must meet food safety requirements. One of the problems of food safety is the presence of aflatoxin contamination in food products. Aflatoxin is a secondary metabolite produced by the molds of Aspergilus flavus and Aspergilus parasiticus which can contaminate various agricultural commodities such as corns and peanuts. This study aims to determine the relationship between aflatoxin B1 exposure and the incidence of stunting in children aged 36-59 months in Kebon Kalapa District, Bogor Tengah.
Method: This study used cross-sectional design. A total of 243 children aged 36-59 months were sampled in this study. Data were obtained by dietay and exposure assessment methods through interviews, anthropometric measurements and testing of food product samples. Data were analyzed using several statistical tests, for multivariates using multiple linear regression.
Results: There was an inverse relationship (β= -0.035) between aflatoxin B1 exposure (ng/kgbb/day) and stunting although it is not significant (p = 0.120) after being controlled by birth length and mother’s height variable. Whereas the relationship between the duration of AFB1 exposure (months) and stunting has an inverse relationship (-0,019) and statistically significant (p = 0,008) after being controlled by variable birth length, birth weight, and income.
Conclusion: There is not enough evidence to state a significant relationship between aflatoxin exposure and stunting in this study. However the existence of alleged of associations and threshold value of aflatoxin in growth retardation can be taken into consideration to conduct further research to determine the actual relationship between aflatoxin exposure and stunting.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Pratiwi
"

Stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan memiliki efek jangka panjang pada individu dan masyarakat, termasuk berkurangnya perkembangan kognitif dan fisik, berkurangnya kapasitas produktif dan kesehatan yang buruk dan meningkatnya penyakit degenerative. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Sukadana Kabupaten Lampung Timur tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dengan jumlah sampel 165 anak yang diambil secara simple random sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2019 pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak usia 24-59 bulan sebesar 26,1%. Variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting yaitu riwayat pemberian ASI Eksklusif dan riwayat pemberian MP ASI setelah dikontrol variabel berat lahir, panjang badan lahir, riwayat pemberian kapsul vitamin A, riwayat pemberian ASI Eksklusif dan penyapihan. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian stunting adalah riwayat pemberian MP ASI. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan stunting dengan memperhatikan praktik PMBA yang benar dan dilakukan penanggulangan stunting dengan melakukan perbaikan gizi tidak hanya pada anak usia 0-23 bulan tetapi juga usia 24-59 bulan


Stunting is a serious public health problem and has long-term effects on individuals and society, including reduced cognitive and physical development, reduced productive capacity and poor health and worsening degenerative diseases. The aim of this study is to know factors related to the incidence of stunting in children aged 24-59 months in the Sukadana Public Health Center (Puskesmas) Working Area in East Lampung District in 2019. This study was a quantitative study with a cross sectional design which has 165 children as sample and used simple random sample as methode. This research was conducted in May-June 2019 by collecting data through direct interviews using questionnaires and anthropometric measurements. The results showed that variables related to stunting were the history of MP ASI contribution after controlled with variables of birth weight, birth length, giving vitamin A capsule, history of exclusive breastfeeding and weaning.

"
2019
T52720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Nawan
"Tesis ini membahas hubungan frekuensi episode diare dengan kejadian stunting pada batita usia 12-36 bulan di kecamatan Tamansari kabupaten Bogor tahun 2019. Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 30,8%. Metode penelitian adalah kuantitatif dengan desain cross sectional dari menganalisis data primer dari 441 batita berusia 12-36 bulan. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada balita usia 12-36 bulan sebesar 36,96%. Sedangkan proporsi stunting pada batita dengan frekuensi episode diare >1 kali dalam 6 bulan sebesar 54,55% lebih tinggi dibandingkan proporsi stunting pada batita dengan frekuensi episode diare ≤ 1 kali yaitu 30,31%. Analisis multivariat dengan uji cox regression menunjukkan hubungan yang signifikan antara frekuensi episode diare dengan kejadian stunting memiliki PR= 1,71 (95% CI: 1,24-2,34; p-value: 0,001), artinya peluang kejadian stunting pada batita dengan frekuensi episode diare > 1 kali dalam enam bulan sebesar 1,71 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan batita yang frekuensi episode diare ≤ 1 kali setelah dikontrol ASI eksklusif dan sanitasi. Peningkatan program promotof dan preventif guna pencegahan penyakit diare yaitu mengaktifkan kembali kegiatan penyuluahn meja 4 posyandu, peningkatan surveilans penyakit diare, asupan gizi yang seimbang, berkoordinasi dengan lintas sektor dalam peningatan higiene dan sanitasi, misalnya: penyediaan sarana air bersih, penyediaan saran BAB, dan media sarana edukasi dan sarana cuci tangan menggunakan sabun.

This thesis discusses the relationship between the frequency of diarrhea episodes with stunting among toddlers aged 12-36 months in Tamansari sub-district, Bogor district in 2019. Stunting or often called dwarf or short is a condition of growth failure in children under five years old (toddlers) due to chronic malnutrition and recurrent infections especially in the period of the first 1,000 days of life, from fetuses to children aged 23 months. The Riskesdas 2018 data showed the prevalence of stunting in Indonesia was 30.8%. The research method is quantitative with cross sectional design from analyzing primary data from 441 toddlers aged 12-36 months. The results showed the proportion of stunting in children aged 12-36 months was 36.96%. While the proportion of stunting in toddlers with a frequency of diarrhea episodes > 1 time in 6 months is 54.55% higher than the proportion of stunting in toddlers with a frequency of diarrhea episodes ≤ 1 time that is 30.31%. Multivariate analysis with cox regression test showed a significant relationship between the frequency of diarrhea episodes with the incidence of stunting. the frequency of diarrhea episodes > 1 time in six months is 1.71 times higher when compared to toddlers whose frequency of diarrhea episodes ≤ 1 time after controlled by exclusive breastfeeding and sanitation. Improvement of promotof and preventive programs to prevent diarrheal diseases, namely reactivating the activities of Posyandu table 4, increasing surveillance of diarrheal diseases, balanced nutritional intake, coordinating with multy-sectors in hygiene and sanitation recall, for example: providing clean water facilities, providing defecation advice and media for educational facilities and facilities for washing hands with soap."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>