Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Franciscus Ari
"ABSTRAK
Efek samping gastroduodenal sering terjadi pada pengunaan aspirin jangka panjang, bahkan pada dosis yang sangat rendah (10 mg/hari). Saat ini angka kejadian kerusakan mukosa gastroduodenal akibat penggunaan aspirin dosis rendah jangka panjang di Indonesia belum diketahui. Tujuan: Mengetahui prevalensi dan gambaran endoskopi kerusakan mukosa gastroduodenal pada pengguna aspirin dosis rendah jangka panjang pada pasien yang berobat di RSCM, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada pasien poliklinik dan ruang perawatan RSCM usia ≥ 18 tahun yang mengkonsumsi aspirin dosis rendah (75-325 mg) lebih dari 28 hari. Didapatkan 95 subjek penelitian melalui metode konsekutif dalam periode Desember 2015 ? April 2016. Temuan endoskopi berupa erosi mukosa dan ulkus peptikum dimasukkan ke dalam kelompok kerusakan mukosa. Hasil: Kerusakan mukosa gastroduodenal ditemukan pada pada 49 subjek (51,6% (95% IK 41,6-61,7%)), dengan gambaran erosi mukosa pada 38 subjek (40% (95% IK 30,2-49,9%)) dan ulkus peptikum pada 11 subjek (11,6% (95% IK 5,2-18,0%)). Hanya 44,9% pasien dengan kerusakan mukosa gastroduodenal memiliki keluhan dispepsia. Kombinasi antitrombotik meningkatkan risiko terjadinya kerusakan mukosa (OR 3,3 (95% IK 1,3 ? 8,5)). Sedangkan penggunaan obat golongan proton pump inhibitors (PPI) menurunkan risiko (OR 0,2 (95% IK 0,04 ? 0,60)). Kesimpulan: Kerusakan mukosa gastroduodenal terjadi pada lebih dari separuh pasien yang menggunakan aspirin dosis rendah jangka panjang. Kombinasi aintitrombotik meningkatkan risiko kerusakan mukosa. Sedangkan penggunaan PPI efektif dalam menurunkan risiko tersebut.

ABSTRACT
Background: Long-term aspirin therapy can induces gastroduodenal mucosal injury, even in a very low dose (10 mg daily). The frequency of gastroduodenal injuries among long-term low-dose aspirin users in Indonesia is currently unknown.Aim: To determine the gastroduodenal mucosal injury prevalence, endoscopic findings, and influencing factors among long-term low-dose aspirin users in RSCM. Methods: This study was a cross-sectional study conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Subjects were ≥ 18 years old patients that have been using low-dose aspirin (75-325 mg) for at least the preceding 28 days. Ninety five subjects were recruited consecutively in the period of December 2015 ? April 2016. Endoscopic findings such as erosions and ulcers were assessed as mucosal injuries. Results: Mucosal injury was found in 49 subjects [51.6% (95% CI 41.6?61.7%)]; mucosal erosion in 38 subjects [40% (95% CI 30.2?49.9%)] and ulcers in 11 subjects [11.6% (95% CI 5.2?18.0%)]. Only 44.9% patients with mucosal injury had dyspepsia symptoms. Double antiplatelet therapy increases the risk of mucosal injury [OR 3.3 (95% CI 1.3?8.5)]. However, proton pump inhibitor (PPI) decreases the risk [OR 0,2 (95% IK 0,04 ? 0,60)]. Conclusions: Gastroduodenal mucosal injury was found in more than half of long-term low-dose aspirin users. Double antiplatelet therapy increases the risk of mucosal injury, while PPI effectively reduced the risk.;"
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhi Rahman Ahani
"ABSTRAK
Latar Belakang : Morbiditas sindrom kolon iritabel SKI cukup tinggi. Kondisi stress, seperti masa studi yang panjang, banyaknya ujian, dan tugas jaga saat rotasi klinik, menyebabkan prevalensi SKI pada mahasiswa kedokteran tinggi. Perlunya diketahui prevalensi SKI pada mahasiswa kedokteran dengan menggunakan kriteria baru Roma IV dan faktor-faktor yang berhubungan Tujuan : Mengetahui prevalensi SKI pada mahasiswa kedokteran dengan menggunakan kriteria Roma IV dan faktor-faktor yang berhubunganMetode : Studi potong lintang dilakukan terhadap 350 mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia pada bulan November-Desember 2016, pemilihan berdasarkan stratified random sampling. Kriteria diagnosis yang digunakan adalah kriteria Roma IV. Analisis bivariat dilakukan terhadap faktor-faktor yang diteliti. Analisis bivariat menggunakan uji chi square, uji T tidak berpasangan, dan alternatifnya. Analisis multivariat menggunakan regresi logistikHasil : Proporsi SKI pada mahasiswa perempuan sebesar 18,3 15,4 ndash;21,2 IK 95 dan proporsi pada mahasiswa laki-laki sebesar 9,7 7,5-11,9 IK 95 . Subtipe SKI terbanyak adalah subtipe diare 53,1 . Skor student-life stress inventory pada mahasiswa dengan SKI lebih tinggi dibandingkan tanpa SKI, untuk skor stressor 66,4 SB 11,4 vs 60,0 SB 12,2 , p=0,001 dan skor respons terhadap stressor 64,0 41-97 vs 55,0 35-88 , p

ABSTRACT
Latar Belakang Morbiditas sindrom kolon iritabel SKI cukup tinggi. Kondisi stress, seperti masa studi yang panjang, banyaknya ujian, dan tugas jaga saat rotasi klinik, menyebabkan prevalensi SKI pada mahasiswa kedokteran tinggi. Perlunya diketahui prevalensi SKI pada mahasiswa kedokteran dengan menggunakan kriteria baru Roma IV dan faktor faktor yang berhubungan Tujuan Mengetahui prevalensi SKI pada mahasiswa kedokteran dengan menggunakan kriteria Roma IV dan faktor faktor yang berhubunganMetode Studi potong lintang dilakukan terhadap 350 mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia pada bulan November Desember 2016, pemilihan berdasarkan stratified random sampling. Kriteria diagnosis yang digunakan adalah kriteria Roma IV. Analisis bivariat dilakukan terhadap faktor faktor yang diteliti. Analisis bivariat menggunakan uji chi square, uji T tidak berpasangan, dan alternatifnya. Analisis multivariat menggunakan regresi logistikHasil Proporsi SKI pada mahasiswa perempuan sebesar 18,3 15,4 ndash 21,2 IK 95 dan proporsi pada mahasiswa laki laki sebesar 9,7 7,5 11,9 IK 95 . Subtipe SKI terbanyak adalah subtipe diare 53,1 . Skor student life stress inventory pada mahasiswa dengan SKI lebih tinggi dibandingkan tanpa SKI, untuk skor stressor 66,4 SB 11,4 vs 60,0 SB 12,2 , p 0,001 dan skor respons terhadap stressor 64,0 41 97 vs 55,0 35 88 , p"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Arie Widyastuti
"LATAR BELAKANG: Kualitas hidup telah menjadi salah satu komponen utama dalam penanganan Gastroesophageal Reflux Disease GERD . Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesahihan eksternal kuesioner GERD-QOL berbahasa Indonesia.METODE:. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan subyek penelitiannya adalah pasien yang mengalami gejala GERD dan berusia 18 tahun atau lebih yang berobat ke Rumah Sakit Umum Kecamatan RSUK Tebet. Total skor GERD-Q minimal adalah 8. Pasien kemudian diminta mengisi kuesioner GERD-QOL berbahasa Indonesia dan kuesioner SF-36. Kuesioner Short Form SF-36 digunakan sebagai baku emas kuesioner penilaian kualitas hidup. Uji kesahihan dilakukan dengan menggunakan kesahihan eksternal. Uji statistik yang digunakan adalah koefisien korelasi Spearman.HASIL: Penelitian ini melibatkan 91 subyek.Korelasi domain physical functioning : 0,488; role physical : 0,590; bodily pain : 0,474; general health : 0,482; vitality : 0,549; social functioning : 0,700; role emotional : 0,555; mental health : 0,373. Kuesioner GERD-QOL berbahasa Indonesia memiliki kesahihan eksternal yang baik ketika dilakukan korelasi dengan domain pada kuesioner SF-36 koefisien korelasi : 0,373-0,700, P

Quality of life has become major concern in the management of Gastroesophageal Reflux Disease GERD . The aim of this study was to determine the external validity of the Indonesian Version of Gastroesophageal Reflux Disease Quality of Life GERD QOL questionnaire. METHODS This cross sectional study consisted of subjects who developed symptoms of GERD and aged 18 years or more. The subjects were recruited from district public hospital in Tebet. Total score for GERD Q was at least 8. These patients were invited to complete the Indonesian version of GERD QOL and validated Indonesian Short Form 36 SF 36 . External validity was then evaluated using Spearman rsquo s correlation coefficient.RESULT A total of 91 subjects completed the questionnaires. The coeeficient correlation of domain physical functioning 0,488 role physical 0,590 bodily pain 0,474 general health 0,482 vitality 0,549 social functioning 0,700 role emotional 0,555 mental health 0,373. The Indonesian version of GERD QOL questionnaire was externally valid compared to domain of SF 36 questionnaire correlation coefficient 0.373 0.700, P"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Yuliantiningsih
"Latar Belakang: Diagnosis definitif Helicobacter pylori H.pylori hingga kini masih merupakan masalah. Biakan untuk isolasi dan identifikasi bakteri ini sulit. Uji cepat urease direkomendasikan sebagai uji diagnostik lini pertama pasien dispepsia.
Tujuan: Mengembangkan komposisi medium biakan dan deteksi cepat H.pylori pada spesimen biopsi lambung pasien dispepsia.
Metode: Desain penelitian merupakan studi potong lintang dan eksperimental laboratorium. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling sebanyak 68 spesimen biopsi lambung 34 antrum, 34 korpus, masing-masing untuk biakan dan uji MIU. Sebagai pembanding digunakan histopatologi dan PCR. Mula-mula dilakukan optimasi medium biakan dan MIU konsentrasi merah fenol, pH, urea dan suhu inkubasi. Selanjutnya kondisi optimal yang diperoleh diaplikasikan pada spesimen biopsi pasien dispepsia.
Hasil: Medium biakan agar darah Columbia ditambah vankomisin 5 mg / 500 mL dan darah domba 7 belum optimal, namun dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi. Hasil MIU modifikasi sebagai berikut: konsentrasi merah fenol 0,001 ; urea 4 ; pH medium 7; Suhu inkubasi optimal 35-370 C. Proporsi positif hasil uji MIU sebesar 35,29 12/34, biakan 32,35 11/34, PCR 32,35 11/34 dan histopatologi 20,59 7/34.
Kesimpulan: Pemeriksaan MIU meningkatkan positivitas hasil pemeriksaan sebesar 14,7 bila dibandingkan dengan histopatologi.

Background: Until now, definitive diagnostic of H.pylori is still a problem. Culture for isolation and identification of this pathogen is difficult. Rapid urease test is recommended as a first line diagnostic test.
Aim: To obtain optimal composition for culture medium and Motility Indol Urease MIU test for the detection of H. pylori in dyspeptic patient biopsy specimens.
Method: A cross sectional and experimental laboratory study was performed. Sixty eight gastric biopsy samples 34 antrum, 34 corpus were collected by consecutive sampling method for culture and MIU test. Histopathology and PCR were conducted for comparison. Initially, we performed the optimation of culture medium and MIU test phenol red and urea concentration, pH, and temperature. The optimal condition obtained was then applied to the specimens.
Result: Columbia agar supplemented with vancomycin 5 mg 500 mL and 7 sheep blood was unable to create an optimal condition, but it can be used for isolation and identification. Modified MIU was performed by this following condition phenol red 0,001 urea 4 pH 7 incubation temperature 35 37oC. Positive proportion of MIU was 35.29 12 34, culture 32.35 11 34, PCR 32,35 11 34 and histopathology 20.59 7 34.
Conclusion: MIU test was able to improve the positivity rate by 14,7 compared to histopathology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Yuliantiningsih
"Latar Belakang: Diagnosis definitif Helicobacter pylori (H.pylori) hingga kini masih merupakan masalah. Biakan untuk isolasi dan identifikasi bakteri ini sulit. Uji cepat urease direkomendasikan sebagai uji diagnostik lini pertama pasien dispepsia.
Tujuan: Mengembangkan komposisi medium biakan dan deteksi cepat H.pylori pada spesimen biopsi lambung pasien dispepsia.
Metode: Desain penelitian merupakan studi potong lintang dan eksperimental laboratorium. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling sebanyak 68 spesimen biopsi lambung (34 antrum, 34 korpus), masing-masing untuk biakan dan uji MIU. Sebagai pembanding digunakan histopatologi dan PCR. Mula-mula dilakukan optimasi medium biakan dan MIU (konsentrasi merah fenol, pH, urea dan suhu inkubasi). Selanjutnya kondisi optimal yang diperoleh diaplikasikan pada spesimen biopsi pasien dispepsia.
Hasil: Medium biakan agar darah Columbia ditambah vankomisin 5 mg/500 mL dan darah domba 7% belum optimal, namun dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi.
Hasil MIU modifikasi sebagai berikut: konsentrasi merah fenol 0,001%; urea 4%; pH medium 7; Suhu inkubasi optimal 35-370 C. Proporsi positif hasil uji MIU sebesar 35,29% (12/34), biakan 32,35%(11/34), PCR 32,35%(11/34) dan histopatologi 20,59% (7/34).
Kesimpulan: Pemeriksaan MIU meningkatkan positivitas hasil pemeriksaan sebesar 14,7% bila dibandingkan dengan histopatologi.

Background: Until now, definitive diagnostic of H.pylori is still a problem. Culture for isolation and identification of this pathogen is difficult. Rapid urease test is recommended as a first-line diagnostic test.
Aim: to obtain optimal composition for culture medium and Motility-Indol-Urease (MIU) test for the detection of H. pylori in dyspeptic patient biopsy specimens.
Method: A cross sectional and experimental laboratory study was performed. Sixty eight gastric biopsy samples (34 antrum, 34 corpus) were collected by consecutive sampling method for culture and MIU test. Histopathology and PCR were conducted for comparison. Initially, we performed the optimation of culture medium and MIU test (phenol red and urea concentration, pH, and temperature). The optimal condition obtained was then applied to the specimens.
Result: Columbia agar supplemented with vancomycin 5 mg / 500 mL and 7% sheep blood was unable to create an optimal condition, but it can be used for isolation and identification. Modified MIU was performed by this following condition: phenol red 0,001%; urea 4%; pH 7; incubation temperature 35-37oC. Positive proportion of MIU was 35.29% (12/34), culture 32.35% (11/34), PCR 32,35% (11/34) and histopathology 20.59% (7/34).
Conclusion: MIU test was able to improve the positivity rate by 14,7% compared to histopathology. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Pitarini Utari
"Pendahuluan: Konstipasi kronik merupakan masalah kesehatan yang memiliki dampak signifikan dari segi kualitas hidup dan sosioekonomi. Studi konstipasi kronik menggunakan kriteria baku belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kejadian konstipasi di populasi dewasa Indonesia serta faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Penelitian ini menggunakan disain potong lintang yang dilakukan di komunitas sebagai bagian dari Global Epidemiology Study on Functional Gastrointestinal Disorders. Subjek diminta menjawab pertanyaan kuesioner dengan bantuan pewawancara yang telah mendapat pelatihan. Sejumlah 2000 orang subjek dikumpulkan dari kawasan urban dan rural di Indonesia. Konstipasi kronik ditegakkan menurut kriteria Rome IV yang telah divalidasi. Analisis multivariat dilakukan terhadap faktor yang berhubungan dengan konstipasi kronik.
Hasil: Penelitian ini mengevaluasi 1935 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Prevalensi konstipasi kronik di populasi dewasa di Indonesia adalah 12,3%. Kawasan urban (OR 0,472, p<0,001) dan jenis kelamin wanita (OR 2,67, p<0,001) berhubungan dengan konstipasi kronik di populasi dewasa di Indonesia. Usia, indeks massa tubuh, dan tingkat Pendidikan ditemukan tidak berhubungan dengan konstipasi kronik. Analisis lebih lanjut terhadap tingkat pendidikan di kawasan rural mendapatkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik (OR 0,519, p<0,05) antara tingkat pendidikan rendah dan konstipasi kronik.
Kesimpulan: Prevalensi konstipasi kronik pada populasi dewasa di Indonesia adalah 12,3%. Kawasan urban dan jenis kelamin wanita merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian konstipasi kronik.

Introduction: Chronic constipation is a medical problem with significant quality of life reduction and socioeconomic impact. Chronic constipation study with validated criteria never been conducted in Indonesia. This study aim to find prevalence rate of chronic constipation and its associated factors in Indonesian adult population.
Methods: This was a population-based cross-sectional study and a part of Global Epidemiology Study on Functional Gastrointestinal Disorders. Subject answered questions from a questionnaire with the help of traineed-interviewers. A total of 2000 subjects were recruited from urban and rural area in Indonesia. Diagnosis of chronic constipation based on validated Rome IV criteria. Multivariat analysis was performed for associated factors with chronic constipation.
Results: There were 1935 subjects that enrolled in this study. The prevalence of chronic constipation in Indonesian adult population was 12.3%. Urban area (OR 0.472, p<0,001) and female (OR 2.67, p<0.05). Age, body mass index, and education level were not statistically significant factors associated with chronic constipation. Lower education level was associated with chronic constipation only in rural area (OR 0.519, p<0.05).
Conclusion: The prevalence of chronic constipation in Indonesian adult population was 12.3%. Urban area and female were factors associated with chronic constipation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Marki
"ABSTRACT
Latar belakang: Selama ini pemeriksaan ileum kurang mendapatkan perhatian, padahal seringkali kelainan-kelainan gastrointestinal bawah berasal dari ileum dengan kolonoskopi normal. Oleh karena itu penelitian ini membahas tentang kesesuaian antara hasil pemeriksaan ileoskopi ileum terminal dengan hasil histopatologinya.
Metode: Metode yang digunakan adalah studi potong lintang dan uji diagnostik antara kedua pemeriksaan tersebut, dengan pemeriksaan histopatologi sebagai standar baku emas.
Hasil: Hasil penelitian memberikan kesesuaian antara kedua pemeriksaan tersebut sebesar 93,33 %. nilai sensitivitas pemeriksaan ileoskopi dibandingkan dengan histopatologi sebagai standar baku emas sebesar 94 %, spesifisitas 90 %, nilai prediksi positif 97,9 %, dan nilai prediksi negatif sebesar 75 %.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan ileoskopi pada pasien dengan diare kronik dan kolonoskopi normal memberikan hasil yang serupa dengan pemeriksaan histopatologinya.

ABSTRACT
Background: Ileoscopy are still considered less important, whereas many lower gastrointestinal cases originated from this region. Therefore this study discusses the correlation between the results of the terminal ileum ileoscopy with histopathologic results.
Method: The method used was a cross-sectional study and diagnostic test between the two examinations, with histopathologic examination as the gold standard.
Result: The results give the correlation between the two examination is 93.33%. Moreover ileoscopy compared with histopathologic examination as the gold standard also give a sensitivityof 94%, specificity 90%, positive predictive value 97.9%, and negative predictive value of 75%.
Conclusion: Therefore it can be concluded that ileoscopy examination in patients with chronic diarrhea and normal colonoscopy gave similar results with histopathologic examination."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilum Anam
"Latar Belakang: Sindroma dispepsia sering dialami oleh penderita DM. Asam lambung salah satu faktor agresif terjadinya sindroma dispepsia dan tukak lambung. Penelitian ini bertujuan untuk mencari perbedaan pH lambung pada pasien dispepsia DM dengan yang bukan DM dan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara pH lambung dengan proteinuria dan HbA1c.
Metode: Pasien terdiri dari 30 kelompok DM dan 30 kelompok bukan DM. Masing-masing kelompok dihitung pH lambung basal. pH lambung basal diukur dgn memasukkan elektroda kateter kedalam lambung selama 30 menit kemudian di rekam dgn alat PH Metri merek Digitrapper pH-Z. Beratnya komplikasi DM diukur dengan mikroalbuminuria, sedangkan kendali gula darah diukur dgn HbA1c. Dilakukan uji chi square utk mencari perbedaan pH lambung kelompok DM dgn yg bukan DM, dengan terlebih dahulu menentukan titik potong dgn analisa ROC (Receiver Operating Caracteristic). Dilakukan uji korelasi antara pH lambung basal dengan mikroalbuminuria dan HbA1c pada kelompok pasien DM.
Hasil: pH lambung basal pada dispepsia DM vs non DM (2.30±0.83 vs 2.19±0.52). Dgn uji chi square terdapat perbedaan bermakna antara kelompok DM dengan yang bukan DM. Pada uji korelasi antara pH lambung dengan mikroalbuminuria dijumpai r = 0.47 dan p < 0.05, sedangkan HbA1c dijumpai r=0,59 dan p > 0.05.
Simpulan: Ada perbedaan bermakna pH lambung basal antara pasien dispepsia DM dengan pasien dispepsia bukan DM. Ada korelasi antara pH lambung basal dengan mikroalbuminuria, sedangkan dengan HbA1c tidak ada korelasi. pH lambung basal pada pasien DM adalah 2.03±0.83 sedangkan pada yang bukan DM adalah 2.19±0.52.

Aims: Dyspepsia syndrome often experienced in diabetic patients. Gastric acid was one aggressive factors in dyspepsia syndrome. This aim of this study was to determine differences gastric pH between dyspepsia diabetic and dispepsia without diabetic patients. Also to determine whether there were a correlation between basal gastric pH and microalbuminuria and also HbA1c.
Methods: There were 30 patients diabetic and 30 patients without diabetic. Basal gastric pH was measured with an electrode catheter that inserted into the stomach for 30 minutes. Gastric pH will be recorded with PH Metri Digitrapper pH-Z. Diabetic complications measured by microalbuminuria, while the measured blood sugar control with HbA1c. Chi-square test to determine differences gastric pH between diabetic and without diabetic patients. Correlation test was performed between basal gastric pH and microalbuminuria and also HbA1c.
Results: We found basal gastric pH diabetic and non diabetic patients were (2.30±0.83 vs 2.19±0.52). There was significant differences between diabetic and non diabetic patients. From 30 diabeic patients we found a corelation between basal gastric pH and microalbuminuria (p < 0.05 and r = 0.47) and a no corelation with HbA1c (p > 0.05 and r=0,59).
Conclusions: There was significant differences basal gastric pH between diabetic and non diabetic patients. There was correlation between basal gastric pH and microalbuminuria, and no correlation with HbA1c. Basal gastric pH diabetic patients was 2,30 ± 0.83 and non diabetic patients was 2,19 ± 0,52.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
T58556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nella Suhuyanly
"Latar belakang: Penyakit hati imbas obat akibat penggunaan obat anti tuberkulosis OAT merupakan salah satu faktor risiko yang telah dilaporkan Faktor kerentanan individu dalam memetabolisme dan detoksifikasi setiap obat yang dipengaruhi oleh faktor faktor genetik juga mempengaruhi kejadian penyakit hati imbas obat. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti status asetilator enzim N Acetylator Transferase 2 NAT2 dan polimorfisme sitokrom P450 CYP 2E1 terhadap kejadian penyakit hati imbas obat.
Metode: Studi kasus kontrol pada 50 pasien tuberkulosis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan klinik paru PPTI yang dikelompokkan menjadi grup kasus n 25 dan grup kontrol n 25.
Hasil: Dari 50 subyek penelitian didapatkan bahwa karakteristik subyek penelitian terbanyak berjenis kelamin perempuan 62 berusia 45 tahun 56 normoweight 66. Pada analisis bivariat terhadap faktor risiko kejadian penyakit hati imbas obat yang diinduksi oleh OAT hanya ditemukan faktor risiko status asetilator lambat enzim NAT2 yang signifikan dengan crude OR 1 563 95 KI 1 165 2 097 dengan p 0 002 sedangkan pada faktor risiko polimorfisme CYP 2E1 tidak ditemukan hasil yang bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Faktor risiko status asetilator lambat enzim NAT2 merupakan faktor risiko kejadian penyakit hati imbas obat yang diinduksi oleh OAT.

Background: Antituberculous agents is one of a drug induced liver injury's risk factors Individual susceptibility in drug metabolism and detoxification due to genetic factors was also reported lately. Among the individual susceptibility factors we would like to identify the genotype of N acetylator 2 enzyme status and polymorphism of cytochrome P450 2E1 as a risks factors of antituberculous agent induced liver injury.
Methods: This is a case control study in 50 tuberculous rsquo patient at Cipto Mangunkusumo hospital and PPTI clinics which were divided in control group n 25 and case group n 25.
Results: From 50 subjects the baseline charactersitic were mostly female 62 age 45 years old 56 normoweight 66 Bivariate analysis were performed to identify the risk factors and only slow acetylator status of NAT2 enzymes was found significant with crude OR 1 563 95 CI 1 165 ndash 2 097 p 0 002 but not in a CYP 2E1 polymorphism status.
Conclusions: Slow acetylator status of NAT2 enzymes was a risk factor for antituberculous agents ndash induced liver injury.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiq. author
"Latar Belakang : Bioelectric Impedance Analysis (BIA) mulai banyak digunakan dalam mengevaluasi status nutrisi. Belum ada data penelitian nutrisi di Indonesia yang menggunakan BIA.
Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan rerata hasil pemeriksaan BIA antara status nutrisi baik dan malnutrisi pada penderita penyakit gastrointestinal dan liver yang dirawat inap.
Metode : Penelitian potong lintang retrospektif terhadap penderita yang dirawat inap di ruang perawatan interna RSCM periode 1 Juni-31 Desember 2013, untuk mengetahui perbedaan rerata hasil pemeriksaan BIA penderita status nutrisi baik dan malnutrisi pada penyakit gastrointestinal dan liver yang dirawat inap.
Hasil : Dari 28 penderita dengan status nutrisi baik, 71,57% laki-laki, dan 21,47% wanita. Dari 28 penderita malnutrisi, 53,60% laki-laki, dan 46,40% wanita. Perbedaan rerata hasil pemeriksaan BIA antara penderita nutrisi baik dan malnutrisi adalah : lean body mass, 49,5±8,59 vs 39,68±6,28kg, p<0,001; body cell mass, 32,19(20,49-40,95) vs 25,23(17,83-31,64) kg, p=0,003; total body water, 35,69±1,17 vs 28,58±0,85kg, p<0,001; dan phase angle 6,18◦(3,73-10,11)◦ vs 3,46◦(0,40-6,51)◦; , p<0,001.
Kesimpulan : Pada penderita penyakit gastrointestinal dan liver yang dirawat inap dengan status nutrisi baik, memiliki nilai body mass, body cell mass,total body water dan phase angle hasil pemeriksaan BIA yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita malnutrisi.

Background : Recently, Bioelectric Impedance Analysis (BIA) has been used to evaluate nutritional status. There has not been any nutrition study using BIA in Indonesia.
Objective : The objective of this study was to identify the differences of BIA examination between well nourished and malnourished gastrointestinal and liver diseases hospital inpatients.
Methods : A retrospective cross-sectional study of Cipto Mangunkusumo hospital inpatients during the period of 1 June to 31 December 2013 was conducted to identify differences of BIA examination means between well nourished and malnourished gastrointestinal and liver diseases inpatients.
Results : Of the 28 well nourished patients, 71.57% were male, 21.47% were female. Of the 28 malnourished patients 53.60% were male, 46.40% were female. The differences of BIA examination results in well nourished and malnourished were: lean body mass, 49.5±8.59 vs 39.68±6.28 kg, p<0.001; body cell mass, 32.19 (20.49-40.95) vs 25.23(17.83-31.64) kg, p=0.003; total body water, 35.69±1.17 vs 28.58±0.85 kg, p<0.001;and phase angle, 6.18◦(3.73-10.11)◦ vs 3.46◦(0.40-6.51), p<0,001.
Conclusion : BIA examinations revealed well nourished gastrointestinal and liver diseases inpatients had higher results of lean body mass, body cell mass, total body water and phase angle than malnutrition inpatients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>