Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aliefatien Asmanuwati
"Latar belakang: Keputihan merupakan sering dijumpai menjadi alasan wanita berobat ke dokter. Pengenalan faktor risiko dan gejala yang menyertainya serta kaitannya dengan penyebab mikrobiologi keluhan keputihan dapat berguna bagi klinisi dalam praktik sehari-hari. Penelitian ini mencari hubungan antara faktor risiko dan gejala yang dialami terhadap temuan mikrobiologi penyebab keputihan pada wanita usia reproduksi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang di Departemen Obstetri & Ginekologi RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Wawancara dilakukan pada pasien di poliklinik dengan keluhan keputihan untuk identifikasi faktor risiko dan gejala. Temuan mikrobiologi dikonfirmasi dengan pemeriksaan yang spesifik sebagai baku emas.
Hasil: Sebanyak 81 subjek ikut serta dalam penelitian ini. Candida sp merupakan penyebab infeksi tunggal terbanyak yang ditemukan (17 subjek, 12,3%). Hubungan seksual yang sering (≥3 times/week, p<0,001) dan keputihan meningkat setelah berhubungan seksual (p=0.04) bmerupakan faktor risiko dan gejala yang berhubungan dengan Bacterial vaginosis, berturut-turut. Bau amis (p=0,09), nyeri vulva (p=0,026), dan peningkatan keputihan setelah hubungan seksual (p=0,002) merupakan gejala yang berhubungan dengan Trichomonas vaginalis. Gatal (p=0,028), keputihan seperti gumpalan susu (p<0,001), dan keputihan meningkat setelah hari ke-14 siklus menstruasi (p<0.001) berhubungan dengan Candida sp sementara penggunaan pil KB kombinasi (p=0,03) dan perdarahan setelah hubungan seksual (p=0,009) merupakan gejala yang berhubungan dengan Chlamydia trachomatis.
Kesimpulan: Beberapa faktor risiko dan gejala berhubungan dengan temuan mikrobiologi spesifik sebagai penyebab keluhan keputihan pada populasi wanita usia reproduksi.

Background: Vaginal discharge is a common reason for women to seek medical attention worldwide. Recognition risk factors and symptoms and their association to specific microbiological causes of vaginal discharge can be benefical for clinician in clinical practice. This study aimed to identify risk factors and symptoms and their association to specific microbiological causes of vaginal discharge among reproductive aged women.
Methods: This was a cross-sectional study conducted in Department of Obstetric & Gynecology, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. We interviewed outpatient subjects with vaginal discharge for risk factors and symptoms. Microbiological causes identification was performed using gold standard methods.
Results: A total of 81 subjects were included in this study. Candida sp was the commonest single infection (17 subjects, 12.3%). Frequent (≥3 times/week) sexual intercourse (p <0.001) and increased discharge after sex (p=0.04) were risk factor and symptom associated with Bacterial vaginosis, respectively. Fishy odor (p=0.09), vulva pain (p=0.026), and increased discharge after sex (p=0.002) were symptoms associated with Trichomonas vaginalis. Itchy sensation (p=0.028), clumps of milk appearance (p<0.001), and discharge increased after 14th day of cycle (p<0.001) were associated with Candida sp while taking combination pill (p=0.03) and bloody discharge after sex (p=0.009) were associated with Chlamydia trachomatis.
Conclusion: Several risk factors and symptoms found to be associated with microbiological causes of vaginal discharge in our population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Hiro Hidaya Danial
"Latar Belakang : Sampai saat ini kanker ovarium masih menjadi salah satu kanker dengan angka mortalitas yang tinggi pada wanita dikarenakan tidak dijumpainya gejala yang khas sehingga lebih banyak kasus terdiagnosis pada stadium lanjut. Belum adanya metode skrining menjadikan pentingnya metode diagnostik yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Evaluasi biomarker yang baru diperlukan untuk dapat mendeteksi tumor ovarium ganas pada stadium awal.
Objektif : Penelitian ini dilakukan untuk menilai ekspresi Immediate Early Response Gene X-1 (IEX-1) saliva sebagai prediktor keganasan pada tumor ovarium epitelial.
Metode : Merupakan penelitian uji diagnostik pada pasien tumor ovarium yang direncanakan operasi elektif dengan mengambil 3-5 ml saliva pasien sebelum tindakan operasi. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan hasil histopatologi yaitu tumor ovarium epitelial jinak dan ganas. Dilakukan pemeriksaan ekspresi IEX-1 saliva dengan metode Real Time qPCR.
Hasil : Hasil penelitian ini didapat dari 47 subjek, 22 subjek tumor ovarium epitelial ganas dan 25 subjek merupakan tumor ovarium epitelial jinak. Rerata ekspresi IEX-1 saliva lebih tinggi pada tumor ovarium epitelial jinak (1,976) dibandingkan ganas (0,554) (p<0,001). Didapatkan nilai AUC ekspresi IEX-1 0,949 (IK95% 0,894-1,000), nilai cut off point IEX-1 saliva ≥ 0.9115 dengan sensitivitas 84%, spesifisitas 86,4%, nilai duga positif 82,6% dan nilai duga negatif 87,5%. Terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi IEX-1 saliva dengan kejadian tumor ovarium epitelial ganas (OR 5,031, IK95% 2,039-12,41; p<0,001).
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara penurunan ekspresi IEX-1 saliva dengan kejadian tumor ovarium epitelial ganas dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik.

Backgound: Ovarian cancer is still one of the cancers with a high mortality rate in women because there are no typical symptoms so that more cases are diagnosed at an advanced stage. The absence of a screening method makes the importance of a diagnostic method that has high sensitivity and specificity. Evaluation of new biomarkers is needed to detect malignant ovarian tumors at an early stage.
Objectives: This study was conducted to assess the expression of salivary Immediate Early Response Gene X-1 (IEX-1) as a predictor of malignancy in epithelial ovarian tumors.
Methods: This is a diagnostic test study in ovarian tumor patients who are planned for elective surgery by taking 3-5 ml of patient's saliva before surgery. Research subjects who met the inclusion and exclusion criteria were divided into two groups based on the histopathological results, benign and malignant epithelial ovarian tumors. The salivary IEX-1 expression was examined using the Real Time qPCR method.
Results: The results of this study were obtained from 47 epithelial ovarian tumors subjects, 22 malignant tumors and 27 benign tumors. The mean salivary IEX-1 expression was higher in benign epithelial ovarian tumors (1.976) than in malignant (0.554) (p<0.001). The AUC expression value of IEX-1 was 0.949 (95% CI 0.894-1,000), salivary IEX-1 cut off point value was 0.9115 with sensitivity 84%, specificity 86.4%, positive predictive value 82.6% and negative predictive value 87, 5%. There was a significant relationship between salivary IEX-1 expression and the event of malignant epithelial ovarian tumors (OR 5.031, 95% CI 2.039-12.41; p<0.001).
Conclusions: There is a significant correlation between decreased salivary IEX-1 expression and the event of malignant epithelial ovarian tumors with a good sensitivity and specificity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Hendy Saut Maruli Tua
"Latar belakang: Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang paling banyak ditemui dengan angka kematian yang tinggi di seluruh dunia. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) merupakan salah satu biomarker yang berfungsi sebagai faktor prognosis pada kanker serviks. Data ekspresinya terkait berbagai karakteristik kanker serviks yang ditemui pada hasil pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada pasien kanker serviks di Indonesia masih terbatas.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara tingkat ekspresi VEGF, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan MRI pada pasien kanker serviks.
Metode: Studi diagnostik dengan metode cross-sectional dilakukan pada pasien kanker serviks yang datang ke RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan September 2021 hingga Agustus 2022. Pasien yang didiagnosis kanker serviks yang belum mendapatkan terapi apapun dilakukan biopsi serviks dan pemeriksaan USG dan MRI. Pasien yang tidak dilakukan pemeriksaan USG dan MRI serta biopsi dikeluarkan dari penelitian. Pemeriksaan VEGF dilakukan pada jaringan serviks dan diinterpretasikan menggunakan H-score. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan VEGF dan USG dibandingkan dengan hasil MRI.
Hasil: Terdapat 65 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian (10 subjek stadium awal dan 55 subjek stadium lanjut). Tidak ada perbedaan ekspresi VEGF di antara pasien kanker serviks dihubungkan dengan stadium, tipe histologi, atau ukuran tumor yang berbeda. Ada interreliabilitas minimum antara pemeriksaan VEGF dan MRI. Ada interreliabilitas yang baik antara pemeriksaan USG dan MRI untuk menentukan stadium kanker, invasi parametrium, invasi kelenjar getah bening dan invasi mukosa vesika urinaria dan rektum
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan ekspresi VEGF pada pasien kanker serviks dengan karakteristik yang berbeda. Hasil pemeriksaan USG dan MRI sebanding dalam menentukan stadium klinis pada pasien kanker serviks.

Background: Cervical cancer is one of the most common cancers with a high mortality rate worldwide. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) is a biomarker that functions as a prognostic factor in cervical cancer. Expression data related to various characteristics of cervical cancer found on the results of Ultrasonography (US) and Magnetic Resonance Imaging (MRI) examinations in cervical cancer patients in Indonesia are still limited.
Purpose: To determine the relationship between VEGF expression levels, ultrasound examination and MRI examination in cervical cancer patients.
Methods: A diagnostic study using the cross-sectional method was conducted on cervical cancer patients who came to Cipto Mangunkusumo General Hospital from September 2021 to August 2022. Patients diagnosed with cervical cancer who had not received any therapy had cervical biopsies and ultrasound and MRI examinations. Patients who did not undergo ultrasound and MRI examinations and biopsies were excluded from the study. VEGF examination was performed on cervical tissue and interpreted using the H-score. The sensitivity and specificity of VEGF and ultrasound examinations were compared with MRI results.
Results: There were 65 subjects enrolled in the study (10 early-stage subjects and 55 advanced-stage subjects). There were no differences in VEGF expression among cervical cancer patients associated with different stages, histological types, or tumor sizes. There is minimal interreliability between VEGF and MRI examinations. There is good interreliability between ultrasound and MRI examinations for determining the stage of cancer, parametrial invasion, lymph node invasion and mucosal invasion of the bladder and rectum.
Conclusions: There are no differences in VEGF expression in cervical cancer patients with different characteristics. The results of ultrasound and MRI examinations are comparable in determining clinical staging in cervical cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yusuf
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker ovarium merupakan salah satu kanker yang menyebabkan kematian paling tinggi pada wanita. Tujuh puluh persen saat didiagnosis ditemukan pada stadium lanjut, dengan angka kesintsan dalam 5 tahun hanya 46 . Modalitas terapi saat ini adalah sitoreduksi dengan kemotterapi adjuvant platinum based sebagai lini pertama. Efektivitas kemoterapi hanya 60 pada stadium lanjut, untuk selanjutnya berkembang menjadi rekuren. Oleh karena itu dibutuhkan jenis terapi tambahan berdasarkan jenis atau agen yang bekerja spesifik di sel kanker dan dapat bersinergi dengan pengobatan standar saat ini. Kurkumin sebagai salah satu agen yang banyak diuji memiliki efek anti-kanker. Kurkumin berpotensi sebagai anti kanker dan bekerja pada semua multistep karsinogenesis. Kurkumin dapat bekerja sebagai antiproliferasi dan meningkatkan apoptosis.Tujuan: untuk mengetahui antiproliferasi ekspresi Ki67 dan apoptosis caspase 3 dan caspase 8 kombinasi cisplatin dengan nanokurkumin pada sel hayati SKOV3.Metode: Penelitian ini dilakukan uji eksperimental in vitro dengan menggunakan sel hayati SKOV3 untuk mengetahui antiproliferasi ekspresi Ki67 dan apoptosis caspase 3 dan caspase 8 kombinasi cisplatin dengan nanokurkumin pada sel tersebut. Uji analisis data dengan T tidak berpasangan bila sebaran normal / uji Mann Whitney bila sebaran tidak normal serta menggunakan Graph Pad Prism.Hasil: Berdasarkan penelitian ini, didapatkan cc50 nanokurkumin 67 m dan cc50 cisplatin 54 m dengan menggunakan metode MTT Assay. Viabilitas sel pada penelitian ini menurun sesuai dengan dose dependent, dimana pada dosis kombinasi nanokurkumin 134 m dengan cisplatin 108 m ditemukan sel hidup yang paling rendah 24.3 p

ABSTRACT
Background Ovarian cancer is one of the most leading cancers in women. Seventy percent at the time of diagnosis are found at an advanced stage, with a 5 year survival rate of only 46 . The current treatment modality is cytoreduction with platinum based adjuvant chemotherapy as first line. The effectiveness of chemotherapy is only 60 at an advanced stage, to further develop into recurrent. Therefore, additional types of therapy are required based on types or agents that work specifically in cancer cells and can synergize with current standard treatments. Curcumin as one of the many tested agents has anti cancer effects. Curcumin has the potential effect as an anti cancer and works on all multisteps of carcinogenesis. Curcumin can work as an antiproliferation and increase apoptosis.Objective to know antiproliferation effect expression Ki67 and apoptosis effect caspase 3 and caspase 8 of combination cisplatin with nanokurkumin on cell SKOV3.Methods This experimental study was conducted in vitro by using biological cell line SKOV3 to know antiproliferation effect expression Ki67 and apoptosis effect caspase 3 and caspase 8 of combination cisplatin with nanokurkumin on the cell. The data was analysed with unpaired T when normal distribution Mann Whitney test when distribution is not normal and also using Graph Pad Prism.Result Based on this result, cc50 of nanokurkumin is 67 m and cc50 of cisplatin is 54 m by using MTT Assay method. The viability of the cells in this study decreased according to the dose dependent, whereas in the combined dose of 134 m nanocurcumin with 108 m cisplatin found the lowest life cell 24.3 p "
2018
T-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subandi
"ABSTRAK
Koriokarsinoma merupakan keganasan yang sangat invasive berasal dari villi plasentra dan trofoblas. Mola invasif dan koriokarsinoma sangat reponsif terhadap kemoterapi dengan angka kesembuhan lebih dari 90 , yang memungkinkan tercapainya kesembuhan tanpa mengganggu fungsi reproduksi. Methotrexate MTX merupakan terapi yang sering digunakan pada beberapa keganasan dan merupakan protokol kemoterapi pada koriokarsinoma, namun MTX memiliki banyak efek samping. Berbagai penelitian pada setengah abad terakhir menunjukan fungsi penting nanokurkumin. Penelitian in vitro dan in vivo menujukkan perannya seperti anti inflamasi, pengeluaran sitokin, anti oksidan dan imunomodulator. Namun, sapai saat ini belum ada penelitian mengenai efek antikanker nanokurkumin pada koriokarsinoma. Penelitian eksperimental sederhana ini menggunakan uji Shapiro-Wilk, uji t sampel bebas, dan uji Anova One Way. Pada penelitianini, kami meneliti dan mebandingkan efek pemberian MTX atau kombinasi dengan nanokurkumin pada berbagai jalur sinyal. Pada penelitian ini, 4 kelompok sel BeWo diberikan kombinasi MTX dan nanokurkumin, 1 kelompok sel BeWo diberikan MTX sebagai control positif, dan 1 kelompok sel BeWo sebagai control negatif. Penelitian ini menunjukkan terdapat penurunan ekspresi telomerase, ekspresi NF- B, dan indeks proliferasi BrdU yang signifikan dengan pemberian kombinasi MTX dan nanokurkumin dibandingkan dengan MTX saja ABSTRACT
Choriocarcinoma is a highly invasive malignant tumor arising from the placental villous and extravillous trophoblast. IM and CCA, which make up the majority of these tumors, are highly responsive to chemotherapy with an overall cure rate exceeding 90 , making it usually possible to achieve cure while preserving reproductive function. Methotrexate is a frequently used for the treatment of several malignancies and is part of the chemotherapy protocols used for choriocarcinoma; however, side-effect are common. Extensive research over the last half century has revealed important functions of nanocurcumin. Invitro and in vivoresearch has shown various activities, such as anti-inflammatory, cytokines release, antioxidant, and immunomodulatory. However, to date no study has been carried out to elucidate its anticancer activity of nanocurcumin in choriocarcinoma. In this study, we investigated and compared the effects of methotrexate alone or in combination with nanocurcumin on various signalling pathway. In this simple experiment stury, we used Saphiro-Wilk test, independent sample t test, and Anova One Way test to analize data. To study the potential cooperative effect of both against, 4 BeWo cell lines were treated with the combination of methotrexate and nanocurcumin, 1 BeWO cell line was treated with methotrexate alone as a positive control, and 1 BeWo cell line as a negative control. This study demonstrated significant reduction of telomerase activity, NF- B expression, and proliferation index BrdU of BeWo cell line treated with a combination of nanocurcumin and methotrexate compared with methotrexate alone. It shows that the effect of nanocurcumin and methotrexate are syngergistic suggest potential for the clinical use of methotrexate in combination with curcumin which will allow effective anticancer effect in choriocarcinoma. "
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah Fardizza
"ABSTRAK
Biomarka untuk memprediksi metastasis KGB lokoregional sampai saat ini belum akurat.
Angka metastasis tersamar pada karsinoma laring bervariasi yaitu 165%. Dibutuhkan
biomarka tumor yang dapat memberikan informasi adanya metastasis KGB lokoregional
pada pasien KSS laring stadium lanjut tanpa keterlibatan KGB lokoregional (N0), sehingga
diharapkan menjadi acuan untuk dilakukan diseksi leher selektif. Beberapa biomarka yang
berhubungan dengan agresivitas dan prediksi metastasis yaitu Epidermal Growth Factor
Receptor (EGFR), Matrix Metallo-proteinase (MMP)-9, Tissue Inhibitor Metallproteinase
(TIMP)-1, Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Epithel Calcium Adhesi (Ekaderin)
dan kolagen tipe IV serta HPV dapat digunakan untuk memprediksi luaran pada
status pasien tumor dengan dan tanpa metastasis.
Penelitian ini ingin memeriksa peran infeksi HPV sebagai faktor onkogenesis dan
kejadian metastasis KGB leher pada keganasan laring berdasarkan biomarka sebagai
penetapan diagnosis metastasis KGB lokoregional.
Dilakukan Cross-sectional, double blind study dengan pengumpulan data sekunder dari
rekam medis di Departemen THT-KL FKUI-RSCM. Pemeriksaan ekspresi biomarka
dan status HPV dilakukan terhadap jaringan berupa blok parafin dari pasien karsinoma
laring Ekspresi biomarka dilakukan dengan pemeriksaan imunohistokimia, dan identifikasi
virus HPV dengan nested PCR, dilanjutkan dengan flow-through hybridization.
Didapatkan proporsi HPV KSS laring sebanyak 28,7% dengan infeksi HPV risiko tinggi
sebanyak 9,15% dan HPV 16 merupakan tipe yang terbanyak. Analisis multivariat
Mantel-Haenszel didapatkan ekspresi tinggi biomarka EGFR, MMP-9 dan VEGF
berperan terhadap kejadian metastasis KGB pada KSS laring stadium lanjut tanpa
infeksi HPV dengan OR 3,38; 5,14. Keadaan tersebut tidak berperan lagi bila terdapat
infeksi HPV Dari penelitian ini didapatkan suatu algoritma penatalaksanaan KSS laring
stadium lanjut khususnya untuk penentuan tatalaksana diseksi leher pada N0.
Infeksi HPV didapati pada KSS laring stadium lanjut, HPV 16 merupakan tipe HPV
yang terbanyak. Biomarka penanda metastasis didapatkan pada EGFR; MMP-9; VEGF
dengan kekuatan 2;1;6.

ABSTRACT
Biomarkers to predict locoregional lymph nodes metastasis is not yet accurate until
now. The number of occult metastasis in laryngeal carcinoma varies between 165%.
A tumor biomarker that can give information on the existence of locoregional lymph
node involvement in patients with or without signs of clinical locoregional lymph node
involvement, as guidelines whether selective neck dissection is needed in N0 cases. For
patients that need additional treatment biomarkers that are correlated with aggresivity
and metastasis prediction such as EGFR, MMP-9, TIMP-1, VGEF, E-cadherin, collagen
Type IV and HPV are also needed to predict the outcome of patients with or without
lymph node metastasis.
This study aimed to investigate the evidence of HPV infection in laryngeal carcinoma
and the role of biomarkers EGFR, MMP-9, TIMP-1, VEGF, E-cadherin and collagen
type IV, in a late stadium laryngeal SCC observed clinically, especially in N0 and also
to predict diagnosis of a locoregional lymph node that has potential for metastasis.
Cross-sectional, double blind study with planned data collection was performed in the
Department of ENT FKUI-RSCM. Data were taken from Formalin Fixed Paraffin
Embedded (FFPE) of laryngeal cancer specimen after laryngectomies. Samples were
analysed by nested Polymerase Chain Reaction (PCR) and continuous flow-through
hybridizationed for genotyping. Expression of EGFR, MMP-9, TIMP-1, VEGF, Ecadherin,
and collagen Type IV as metastasis biomarker were evaluated by
immunohistochemistry.
Overall HPV proportion in laryngeal cancer was 28.7%. A total of 9,15% laryngeal
cancer patients were infected with high risk HPV type and HPV 16 was the most
frequently observed. Mantel-Haenszel multivariate analysis found that HPV infection did
not play role in neck metastasis eventhough there were positive evidence of metastasis
biomarker. In contrast, the absent of HPV infection, positif metastasis biomarker of EGFR
and VEGF have risk for neck nodes metastasis with OR 3.38; 5.14 fold consecutively.
The algorithm was formed from the PM model to determine the metastasis potential to
locoregional lymph nodes of late stadium laryngeal SCC with N0.
HPV was found to be the oncogenic factor of the laryngeal SCC and HPV 16 was the
most frequently observed type in laryngeal SCC. Biomarkers to predict locoregional
lymph nodes metastasis are EGFR; VEGF with strenght 2;1;6."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 >>