Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sjafri Sairin, 1945-
"On Javanese plantation workers in North Sumatera, Indonesia."
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2014
331.11 SJA d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tumanggor, Rusmin
"Pemilihan judul ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa kesehatan termasuk kebutuhan pokok. Hal yang menarik, mengapa pengobatan tradisional lewat racikan langsung unsur-unsur alam "natural" bersama upacara religi "supernatural" atau ramuan tradisional yang secara lokal disebut dengan pulungan roha-roha/pulungan hutahuta" masih diminati masyarakat Barus, di saat dunia mengalami kemajuan pesat dibidang pengobatan modern. Komunikasi relatif terbuka ke dunia luar. Buktinya agama-agama besar dapat menjadi anutan mayoritas masyarakatnya. Kristen, Islam disamping agama lokal Sipele Begu. Pranata pengobatan modern: Puskesmas, klinik-klinik pribadi dokter, bidan dan mantri hadir disini. Berada kota yang berpeluang bagi perubahan. Apalagi hampir di setiap desa terdapat warga masyarakat yang memiliki pesawat TV dengan parabolanya.
Dari itu yang menjadi permasalahan dalam disertasi ini adalah eksistensi pengobatan tradisional masih sangat kuat di kalangan masyarakat Barus di tengah-tengah era pembangunan kesehatan modern hingga sekarang. Karena itu pertanyaan penelitian ialah mengapa pengobatan tradisional masih dominan di kalangan masyarakat Barus? Mengapa mereka memilih model penggunaan ramuan tradisional seperti itu? Kepercayaan apa yang terdapat di baliknya? Bagaimana agama-agama yang dianut masyarakat bisa permisif terhadap model pengobatan setempat? Seberapa dalam keterkaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang berlaku pada masyarakat tersebut? Atas rangkaian itu, penulis berhipotesa bahwa pengetahuan masyarakat Barus tentang kosmologi yang bersumber dari penafasiran mereka atas lintas berbagai agama dan kepercayaan yang diyakininya membawa kerukunan dan kedamaian hidup, menjadi pedoman umum mereka dalam melakukan interpretasi dan kegiatan pengobatan tradisional.
Tujuan yang ingin dicapai adalah substansi kebudayaan berupa pengetahuan dan kepercayaan yang mendorong praktek penggunaan ramuan tradisional dalam sistem pengobatan tradisional warga masyarakat Barus, sebagai kajian teoritis. Sementara signifikansinya berguna dalam memahami makna keragaman kebudayaan berkaitan dengan masalah biologi, psikologi dan sosial dalam pengobatan serta perencanaan SKN (Sistem Kesehatan Nasional) untuk kepentingan terapan.
Kerangka teori. Dalam pengembangan kerangka teori, dimulai dengan kajian atas tulisan para ahli tentang sistem kebudayaan yang meliputi ide sebagai intinya, aktivitas dan benda-benda kebudayaan berupa hasilnya. Dilanjutkan dengan analisa terhadap berbagai tulisan tentang sistem kepercayaan (belief system) yang meliputi kosmologi, makrokosmos dengan kekuatan gaibnya , dan mikrokosmos dalam kaitannya dengan pandangan mengenai kesehatan, penyakit dan penyembuhannya. Juga dikaji bagaimana hal itu berproses menjadi nilai kebudayaan kesehatan dalam masyarakat.
Karena data temuan memperlihatkan bahwa masyarakat Barus menggunakan ramuan tradisional tumbuh-tumbuhan, hewan, benda, diiringi dengan mantra dan jampi (tab's dart tonggo) Berta unit (kusuk) untuk hampir semua jenis penyakit maka teori yang relevan dikaji dalam penelitian ini adalah teori pengobatan lewat cairan "Hurnoral Medicine Theory" yang dikembangkan Hippocrates 460-357 SM dan teori pengobatan lewat manipulasi kekuatan gaib dan pemujaan secara agama 'Magico-Religious Medicine Theory" yang diketengahkan oleh Rivers 1864-1972 . Seberapa jauh faham ini berlaku atau menyimpang di Barus. Dengan kata lain kemungkinan bahwa di Barus memiliki teori tersendiri.
Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya kemapanan, penyerapan dan perubahan dalam pengobatan tradisional, juga dikaji teori perubahan kebudayaan dari Spradley, Boehisantoso, Suparlan, Kalangie dan Bodhihartono yang intinya sebuah kebudayaan akan mengalami perubahan jika ada: keharusan untuk adaptasi; inovasi; difusi dan terterima oleh masyarakat pendukungnya.
Pendekatan. Sesuai dengan data yang dibutuhkan adalah sistem kepercayaan dan pengobatan tradisional masyarakat yang mengacu pada pandangan mereka sendiri tentang dunianya maka pendekatan yang digunakan adalah "emik". Karena gejala perilaku kesehatan ini tidak akan dapat menjawab dirinya sendiri seutuhnya tanpa melihat kaitannya dengan gejala lainnya dalam satu sistem kebudayaan, dimana harus dilihat hubungannya dengan sistem kepercayaan dan unsur kebudayaan lainnya secara menyeluruh, maka pendekatan dalam pengumpulan data dilakukan secara "halistik" dan "sistemik".
Metode. Sesuai pendekatan tersebut maka metode yang digunakan bersifat kualitatif. Sehiugga yang dituju tersentral pada data yang sifatnya esensial dan substansial. Dan itu dalam pengumpulan data dilakukan lewat wawancara, diiringi observasi terlibat dengan frekuensi tinggi dan intensif, ditambah dengan photografi. Sementara informan terdiri dari para data 'dukun', pasien dan keluarganya, petugas pengobatan modern, orang tua-tua, pimpinan formal dan informal yang terdapat di Barus."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
D446
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumanggor, Rusmin
"ABSTRAK
Pemilihan judul ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa kesehatan termasuk kebutulian pokok. Hal yang menarik, mengapa pengobatan tradisional lewat racikan langsung unsur-unsur alam "natural" bersama upacara religi "supernatural" atau ramuan tradisional yang secara lokal disebut dengan pulungan roha-roha/pulungan hutahuta" masih diminati masyarakat Barus, di saat dunia mengalami kemajuan pesat dibidang pengobatan modern. Komunikasi relatif terbxika ke dunia luar. Buktinya agama-agama besar dapat menjadi anutan mayoritas masyarakatnya. Kristen, Islam disamping agama lokal Sipele Begu. Pranata pengobatan modern: Puskesmas, klinilc-klinik pribadi dokter, bidan dan mantri badir disim. Berarti kota yang berpeluang bagi perubahan. Apalagi hampir di setiap desa terdapat warga masyarakat yang memiliki pesawat TV dengan parabolanya.
Dan itu yang menjadi permasalahan dalam disertasi ini adalah eksistensi pengobatan tradisional masih sangat kuat di kalangan masyarakat Barus di tengah-tengah era pembangunan kesehatan modern hingga sekarang.
Karena itu pertanyaan penelitian ialah mengapa pengobatan tradisional masih dominstn di kalangan masyarakat Barus? Mengapa mereka memilih model penggunaan ramuan tradisional seperti itu? Kepercayaan apa yang terdapat di baliknya? Bagaimana agama-agama yang di anut masyarakat bisa permisif terhadap model pengobatan setempat? Seberapa dalam keterkaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang berlaku pada masyarakat tersebut?
Atas rangkaian itu, penuhs berhipotesa bahwa pengetahuan niasyarakat Barus tentang kosmologi yang bersumber dari penafsiran mereka atas lintas berbagai agama dan kepercayaan yang diyakininya membawa kerukvinan dan kedamaian hidup, menjadi pedoman umum mereka dalam melakukan interpretasi dan kegiatan pengobatan tradisional.
Tujuan yang ingin dicapai adalah substansi kebudayaan berupa pengetahuan dan kepercayaan yang mendorong praktek penggunaan ramuan tradisional dalam sistem pengobatan tradisional warga masyarakat Barus, sebagai kajian teoritis. Sementara sifnifikansinya berguna dalam memahami makna keragaman kebudayaan berkaitan dengan masalah biologi, psitologi dan sosial dalam pengobatan serta perencanaan SKN (Sistem Kesehatan Nasional) untuk kepentingan terapan.
Kerangka teori. Dalam pengembangan kerangka teori, dimnlai dengan kajian atas tuliean para ahli tentang sistem kebudayaan yang meliputi idea sebagai intinya, aktivitas dan benda-benda kebudayaan berupa hasilnya. Dilanjutkan dengan analisa terhadap berbagai tvdisan tentang sistem kepercayaan (belief system) yang meliputi kosmologi, makrokosmos dengan kekuatan gaibnya , dan mikrokosmos dalam kaitannya dengan pandangan mengenai kesehatan, penyakit dan penyembuhannya. Juga dikaji bagaimana hal itu berproses menjadi nilai kebudayaan kesehatan dalam masyarakat.
Karena data temuan memperhhatkan bahwa masyarakat Barus menggimakan ramuan tradisional tumbuh-tumbuhan, hewan, benda, diiringi dengan mantra dan jampi (tahas dan tonggo) serta urut (kusuk) untuk hampir semua jenis penyakit, maka teori yang relevan dikaji dalam penehtian ini adalah teori pengobatan lewat cairan "Humoral Medicine Theory" yang dikembangkan Hippocrates 460-357 sM dan teori pengobatan lewat manipulasi kekuatan gaib dan pemujaan secara agama "Magico-Religious Medicine Theory" yang diketengahkan oleh Rivers 1864-1972 . Seberapa jauh faham ini berlaku atau menyimpang di Barus.
Dengan kata lain kemungkinan bahwa di Barus memiliki teori tersendiri. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya kemapanan, penyerapan dan perubahan dalam pengobatan tradisional, juga dikaji teori perubahan kebudayaan dari Spradley, Boehisantoso, Suparlan, Kalangie dan Bodhihartono yang intinya sebuah kebudayaan a lean mengalami perubahan jika ada: keharusan untuk adaptasi; inovasi; dihisi dan terterima oleh masyarakat pendukungnya. Pendekatan. Sesuai dengan data yang dibutuhkan adalah sistem kepercayaan dan pengobatan tradisional masyarakat yang mengacu pada pandangan mereka sendiri tentang dunianya, maka pendekatan yang digunakan adalah "emik". Karena gejala perilaku kesehatan ini tidak akan dapat menjawab dinnya sendiri seutuhnya tanpa melihat kaitannya dengan gejala lainnya dalam satu sistem kebudayaan, dimana harus dilihat hubungannya dengan sistem kepercayaan dan unsur kebudayaan lainnya secara menyeluruh, maka pendekatan dalam pengumpulan data dilakukan secara "hohstik" dan "sistemik".
Metode. Sesuai pendekatan tersebut, maka metode yang digunakan bersifat kuahtatif. Sehingga yang dituju tersentral pada data yang siffltnya esensial dan substansial. Dari itu dalam pengumpulan data dilakiikan lewat wawancara, diiringi observasi terhbat dengan frekuensi tinggi dan intensif, ditambah dengan photografi. Sementara informan terdiri dari para datu dukun', pasien dan keluarganya, petugas pengobatan modern, orang tua-tua, pimpinan formal dan informal yang terdapat di Barus.
Wilayah dan kehidupan masyarakat Barus. Wilayah Barus memiliki kekayaan flora dan fauna dan sumberdaya laut dan potensi hidrogen. Semua ini menjadi dasar mata pencaharian penduduk. Kaya dengan simpanan situs kepurbakalaan Tiongkok, Persia/Timur Tengah dan India maupun artefak karya putra Barus sendiri. Dalam lintasan sejarah, Barus terkenal dengan ke-bahari-an, j^QQ^aritiman, perdagangan, kota penuh misteri, mitos dan legendaris. Diperkirakan 6000 Tabun sM telah ada kehidupan manusia di Barus.
Sewaktu penulis melakukan penelitian tahun 1995 , di Desa Lobu Tua sedang diadakan Perayaan Peringatan Lobu Tua 5000 tahun yang dihadiri oleh Penganut dan Pemuka Agama Islam, Kristen dan Sipele begu setempat dan Pemda Tk. II. Demikian diyakini masyarakat Barus sekahpun tidak semua di dukung oleh data akurat dilihat dari pendekatan ilmiah yang selama ini digunakan untuk Barus.
Dari sudut perdagangan, dari Barus sangat terkenal kapur barus (getah/kristal sejenis kayu) asH dari Barus yang bernama hayu hapur, kemenyan dengan nama haminjon, dll. Khusus kapur barus dari wilayah inilah berkembang ke seluruh dunia. Hal ini penulis yakini dengan melihat nama kapur barus terpakai di negara manapun dalam rangka menyebutkan kapur barus yaitu dasar kapxir dan penuhs hubungkan dengan proposisi Boedhisantoso el."Perkembangan kebudayaan di suatu masyarakat tidak satupun yang lepas dari pengaruh kebuadayaan lainnya karena keterbatasan setempat." Dengan kata lain "Tidak akan lahir satu kosa kata sesuatu bahasa masyarakat di suatu wilayah pendukung kebudayaan, jika disitu tidak terdapat sumberdaya 'resources.
Dari segi keagamaan, di Barus telah lama hidup agama lokal yaitu Sipele Begu (pembauran animisme, dinamisme dan pohteisme). Kemudian dipengaruhi kosmologi Tionghoa kuno agama RU hingga Prasejarah yang belakangan berwujud agama seperti Taoisme dan Konfusionisme oleh Tsyou dan Kong Fu Tse dengan adanya kepercayaan Shang Ti (dapat kesaktian dari Tuhan) dan Hong (Raja Setan) pada masyarakat Barus. Kemudian dipengaruhi agama Hindu dan Budha dari India tetapi tidak utuh dan tak bertahan lama. Selanjutnya masuk agama Yahudi kalau tidak dan masa Nabi Musa dengan kitabnya Taurat atauprm setidaknya dari masa Nabi Daud dengan kitabnya Zabur.
Terakhir masuk Islam dan Kristen pembawa ajaran Monoteisme. Kecuah Kristen, semua mi tergambar pada kosmologi dan kedukunan Barus. Dari Barus ini terkenal dua ulama dan ilmuan besar dizamannya yaitu Hamzah Fansuri dan Abdurrauf Al-fansuri. Keduanya pernah mengajar di Banda Aceh/Kutaradja-lama, sekitar abad 17 dan Abdurrauf Alfansuri diabadikan namanya pada Perguruan Tinggi Negeri terkenal di Banda Aceh dengan mengambil nama tempat pemukimannya yaitu Universitas (Tengku/Kiyai/Ulama-pen) Syiah Kuala Darussalam. Adapun keorganisasian sosial yang hidup hanyalah keagamaan dan oTTii kopGrasx luar d-o-lzhQii/ tlcl tolu sGcaxa informal dan infGnsl^* Transportasi SGtampat, ada dangan jalan kaki, kuda, SGpada, rakit, motor dan mobil angkutan antar kocamatan dan Ibu kota. SomGntara kesenian adalab gondang, opara, sikambang, tarian-tarian malayu, ukirukiran dan ornaman. Bahasa adalah bahasa Tapanuli, Malajm/Pasisir dan Pakpak Dairi.
Palayanan kesehatan modarn tardiri dari Puskesmas dan Balai Kesahatan, Klinik pribadi dangan tanaga para doktar, mantri/parawat dan bidan. Adapun jumlah doktar 4 orang, bararti 1: 19.018 panduduk. Bidan 19 orang, bararti 1: 782 KK dan parawat 45 orang, bararti 1; 1690 panduduk. Sadangkan jumlah datu kasaluruhannya (kacuali 8 dasa yang tidak mangirimkan nama datunya), 242 orang dangan parincian 186 di Barus 56 di Manduamas. Bararti satu datu untuk 314 pandudiik. Satiap Dasa mamiliki ± 5 datu.
Dari sagi pemerintahan, di Dasa Lobu Tua ditamukan sabuah bantang yang diperkirakan abad ke 8 - 12, tempat raja dsin keluarganya yaitu orang Arab. Ada juga yang mangatakan pada abad ka 10 (929 M) Barus sabagai Ibu kota Sriwijaya. Kamudian pada abad ka 11 s/d 16 Barus dikuasai raja-raja Acah. Abad ka 17 Balanda masuk dan juga rajaraja Minangkabau hingga abad ka 19. Sahingga raja-raja lokal dibawah jajahan itu. Abad ka 20 Jepang dan Sakutu masuk, dan parang kamardakaan olah rakyat. !Merah putih barkibar, raformasi barjalan, Barus tinggal kanangan dan nyaris tarlupakan.
Kehidupan Ma^yarakat Barus dapat dilihat dari babarapa sudut. Mata pancaharian pada umumnya adalah tani sawah, nalayan dan tukang secara musiman. Jika dilihat dari tingkat pandapatan penduduk, kuahtas pariimahan masyarakat, pamilikan lahan, transportasi dan tarnak, Barus targolong miskin dan sangat miskin. Pandangan hidup dan keteraturan dalam kehidupan. Adapun paiidangan hidup "world view"/"Weltanschauung" masyarakat Barus yakni gigih maraih kahormatan, kakayaan dan katurunan yang manyabar. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari sini, pada tingkat personal dapat hidup sampuma. Semantara di tingkat sosial dimilikinya horas 'keutuhan' sabagai centra dari core culture masyarakat Barus. Tempat mawujudkannya adalah melalui pranata keorganisasian sosial dalihan na tolu 'tiga tungku' yang tardiri dari saudara samarga, pihak marga pamberi wanita dan pihak marga panarima wanita. Disini terjadi penggalangan potensi setiap adanya kewajiban dan hak dalam menghadapi suka d\ika dalam hidup kekerabatan, termasuk soal kesehatan dan pengobatan. Semua ini diyakini sesuai yang dicontohkan Tiihan dan arwah leluhur.
Masyarakat pesisir menghubimgkannya dengan jaringan "sumando": orang tua, mertua, anak menantu, abang ipar, adek ipar, cucu, dll. Dikaitkan pula dengan nilai-nilai budi pekerti ajaran Islam. Kosmologi asli masyarakat Barus terdapat pada Pustaha 'kumpulan ilmu' Batak, yang terbuat dari kulit ka5ni. Isinya meUputi: tumbaga huling 'dinding baja' yang mencakup; keagamaan, kerajaan dan adatistiadat. Satu lagi adalah sura agong 'pikiran dalam kegelapan', yang mencakup: paperangan, pekerjaan dan kedukunan, Semua ini adalab sesuatu yang masib gelap untuk diasumsikan dan diprediksi. Melalui pembabasan dalam sura agong inilab akan terang jalan keluarnya. Penganut Sipele Begu menganggap ini sebagai kitab suci. Sementara ummat Islam dan Kristen yang memilikinya memandang sebagai kitab pusaka yang mengandung tuab atau kesaktian "mana". Baik untuk memabami tumbaga huling maupun untiik sura agong, ablinya adalab datu.
Adapun isi kosmologi mebputi kebidupan di dunia macrokosmos yaitu tempatnya berbagai kekuatan supernatural dengan alam gaibnya. Tempat ini terdiri dari dunia atas dan dunia bawab. Ada pula kebidupan di Dunia Tengab atau mikrokosmos sebagai natural tempat tinggalnya manusia, tmnbub-tumbuban, bewan, benda-benda dengan rob serta kesaktian "mana" masing-masing. Manusia adalab anak cucu dari Tuban yaitu dari anak Tuban yang pertama turun ke Bumi "Boru Deak Parujar dan Raja Odap-odap" di kaki gunung "Pusxik Bubit" di pinggiran Danau Toba. Lokasi inilab yang disebut "Batakna" yaitu areal perumaban cucunya Tuban Pencipta. Inilab dasar kata "Batak".
Sementara yang beragama Islam dan Kristen nama-nama Tubannya berubab, akan tetapi makbluk gaib lainnya dan manusia, tetap sama. Baik eksistensi maupun fungsinya. Warga masyarakat Barus juga mempunyai sistem kategorisasi dan keteraturan hidup. Alam supernatural dan natural adalab tempat pencipta dan ciptaannya. Alam juga memiliki jenis, sifat berpasangpasangan, bertentangan maupun netral. Ada Tuban Pencipta, Tuban- Tuban Ciptaan-Nya, Anak-Anak Tuban, Pembantu, setan (di udara, darat, laut dan pelimbaban), jin (di laut), rob (manusia, bewan, tumbubtumbuban dfjn benda). Alam natural terdiri dari benda bumi (dengan kandungan besi, air, tanab, udara/angin), bulan (yang melabirkan ikbm sejuk), mata bari (yang melabirkan ikbm panas), dan bintang (pemberi tanda dan arab).
Keteraturan hidup dapat dicapai lewat manjalankan bak dan kewajiban antara diri dengan lainnya. Jika tidak terjadilab gangguan bidup berupa ketidak barmonisan. Diantara akibatnya adalab terserang penyakit wabah "epidemi" secara massal, penyakit akut atau kronis maunpun beresiko kematian keluarga serta pribadi.
Konsepsi tentang kesehatan. Konsepsi masyarakat Barus tentang sehat, yaitu: sehat badan, jiwa dan roh. Badan bisa menikmati makan dan mengeluarkan sisanya tanpa kelainan perasaan dari kenikmatan biasa. Mampu berketurunan, bersih, dapat melakukan tugas sehari-hari. Mwa dapat berpikir lurus, perasaan gembira, beribadah sesuai perintah Tuhan. Tidak mudah dimasuki makhluk halus. Rohnya sanggup memikul beban yang ditimbulkan oleh kegiatan phisik dan jiwa.
Sumber kesehatan dapat diperoleh dari perlindungan, usaha diri sendiri dan tidak ada pengguna black-magic yang mengganggu. Konsepsi masyarakat Barus tentang sakit adalah kebalikan dari keadaan di atas tadi yang intinya dapat melakukan tugas sehari-hari. Warga masyarakat juga melakukan kategorisasi penyakit. Sakit badan meHputi penyimpangan dari segi bobot, bentuk, dan rasa. Sakit jiwa mehputi keturiman, setan/jin dan perbuatan sendiri. Sementara itu sumber penyakit ada yang dari Tuhan, makhluk halus, manusia dan berbagai kekuatan alam.
Masyarakat Barus juga mempunyai konsep tentang penyembuhan yaitu prinsip penyembuhan kembah kepada penyebab peny^t tadi.
BabV
Penyembuh tradisional "Datu" dalatn masyarakat. Orang-orang yang dipercayai imtuk menganalisa pengobatan lewat penggimasin ramuan tradisional yang diirmgi sejumlah aktivitas ritual dan seremonial kepercayaan tertentu, disebut datu.
Datu terdin dari beberapa hategori. Berguru dan bukan berguru tetapi lewat kemasukan, mimpi maupim bisikan hati. Kategori yang disebut terakhir mi umumnya tidak mau disebut datu. Alasannya datu yang berguru cendrung melekat pada dirinya kemampuan mengobati dan membuat penyakit sementara mereka tidak. Datu terdiri dari datu bolon 'dukun besar' dan datu gelleng 'dukun kecil'. Ada juga yang disebut datu parangas-angas, menguasai banyak atau hanya satu ilmu pengobatan, tetapi sangat telaten atau beken.
Motivasi jadi datu mehputi; pewarisan budaya, perhndungan, sosial kemanusiaan, keamanan, ekonomi, dan bakat. Khusus yang berguru, proses belajar mengajar antara guru dengan murid berlangsung secara rabasia (esoterik) dan umumnya satu persatu. Murid melihat cara datu berpraktek, mencatat nama-nama obat, mantra dan jampi yang digunakan untuk setiap jenis penyakit serta menghafalnya.
Sesudah jadi datu, tidak boleh sombong, tidak materiahs, penyabar, dan makanan pemberian pasien tidak boleh dikonsumsi sendiri tetapi dibagi-bagikan kepada kerabat, tetangga, disamping dengan pasien sGndixi. B©rarti ada nilai psmbinaan. kButuhan tsritorial..
Selanjutnya terlihat pula historis dan huhungan antara Datu dengan Pasien dan Keluarganya dan dengan Masyarakatnya. Hubungan datu, pasien dan kelurganya sangat akrab. Pengobatan selalu diawali dengan tarombo 'membuka silsilah kekerabatan dan hubungan kemargaan'. Adapun acuan pedotnan kegiatan hadatuon meliputi. Pustaha yang isinya berupa Hmu-ilmu Batak yang dipengaruhi pula oleh berbagai sumber yakni kosmologi dan sistem kepercayaan Tiongkok kuno (dengan adanya tertera di Pustaha konsep shang ti 'kesaktian yang dititiskan penguasa langit terhadap seseseorang'. Selanjutnya oleh agama Yahudi, kalaupun tidak dimulai dari agama yang dibawa Nabi Musa dengan kitabnya Tairrat seminimalnya dari agama yang dibawa Nabi Baud dengan kitabnya Zabur (dengan tercantumnya di Pustaha pernyataan "Debata Batara Guru mertua dua Raja Sulaiman"lp\itra. Nabi Daud).
Seterusnya adalah dari Qur 'an dan Hadits (Islam), Tajul Muluk (Taj Al Mulk) oleh Ulama-ulama Islam, Rangkaian ritual dan do'a -do'a mujarrabat oleh 'ulama-ulama Islam, mantra dan jampi serta ramuan lewat mimpi, mantra dan jampi serta ramuan seketika dari bisikan hati, do'a dan ramuan dari kemasukan. Terakhir adalah kumpulan catatan datu-datu . Ada yang dari kosmologi dan sistem kepercayaan Tiongkok kuno (dengan adanya mantra dan jampi yang diawah dengan Hong! (Raja Setan! menurut para datu) yang dalam kosmologi dan teologi Tionghoa kuno bernama "Kwang Khong" dibaca "Kwan Hong" (Dewa Neraka). Selebihnya adalah mantra dan jampi rekayasa berupa inovasi dari para datu itu sendiri lewat berbagai pedoman di atas.
Bab VI
Penggunaan ramuan tradisional dalam pelestarian kehidupan dan upaya penyembuhan. Masyarakat menyatakan ini semua sebagai pengobatan "parubaton". Dalam pelestarian kehidupan, ramuan tradisional digunakan untuk: pengembangan (konstruktif) bagi kesehatan,. antara lain uras jabu 'membersihkan rumah' dan partahanan pamatang 'menyegarkan badan'; mengatasi berbagai masalah berupa pencegahan (preventif) pribadi seperti, terkena darah sial, keluarga seperti memindahkan kubiuran anggota keluarga sesuai mimpi kerabat, masyarakat seperti, penentuan waktu turun ke sawah.
Bagi penyembuhan (kuratif) mehputi: Penyakit alami "na somal/angin" seperti perubahan cuaca, ± 93 macam penyakit. Penyakit rekayasa manusia "pambaenan ni halak" /"black-magic" ± 12 macam seperti hona rasun. Kemudian penyakit intervensi makhluk gaib/supernatural "sahit sian ginjang/alogo" yang mehputi dari arwah leliihur, setan, jin atau Tuhan pencipta ± 13 macam seperti, na denggan basa/na elok baso/bunga.
Penggunaan ramuan tersebut dilatarbelakangi oleh pengetahuan mereka tentang kandungan ramuan tradisional yang bersumber dari pandangan teologi, konsep-konsep natural/sekuler serta pengetahuan pelaksana pengobatan modern yang ada di Barus.
Kandungan pada ramuan tradisional meniurut masyarakat: zat penambah, pengurang, pengimbang, pembunuh bakteri, makna simboHs, pembujukan, pengusiran penyakit atau sumbernya. Dari 129 species, 128 genus serta 74 family tumbuh-tumbuhan yang telah teridentifikasi khasiatnya menurut pengobatan modern, 51 species (39,5%), 60 genus (46,8%), 25 family (33,7%) terdapat persamaan pandangan dengan pengobatan tradisional, disamping berbagai perbedaan. Seperti, bulung ni sia (Adenostemma lavenia) sama-sama dinyatakan bisa mengobati penyakit mata, demam, diare, batuk Han penyakit perut.
Datu juga mempxmyai tehnik diagnosa dan pengobatan lewat ramuan tradisional. Prosedure dan peralatan diagnosa dilakukan dengain: menatap wajah dan tubuh pasien saja; memakai kunjdt; menggnnakan geleta atau stoples; gerakan beliung; menabiar beras; kemasan sirih; jeruk purut atau jeruk nipis; kemasukan; mimpi; bisikan/gerakan hati. Mengiringi ramuan tradisional adalah ritual dan seremonial dari magik-religi. Ritual dimaksud adalah upacara yang bersifat tatacara pemujaan, persembahan dan peribadatan. Seremonial, adalah upacara yang bersifat perayaan.
Prinsipnya, ritual dan seremonial dari magik-reHgi mesti dirangkaikan kepada setiap penggunaan ramuan tradisional. Alasannya, disatu sisi, alam memihki kekuatan dahsyat yang tersembun5d diluar kenyataan sehari-hari. Dari itu magik saat diperlukan dapat dimanfaatkan. Di sisi lain, difahami bersama, semua alam datang dari Maha Pencipta. Bahkan seluruh datu dan bukan saja datu penganut agama Sipele Begu tetapi sebahagian datu (Islam dan Kristen) menyatakan kitapun bahagian dari Tuhan. Oleh karena itu kita mesti minta kepada Tuhan atas penggunaan semua ciptaannya imtuk obat supaya dapat keberkahan. Permintaan itu dilakukan dalam bentuk tabas (jampi) dan tonggo (mantra) dengan konsentrasi tinggi "haripat". atau makrifat. Kalau haripat-nya tinggi, yang berbicara itu bukan lagi kita (datu) tetapi sudah Tuhan. Jadi "kata-kata itulah Tuhan dan Tuhan adalah kata-kata itu" (Hata i Do Debata, Debata do hatai/Keccek kito tu anyo Tuhan,Tuhan anyo keccektu). Nampaknya pernyataan ini ada hubungan dengan ajar an Sipele Begu disatu sisi, faham tasauf "Wahdatul Wujud" Hamzah Fansuri di sisi lain. Sehingga menggambarkan berpengaruhnya kedua faham tersebut ke dunia hadatuon di Barus. Adapun model tahas dan tonggo meliputi: bujukan, kemarahan dan rajukan serta pengusiran. Sebagai contoh:"... Binsumirloh dirahaman dirahamin... rangkaian jampi dan mantra.. sah" (keluarlah).
Lebih lanjut dapat pula kita ketahui adanya persentuhan sistem pengobatan tradisional dengan sistem pengobatan modern dalam keyakinan dan praktek pengobatan masyarakat Barus. Adapnn sejumlah alasan yang melatarbelakangi kepercayaan warga masyarakat terhadap efektifitas pengobatan tradisional, sbb: Karen a badan manusia terdiri dari isi (zat) alam, dan isi alam dan Tuhan, dimana manusia juga pimya hubungan dengan kekuatankekuatan gaib lainnya selain Tuhan, maka ramuan tradisional yang asalnya dari bumi dan juga ciptaan Tuhan, pasti ramuan tradisional tersebut sesuai dengan kesehatan manusia. Ramuan tradisional ini gabimgan dari isi/zat pada alam diperkuat dengan mantra dan jampi termasuk do'a, diiringi dengan urut badan pasien sebagai syarat sampainya ramuan ke tubiih dan jiwa pasien lewat mediator yaitu datu. Adapun kemudahan ramuan tradisional menurut masyarakat Barus, obatnya mudah didapat di sekitar rumah sendiri, tetangga, desa, desa lainnya atau hutan sekeliling wilayah Kecamatan. Kunjimgan ke datu, hubungannya penuh keakraban dan biaya terjangkau. Sekahpun bahan ramuannya terkadang agak mahal, tapi sasaran pengobatannya lebih meyakinkan dibandingkan dengan pengobatan modern. Di sisi lain, menyangkut sistem pengobatan modern dalam kehidupan masyarakat. Pertama, pengobatan modern telah masuk sejak 1920-an. Namun hingga tahun 1960-an warga masyarakat jarang sekah yang mau berobat ke Puskesmas Balai Kesehatan , mantri maupun bidan.
Pada tahun 1970-an untuk sejumlah jenis penyakit dalam kasus sangat terdesak sudah banyak yang mulai ke Puskesmas, mantri atau bidan. Tahun 1980-an berkembangnya Puskesmas dan Program KKB, warga masyarakat semakin dekat dengan jasa pengobatan modern. Diakui ada sejumlah kemudahan pelayanan sistem pengobatan modern. Obat-obatnya telah dikemas, tidak perlu dicari lagi. Sejumlah penyakit cepat dapat disembuhkan seperti mencret, demam karena influensa, menghentikan pendarahan waktu luka.
Kelemahan pada sistem pengobatan modern menurut masyarakat mehputi: obat-obatnya sering agak usang dan cepat cair berderai; sejumlah penyakit black-magik dan supernatural, tidak dapat disembuhkan pengobatan modern; pelaksana pengobatan modern masih banyak yang tidak mau kompromi penuh kesombongan. Namim demikian menurut para datu dan sejumlah pasien, prospek hubungan pengobatan modern dengan pengobatan tradisional, sudah terlihat akan ada titik terang. Buktinya akhir-akhir ini sejumlah penyakit yang tidak tertanggulangi oleh pelaksana pengobatan modern, diserahkan dan setidaknya ada juga yang sekedar dianjurkan ke datu. Dengan demikian sekalipun masih banyak hal dan wilayah di tanah air yang mesti distudikan, akan tetapi jika contoh ini terpolakan, langkah ke arah kerjasama, menimjukkan kegembiraan sesuai harapan Sistem Kesehatan Nasional (SE[N).
Bab VIII
Akhirnya dapat diketahm pertalian: pandangan hidup, kosmologi, sistem-sistem kepercayaan dan sistem pengobatan tradisional pada masyarakat Barus. Kebudayaan dan kepercayaan berfungsi terhadap penggunaan ramuan tradisional. Kebudayaan telah memberikan persingkat berupa model-model pengetahuan sebagai pedoman kehidupan umum. Sementara kepercayaan memberi kajian keyakinan tentang hubrmgan dunia nyata dengan nirnyata lewat hak dan kewajiban yang tertuang dalam ritual dan seremonial. Salah satu unsur terkait dengannya adalah soal kesehatan, penyakit dan penyembuhan.
Core culture masyarakat Barus adalah haras 'keutuhan hidup' yang akan tercapai hanya dengan sarimatua 'kesempirrnaan hidup' lewat perolehan kehormatan, kekayaan, dan keturunan yang menyebar dan inovatif.
Untuk kesempurnaan hidup perlu dibina kehangatan hubimgan makhluk hidup di diuna tengah dengan Tuhan di dunia atas dan dengan roh-roh orang yang telah mati di dunia bawah. Ketiga dunia ini diikat oleh satu pohon besar. Disinilah perlunya upacara yang bersifat ritual dan seremonial beserta pengorbanannya.
Kaitannya terhadap penggunaan ramuan tradisional tumbuh dari pandangan bahwa semua yang ada di bumi adalah ciptaan Tuhan untuk menghidupi manusia. Dan semua kehidupan diikat dengan tumbuhan sebagai landasan filosofis kehidupan dan pengobatan masyarakat Barus. Ketidak^eimbangan semua unsru melahirkan penyakit pada manusia. Oleh karena itu, dalam upaya penyembuhan harus juga menggunakan ramuan tradisional. Karena semua punya roh, roh ramuan perlu dibujiik dan dimohon keizinan pemanfaatannya. Dari itu perlu rangkaian tabas 'mantra' dan tonggo 'jampi'.
Dari uraia tadi dapat pula kita deskripsi teori sistem pengobatan tradisional yang berlaku pada masyarakat Barus yang mendukung hipotesis dalam disertasi ini. Hipotesis yang berbunjd pengetahuan masyarakat Barus tentang kosmologi yang bersumber dari penafsiran mereka atas lintas berbagai agama dan kepercayaan yang diyakininya membawa kerukunan dan J^^danxaian hidup^ mcnjadv psdanxan^ "LLtnum m^j^cka daLatn m^IfakiLkan interpretasi dan kegiatan pengobatan tradisional, terbukti dalam penelitian ini. Yaitu, sistem pengobatan tradisional pada masyarakat Barns merupakan likwidasi kepercayaan tentang huknm alam (natural) dengan kepercayaan religi (supernatural) secara ganda dan sinkretis kedalam idea hingga aktivitas pengobatan dan pembuatan obat. Berarti keran^a teori pada Bab I terbukti dalam penelitian, dengan beberapa perubaban yaitu, rob manusia, tumbuban, bewan, benda, ikut mempengarubi kondisi kesebatan, penyakit dan penyembuban yang tadinya tidak terpikirkan oleb penxdis. Kerangka teori finalnya terlibat
Halam Bab VIII.
Oleb karena terdapatnya kepercayaan antar lintas dari penganut rebgi (Islam, Kristen, Sipele Begu) dalam penggunaan mantra dan jampi untuk pengobatan, dimana masyarakat pengguna dan para datu mengakm keberadaan eksistensi Tuban antar penganut Agama dan dapat digunakan imtuk menolong dalam upaya pengobatan lewat mantra dan jampi kepada Tuban penganut agama lain itu sebagai tetangga Tubannya, disamping dipercayai ada xmsur alam yang berpengarxib terbadap kesebatan yang berpangkal dari alam tumbub-tumbuban, hewan dan benda sertamerta robnya, maka teori pengobatan tradisional yang berlaku di Barus adalab "henotheism-natural medicine theory" atau "teori pengobatan lintas kepercayaan dan alamiah". Berarti penggabungan konsep teori Hippocrates dan Rivers.Menyinggang teori perubahan dari Spradley, Boedhisantoso, Suparlan, Kalangie dan Boedhihapitoao, dari konsep horas, terjadi penyerapan keyakinan religi terhadap pengobatan. Metode pengembang agama-agama besar yang masuk ke Barus yang lebih bersifat sosiologis ketimbang teologis, membuat sinkretisme agama-agama termasuk pengarunya terhadap memahami upaya pengobatan. Sulitnya warga masyarakat menerima pengobatan modern, karena konsepnya sangat jauh dari sistem kepecayaan masyarakat. Karena itu umur penggobatan tradisional ini masih sangat lama.
Bab IX
Kesimpulan. Dalam berbagai penubsan teori pengobatan tradisional sebelumnya rasanya belum pernab ada yang mengetengabkan teori ini. Demikianlab ringkasan sebagai pengantar untuk mengetabui irraian lebib rinci dalam sembUan bab disertasi ini. Semoga ada manfaatnya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
D406
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Egia Anintana
"Tesis ini meliputi gambaran mengenai pemaknaan umat terhadap ornamen-ornamen pada gereja Katolik yang mempunyai tema inkulturasi. Tema inkulturatif disini adalah nama yang dipakai pada sebuah gereja Katolik di Kota Berastagi yang berkisar pada penggunaan arsitektur rumah adat Karo, masyarakat setempat. Penelitian mengenai pemaknaan ornamen pada gereja tema inkulturatif ini mempunyai tujuan berusaha menampilkan gambaran ornamen-ornamen apa yang penting dan tidak penting menurut umat. Selain metode wawancara, peneliti juga melakukan pengamatan, dengan ikut mengikuti kegiatan Gereja Katolik Inkulturatif Karo di Berastagi selama 5 bulan, terhitung dari bulan Juni hingga Desember 2006. Penelitian ini menemukan bahwa pemaknaan terhadap ornamen beragam bentuknya. Umat memaknai ornamen gereja yang sakral dari pada ornamen Karo, dan salib merupakan bentuk simbol yang sangat dimaknai dalam kehidupan orang Katolik. Ornamen Karo dimaknai sebagai tanda yang menunjukkan identitas orang Karo, ornamen Karo yang utama adalah bentuk rumah adat dengan Tersek dan ret-ret. Sejarah pembangunan Gereja Katolik Inkulturatif Karo memiliki latarbelakang rencana yang matang dan sudah menjadi blueprint dari kebijakan Katolik Roma, dari Konsili Vatikan II. Berawal dari adanya beberapa bangunan gereja Katolik dengan tema inkulturatif, Uskup Datubara memindahkan Pastor Leo yang sukses membangun Gereja Katolik Inkulturatif Toba di Pangunguran ke Paroki Kabanjahe. Transformasi budaya atau perubahan budaya terlihat dari penelitian mengenai perubahan pemaknaan ornamen tradisional Karo. Beberapa faktor pendukung terjadinya perubahan pemaknaan ini adalah media dimana dicantumkan ornamen tradisional. Faktor utama perubahan pemaknaan adalah jaman atau waktu. Lalu, faktor berikutnya adalah keadaan masyarakat yang cenderung tidak lagi memakai ornamen tradisional. Kehadiran dari keadaan baru bentuk arsitektur rumah ibadat yang dikolaborasikan dengan rumah adat ini jelas ?menggelitik? rasa pemaknaan yang berbeda baik terhadap sosok sebuah rumah ibadat. Pemaknaan terhadap sesuatu yang baru dapat berimplikasi kepada makna baru, makna yang baru dapat berimplikasi kepada perilaku baru. Budaya baru terlihat dari perubahan pemaknaan komunitas terhadap suatu fenomena yang baru.

This thesis is a description of interp retation of the to Catholic Church ornaments with a theme inculturation. Inculturative is anyway a part of the name of this church, positioned in Berastagi. The theme inculturative on the church is seen on the use of traditional Karonese architecture. This research has a mision to reflect the description which ornaments is important, the churhces ornaments or the traditional ones, to the people in the church itself. Participation observation and interview is the methods used in this research, while following activities in t he Karonese Inculturativ e Catholic Church intensively about 5 months, counted from June to December 206. This research found that the members? interpretation to the ornaments has several variations. The curch members sense the churches ornaments as sacral ornaments rather than the Karonese ones, and cross is a symbol which deeply interpreted in the Catholics lives. Karonese ornaments sensed as a sign which shows the identity of Karonese. Tersek and ret-ret is the ones very sensed as Karonese architectural ornaments. The history of the devel opment of this Karonese Inculturative Catholicchurch is a well planned and a blueprint from the Rome Catholic, started from Konsili Vatikan II. Before this church there are several Cat holic Churches with inculturative theme, Bis hop Datubara moves Father Leo, who succesfully built Tobanese Inculturative Catholic Church in Pangururan to the Kabanjahe Parish. Cultural transformation or cultural change is shown from this research about the changing of interpretation of Karonese traditional ornament. Some factors to this changing is the media where the ornaments are aplied, ti me phase is the primary factors. Next, the condition of people which mainly us e the traditional ornaments no more. New shape of a church architecture, colaborated with traditional architecture, trully challe nge a different interpretation even to a praying house. Interpretation to something new can implicated to new behavior. New culture seen from the changes of comunities interpretaion to a new fenomena."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T22723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reniastoetie Djojoasmoro
"Sumatran orangutans, found in the Province of Nangroe Aceh Darussalam and North Sumatra Province, are fragmented into four populations. One of these populations exists in Angkola, a forested area located in the southern part of Lake Toba. This population is considered small and narrowly distributed. Our survey shows that individual orangutans appear in and around the Dolok Sibualbuali Nature Reserve. This indicates that orangutans can adapt to fragmented habitats, such as those found near Dolok Sibualbuali Nature Reserve, south of Tapanuli, North Sumatra.
The preliminary study was conducted from April 2002 to January 2003. This study recorded the distribution and daily activities of orangutans in Dolok Sibualbuali Nature Reserve. Repeated crisscrossing surveys and focal animal observation were used to document orangutan distribution and daily activity.
Human activities are the main factor for the loss of orangutan habitat. Illegal logging, forest conversion for timber concessions and plantations, road construction, and settlement are the main factors for forest loss. This forces orangutans out of their native habitat and makes them vulnerable to extinction.
Based on direct sightings, orangutans are found at Aek Nabara and Sitolu. Moreover, the presence of orangutans is indicated by nests at the Sihulambu and Bulu Mario sites. The orangutan population is not evenly distributed but seems to be present at locations with food resources.
Seven individuals were chosen as focal animals. They consisted of three adult females, three sub-adult males, and one juvenile. Total observation time was 757 hours and 40 minutes. Feeding, moving, resting, nesting, and social activities were the main activities that were recorded. Orangutans spent their daily activity budgets as follows: feeding (42.29%), moving (16.47%), resting (37.41%), nesting (1.89%), and social contact (1.93%). Orangutans spent much of their time (42.29%) feeding, particularly when food resources were abundant. Due to their large body size, food consumption was high.
There are 115 types of orangutan food consisting of fruits (36.6%), flowers (3.89%), leaves (28.33%), bark (17.7%), and pith/stem (11.67%), and other food types (insects, honey, etc.) (1.67%). Fruit is the main source of orangutans' food.
We concluded that the distribution and daily activity of orangutans at Dolok Sibualbuali Nature Reserve are greatly influenced by the availability of food, particularly fruit. When favored fruit is abundantly available, orangutans will constantly consume that fruit and visit fruit trees of the same species in other locations. Orangutans will also search for other food in community farms near the Nature Reserve when forest fruit availability is low, leading to conflict with local people."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T11674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siahaan, Juniar Ratnawati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi tenaga kerja perempuan yang telah kawin. Data yang digunakan adalah data Susenas Kor gabungan individu dan rumah tangga. Unit analisisnya adalah perempuan yang telah kawin, berusia 15 - 64 tahun, dan tinggal di perkotaan pada saat pelaksanaan sensus tahun 2013 di Provinsi Sumatera Utara. Metode yang digunakan adalah metode analisis dekriptif dan analisis ekonometrika dengan menggunakan metode regresi logit.
Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan positif dengan partisipasi tenaga kerja perempuan kawin diantaranya yaitu faktor umur, lama sekolah, status dalam rumah tangga yaitu status perempuan kawin sebagai kepala rumah tangga, jumlah anak dalam rumah tangga, akses internet, sektor pekerjaan dan pengeluaran dalam rumah tangga. Faktor-faktor yang berhubungan negatif dengan partisipasi tenaga kerja perempuan kawin adalah keberadaan balita dan pendapatan suami.
Dari nilai odds ratio dan nilai marginal effects ditemukan faktor dominan yang mempengaruhi partisipasi tenaga kerja perempuan kawin yaitu faktor sektor kerja yang menyerap tenaga kerja perempuan kawin dan status dalam rumah tangga. Partisipasi tenaga kerja perempuan kawin banyak terserap di sektor informal, yang disebabkan beberapa hal yaitu jumlah anak yang banyak, pendapatan keluarga yang rendah, status perempuan kawin dalam keluarga yaitu sebagai kepala rumah tangga, tingkat pendidikan yang rendah, serta umur yang sudah tua.

This study aims to determine the factors that influence the labor force participation of married women. The data used is the data Susenas Kor individuals and households combined. The unit of analysis is a married woman, aged 15-64 years, and living in urban areas at the time of the census in 2013 in the province of North Sumatra. The method used is descriptive analysis method and econometric analysis using logit regression.
The results showed the factors positively associated with labor force participation of married women among them are age, old school, status in the household, namely the status of married women as heads of households, number of children in household, internet access, sector employment and spending in households. Factors that negatively related to labor force participation of married women is the presence of children, age and income quadratic husband.
Of the value of the odds ratio and the value of the marginal effects found that the dominant factor affecting the labor force participation of married women is a factor working sector that absorbs labor and status as a married woman in the household. The labor force participation of married women much absorbed in the informal sector, which is due to several things: the number of children that much, low family income, the status of married women in the family, namely as the head of the household, low education level, and old age.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Reynaldi
"ABSTRAK
Penurunan produktivitas reservoar migas adalah masalah yang dihadapi lapangan produksi minyak dan gas bumi. Enhanced Oil Recovery EOR dengan waterflooding merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan sebagai solusi untuk mempertahankan produksi dengan menjaga tekanan reservoar. Pemodelan pore pressure yang akurat dapat membantu dalam melakukan upaya waterflooding. Tesis ini bertujuan untuk memodelkan geomekanika reservoar lapangan migas yang berada di Cekungan Sumatera Utara dengan melakukan proses pemfilteran data sumur sebagai langkah awal untuk membangun model pore pressure yang akurat. Wilayah studi penelitian ini adalah lapangan produksi tua di Cekungan Sumatra Utara. Lapangan ini memiliki banyak data sumur produksi. Data sumur tersebut harus dipilih yang masih cocok dengan data seismik yang tersedia untuk membangun model pore pressure yang akurat. Penggunaan pore pressure model memungkinkan semua informasi yang berkaitan dengan geomekanika pengeboran dan produksi dapat diamati. Data tekanan sumur yang diukur dalam reservoar telah disaring untuk membangun model. Dalam penelitian ini telah diintegrasikan data seismik tiga dimensi 3D dalam membangun distribusi model yang mencakup sebagian besar area lapangan. Penelitian ini menggunakan lebih dari 100 data sumur yang telah berproduksi lebih dari 40 tahun. Tahap filtering menghasilkan 43 sumur untuk membangun model log pore pressure satu dimensi. Model pore pressure tersebut didistribusikan dengan data seismik 3D yang disajikan dalam parameter akustik impedansi. Hasil model menunjukkan bahwa ada variasi parameter pore pressure di lapangan ini, yang merupakan sumber informasi penting dalam melakukan upaya waterflooding yang sukses di masa yang akan datang.

ABSTRACT
Reservoir depletion is a problem faced by mature oil and gas production fields. Enhanced Oil Recovery EOR by waterflooding is one of solutions to maintain the reservoir pressure. An accurate pore pressure model can be helpful in performing a successful waterflooding. This thesis aims to model the geomechanics of oil and gas reservoir which is located in the North Sumatra Basin by performing well data filtering as a first step to build an accurate pore pressure model. The study area of this research is a mature production field in North Sumatra Basin that has been depleted for many years. This field has many production well data. These well data must be filtered based on the pressure changes from seismic data acquisition as a reference in order to construct an accurate pore pressure model. The use of pore pressure model allows all information related to geomechanics of drilling and production can be observed. In this study, the pore pressure was distributed throughout the field that was guided by 3D seismic data. 100 productive wells that have been performed for more than 40 years of production are used, which was applied to the filtering. The filtering stage resulted in 43 wells to construct one dimensional pore pressure model, which was integrated to the 3D seismic data presented in acoustic impedance parameter. The model shows that there are variations of the geomechanical parameter on the field which is a helpful information in performing a successful waterflooding project in the future."
2017
T48192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Dzar Ghiffari Rahman
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi faktor-faktor yang menjadi penentu niat untuk mengonsumsi makanan khas Sumatera Utara. Peneliti menggunakan pendekatan theory of planned behavior sebagai dasar penelitian yang dimodifikasi dengan mengikutsertakan faktor ciri-ciri kepribadian terkait makanan yaitu food neophobia dan food involvement. Dalam penelitian ini, food neophobia dimasukkan untuk menilai efek moderasi pada setiap hubungan pada model, kecuali pada food involvement. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner daring kepada Warga Negara Indonesia yang bukan merupakan penduduk asli Sumatera Utara. Diperoleh sebanyak 1.319 responden yang masuk ke dalam kriteria pada penelitian ini dan kemudian dilanjutkan ke tahap analisis data. Untuk menganalisa hubungan antar variabel, digunakan metode partial least square-structural equation modeling (PLS-SEM) dengan alat analisis SmartPLS 3.0. Ditemukan bahwa attitude, subjective norm, perceived behavioral control, dan food involvement secara signifikan dan positif memengaruhi niat untuk mengonsumsi makanan khas Sumatera Utara. Sedangkan efek moderasi dari food neophobia hanya ditemukan pada hubungan antara perceived behavioral control terhadap niat untuk mengonsumsi makanan khas Sumatera Utara. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan tambahan bagi pebisnis kuliner terutama yang menyediakan hidangan khas daerah Sumatera Utara, Pemerintah Daerah, dan juga Kementerian Pariwisata agar dapat menentukan strategi yang tepat sehingga meningkatkan minat konsumen Indonesia untuk mengonsumsi makanan khas Sumatera Utara.

The purpose of this study is to predict the factors that determine intention to consume Sumatera Utara food. The researcher used the theory of planned behavior approach as the basis method and modified research by including food-related personality traits, food neophobia and food involvement. In this study, food neophobia was included to assess the moderating effects of each relationship in the model, except for food involvement. Data collection is carried out quantitatively by distributing online questionnaires to Indonesian citizens who are not Sumatera Utara people. There were 1,319 respondents who matched the criteria in this study and then proceeded to the data analysis stage. To analyze the relationship between variables, the partial least square-structural equation modeling (PLS-SEM) method is used with the SmartPLS 3.0 analysis tool. It was found that attitude, subjective norms, perceived behavioral control, and food involvement significantly and positively influenced the intention to consume Sumatera Utara food. While the moderating effect of food neophobia was only found in the relationship between perceived behavioral control and the intention to consume Sumatera Utara food. The results of this study can be used as additional insights for culinary businesses (especially those that provide Sumatera Utara food), Regional Government, and the Ministry of Tourism in order to determine the right strategy to increase the intention of Indonesian consumers to consume Sumatera Utara food."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Agustina
"Pemerintah Kota Pematangsiantar merupakan daerah hinterland sebagai pusat distribusi dan pembangunan untuk daerah disekitarnya. Pemeratan pembangunan dan pemberdayaan potensi Kota Pematangsiantar yang mantap, maju dan jaya merupakan tema RKPD kota ini. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan Kota Pematangsiantar adalah kurangnya kinerja apatur pemerintah dan kerjasama lintas sektoral antar pemerintah, SKPD dengan masyarakat. Hal ini berakibat pada keterlambatan pembuatan rencana strategis pembangunan dan rencana tindakan yang akan dilakukan.
Penelitian ini dilakukan mengetahui bagimana perencanaan strategis dan target capaian program pembangunan, serta mengetahui apa saja faktor penghambat program pembangunan di Kota Pematangsiantar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif murni dan menggunakan wawancara mendalam dengan informan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Kota Pematangsiantar menyusun rencana strategis program pembangunan dalam tujuh prioritas strategi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan daerah. Permasalahan yang dihadapi yaitu seperti kurangnya koordinasi dan kesadaran Pemerintah, SKPD dan masyarakat dalam mempersiapkan perencanaan strategis yang akan disusun sehingga akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan daerah.

Pematangsiantar City Government is a hinterland area as a distribution and development center for the surrounding area. Equalization of the development and potential empowerment of Pematangsiantar City to be great, advanced and, victorious is the theme of this city's RKPD. The problems faced in the development of Pematangsiantar City are the lack of performance of the civil servant and cross-sectoral cooperation between governments, SKPD and, the community. This results in delays in the preparation of strategic development plans and action plans to be carried out.
This research was conducted to find out how strategic planning and the target achievement of development programs, as well as knowing what are the inhibiting factors for development programs in Pematangsiantar City. This research is purely qualitative and uses in-depth interviews with informants.
The results of this study prove that Pematangsiantar City has prepared a strategic plan for its development programs in seven strategic priorities as the basis for implementing regional development. The problems faced are such as the lack of coordination and awareness of the Government, SKPD and, the community in preparing strategic planning that will be compiled so that it will affect the implementation of regional development.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>