Ditemukan 149 dokumen yang sesuai dengan query
Jonathan Toni Tjenggoro
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S24691
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Edith Nur Ariani
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S23554
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Yuliana P. S.
"Cost recovery merupakan konsep penggantian biaya operasi perminyakan yang dilakukan oleh negara kepada kontraktor. Belakangan ini, besaran cost recovery terus melonjak tanpa diikuti peningkatan produksi minyak dan gas bumi. Sebagai upaya mengatasi masalah tersebut, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 tahun 2008 tentang Jenis-Jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Tidak Dapat Dikembalikan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang berisi negative list cost recovery. Dengan dikeluarkannya peraturan berupa negative list cost recovery, item-item yang tidak dapat di-recover negara menjadi jelas. Akan tetapi upaya pemerintah tersebut sesungguhnya belum cukup menyelesaikan masalah pelonjakan cost recovery melainkan malah dapat menimbulkan kelesuan investasi migas karena semakin ketatnya peraturan cost recovery padahal risiko investasi minyak dan gas bumi sangat tinggi. Dalam hal ini, pemerintah memang agaknya kurang mengidentifikasi latar belakang terjadinya pelonjakan cost recovery yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Kurangnya identifikasi masalah telah menghasilkan suatu solusi yang tidak tepat tentunya. Pelonjakan cost recovery beberapa tahun belakangan ini sesungguhnya semata-mata terjadi karena lapangan minyak dan gas bumi Indonesia yang beroperasi saat ini kebanyakan adalah lapangan tua yang membutuhkan teknologi yang sangat canggih yang berarti biaya lebih besar. Tanpa biaya besar dan teknologi canggih maka produksi minyak dan gas bumi lapangan tua tidak bisa maksimal.
Dapat disimpulkan, peningkatan cost recovery tersebut sesungguhnya masuk akal karena memang biayanya harus meningkat. Kemudian masalah yang lebih menarik lagi, salah satu item yang tidak dapat di-recover negara adalah community development. Dikeluarkannya community development dari item cost recovery adalah terkait pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai kewajiban perseroan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Keterkaitan tersebut timbul karena penjelasan pasal mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan lebih mengarah kepada community development dimana komunitas lokal mengharapkan perusahaan membantu mereka dalam menghadapi masalah mereka dan perusahaan berharap komunitas memperlakukan perusahaan secara adil dan sportif. Dengan demikian, sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, community development merupakan kewajiban perseroan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi sehingga tidak bisa ditanggung atau di-recover negara.
Cost recovery is a recovery of petroleum operations that is done by state for the contractor. Recently, the amount of cost recovery keeps increasing without followed by the increasing of oil and gas production itself. As an effort to tackle the problem, Government issued Energy and Mineral Resources Minister Decree Number 22 Year 2008 concerning Cost Items in Oil and Gas Upstream Activities that Can Not be Recovered to the Contractor of Cooperation Contract, which is contained cost recovery negative list. By issuing the regulation of cost recovery negative list, items that can?t be recovered become clear. However, the government?s effort actually hasn?t been enough to tackle the increasing of cost recovery but can create lethargy of oil and gas investment because of the tightness of the cost recovery regulation whereas the risk of oil and gas investment is very high. On this matter, the government seems lack to identify the background why the increasing of cost recovery happened these recent years. For sure, lack of identifying the problem has created a mistaken solution. The increasing of cost recovery these recent years actually happened because the operating oil and gas field in Indonesia now is mostly old field that needs very high technology that means bigger amount of cost. Without the big cost and high technology, the oil and gas production in old field can?t reach maximum.In conclusion, the increasing of cost recovery is actually reasonable because the cost actually must increase. Then the more interesting matter is that one of the items that can?t be recovered by the state is community development. The exception of community development from cost recovery items is because of the regulation of social and environment responsibility as a company?s obligation based on Law Number 40 Year 2007 concerning Limited Liability Company. The relation appears because on the elucidation of the article concerning social and environment responsibility more leads to community development where local communities hope the company can help them in facing their problems and other wisely the company hopes the communities can treat them justly and sportive. Thus, since the enactment of Law Number 40 Year 2007 concerning Limited Liability Company, community development becomes oil and gas company?s obligation so it can?t be borne or recovered by the state."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S25130
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Hendarsin Budiman
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S22664
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Henry Setiadi
Depok: Universitas Indonesia, 1984
S22659
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sofyan A. Djalil
Depok: Universitas Indonesia, 1984
S22648
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
T. Harsha Racman
"
ABSTRAKIndonesia sebagai negara berkembang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan tekhnologi mempunyai peranan panting dalam mempercepat perkembangan pembangunan sosio ekonomis nasional khususnya memperlancar peningkatan produksi dari barang dan jasa dalam sektor industri. Maka selama Indonesia belum mempunyai sendiri faktor-faktor tersebut dapat dimanfaatkan potensi-potensi modal, teknologi dan keahlian dari luar negeri sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional. Pemilihan topik alih tekhnologi dari ketel uap B&W berdasarkan pengamatan penulis bahwa pemakaian ketel uap semakin meningkat di Indonesia. Disamping itu sejarah mengatakan bahwa B&W merupakan produsen ketel uap yang telah berhasil mengembangkan tekhnologi dan berpengalaman seratus tahun lebih. Dengan di undang-undangkan nya UU PMA, yaitu UU No 1 tahun 1967 maka pemerintah mewujudkan tekadnya untuk memakai dan memanfaatkan potensi dari luar negeri untuk membangun ekonomi Indonesia. Menurut peraturan yang berlaku tentang PMA, maka pihak asing yang menanamkan modalnya di Indonesia harus disertai oleh pihak lokal sebagai mitra usaha dalam perusahaan PMA dapat dialihkan kepada pihak lokal. Peraturan-peraturan mengenai PMA di Indonesia belum mengatur secara langsung upaya yang mendukung peralihan tekhnologi kepada pihak lokal. Karena perjanjian-perjanjian lisensi dan perjanjian bantuan teknik yang merupakan saluran alih tekhnologi hanya diserahkan oleh para pihak yang membuat saja. Disamping itu Indonesia belum mempunyai Undang-pndang patent yang merupakan saluran utama dari informasi tekhnologi beserta kepemilikannya. Dengan demikian teknologi patent yang masuk ke Indonesia dapat dirahasiakan dan kepemilikannya tidaklah pernah beralih. Keberlangsungan proses alih tekhnologi ketel uap B&W hanyalah didasarkan atas upaya meningkatkan efisiensi perusahann saja. Bukanlah tidak mungkin bahwa tindakan-tindakan oleh produsen ketel uap B&W tersebut lama kelamaan tindakan disefiensi perusahaan. Dengan tidak adanya peraturan PMA yang secara langsung mengatur masalah alih tekhnologi di Indonesia maka ketergantungan secara terus menerus pada pihak asing tidaklah dapat dihindari. (FH)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Toto Triantoro
"
ABSTRAKAnjuran untuk pembayaran secara giral telah dilakukan dan dimulai oleh menteri urusan penertiban dan modal swasta, Maksud surat edaranyang dikeluarkan oleh menteri tersebut adalah merupakan usaha untuk mempengaruhi penggunaan uang kartal pada masyarakat dengan mangalihkan kepada sistim pembayaran giral, Sekitar tahun 1970-an hasil dari usaha tersebut mulai tampak, pembandingan persentasi diantara uang giral dan uang kartal adalah 405 (uang giral) : 60%( uang kartal) hal ini cukup menggembirakan, namun usaha tersebut. terus dilakukan dengan harapan pada suatu saat penbandingan persentasi uang giral lebih besar dari pada uang kartal. perkembangan pemakaian uang giral oleh masyarakat menunjukan peningkatan yang pesat sekali. Hal ini kita lihat dalam grafik (jumlah uang yang beredar sejak tahun 1982 sampai tahun 1985) dari grafik tersebut dapat kita lihat peningkatan pemakaian uang giral dalam masyarakat. Pada tahun 1985 terlihat jumlah uang yang beredar kira-kira sebesar 975 milyar rupiah dan uang kartal sebanyak 526 milyar rupiah, dan uang kartal sebanyak 449 milyar rupiah. dari data tersebut dapat diperkirakan presentasinya sekitar 53,95% (uang giral) : 46,05% (uang kartal) perbandingan persentasi ini merupakan kebalikan dari perbandingan persentasi sekitar tahun 70 - an, dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat sudah terbiasa untuk menggunakan uang giral dalam kegiatan ekonominya. Ini berarti pula perbangkan telah dapat menghipun dana yang ada dalam masyarakat untuk dapat dipergunakan sebagai biaya/dana pembangunan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dwianti Aviantari
"
ABSTRAKTujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah: memperbandingkan batas-batas tanggung jawab dari pengangkut ( pihak pelayaran ) dan pihak penanggung ( pihak asuransi ). Keinginan ini timbul karena pada pengamatan awal ditemukan indikasi bahwa pemilik muatan lebih suka mengajukan klaim kepada pihak asuransi dari pada kepada pihak pengangkut, jika mengalami kerugian. selama pelayaran. Untuk mencapai tujuan di atas maka penelitian dilakukan dengan memperbandingkan ketentuan hukum yang mengikat para pihak, dalam hal ini, pada pelayaran diatur dalam BL dan beberapa konvensi internasional, sedangkan pada asuransi diatur dalam polis dan Marine Insurance Act 1906. Penelitian juga dilakukan dengan mengamati praktek pelaksanaan penyelsaian klaim yang dilakukan oleh pihak asuransi dan pihak pelayaran. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa indikasi awal diatas memang benar karena pihak pelayaran dan pihak asuransi memiliki batas tanggung jawab yang berbeda. Yang secara umum dapat dikatakan bahwa pihak asuransi mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dan lebih besar dibandingkan dengan tanggung jawab pihak pengangkut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Thomas Bipi Prihanggodo
Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library