Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amrul Khair Rusin
"Tesis ini mengkaji hubungan hukum dalam perusahaan grup, terutama antara induk perusahaan dan anak perusahaan, dan pertanggungjawaban induk perusahaan atas perbuatan hukum anak perusahaan menurut hukum perseroan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode preskriptif yuridis, dengan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, maupun putusan pengadilan ataupun pendapat para ahli, sehingga didapatkan satu temuan yang akan bermanfaat dalam praktek. Berdasarkan pengakuan yuridis atas kemandirian badan hukum perusahaan maka tiap-tiap perusahaan dalam perusahaan grup merupakan badan hukum mandiri (separate legal entity) yang menimbulkan konsekuensi hukum dalam hal terjadi perbuatan hukum maka pertanggungjawaban hanya melekat pada perusahaan yang melakukan perbuatan hukum tersebut (limited liability). Namun keterkaitan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dalam grup perusahaan mengakibatkan induk perusahaan dapat dimintakan pertanggungjawabannya sebagai akibat adanya kesatuan entitas perusahaan (corporate entity). Sebagai suatu badan hukum yang mandiri, maka sifat pertanggungjawaban terbatas merupakan prinsip fundamental keberadaan artificial person perseroan. Sifat pertanggungjawaban ini tidak bersifat mutlak. Pengadilan bisa mengesampingkan sifat pertanggungjawaban terbatas ini, dan memberlakukan pertanggungjawaban pribadi induk perusahaan. Prinsip limited liability dari induk perusahaan dapat ditembus dengan doktrin piercing the corporate veil, sehingga induk perusahaan dapat dimintakan pertanggungjawabannya atas pengurusan anak perusahaan. Pengaturan eksistensi perusahaan grup terutama dalam hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan, tidak sekedar realitas bisnis melainkan juga realitas hukum, karenanya merupakan suatu keniscayaan diadakan pembaharuan hukum; adalah tidak logis, pengaturan perseroan dalam bentuk tunggal diterapkan pada perseroan dalam bentuk jamak namun senyatanya satu kesatuan.

This thesis examine the legal relationship in group companies, especially between parent companies and subsidiaries, and examines the parent company liability for the legal actions undertaken by the subsidiary. This study uses a prescriptive jurisdiction, by reference to legal norms contained in laws and regulations, and court decisions or opinions of the experts, and the findings hopefully will be useful in practice. Based on the judicial recognition of the independence of the legal entity of the company, each company within the group companies are separate legal entity. This raises the legal consequences in the event of legal action then the liability attached only to companies that perform the legal actions (limited liability). However, the relationship between the parent company with subsidiaries in the group resulted in the parent company can be held accountable for the company as a result of a corporate entity. As an independent legal entity, limited liability is a fundamental principle of the existence of an artificial person company. The nature of this liability is not absolute. The court could rule out this limited liability, and impose personal liability to holding company. The principle of limited liability of a parent company can be penetrated by the doctrine of piercing the corporate veil, so the parent company can be held accountable for the management of subsidiaries. The existence of the group companies, especially in legal relationship between parent company and subsidiary, not just a business reality but also the reality of the law, therefore it was necessary to reform the law. It is not logical, setting the singular company applied to the company in the plural but in fact one entity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Hapsari
"Penelitian ini membahas tentang dampak pengalihan saham pada perusahaan tambang terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dilakukannya penelitian ini berkaitan dengan adanya pasal dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarang adanya pengalihan IUP. Larangan pengalihan IUP ini terkait dengan maraknya jual beli izin pertambangan pada masa peraturan pertambangan masih diatur dalam UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Larangan tersebut membuat pengusaha tambang mencari cara bagaimana agar dapat mengalihkan IUP, salah satu cara yang dianggap tidak melanggar Undang-Undang adalah melakukan pengambilalihan saham terhadap perusahaan pemilik IUP. Kemudian muncul pertanyaan apakah jika saham mayoritas perusahaan tambang pemilik IUP beralih, maka kepemilikan atas IUP ikut beralih ke tangan perusahaan pengambilalih? Bagaimana sebenarnya dampak dari pengambilalihan saham tersebut terhadap kedudukan IUP perusahaan yang sahamnya terambilalih. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dimana menggunakan UU No. 4 tahun 2009 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai data primernya.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa walaupun 99% saham perusahaan pemilik IUP diambilalih, namum kepemilikan IUP tidak akan ikut beralih, jika kedua belah pihak tidak melakukan proses pengalihan IUP. Proses administrasi dan persyaratan pengalihan IUP dan pengambilalihan saham memiliki caranya masing-masing. Adanya ketidakharmonisan antara peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertambangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perseroan, terutama dalam hal pengambilalihan saham yang membuat penerapan peraturan pengalihan saham pada perusahaan tambang sulit untuk dapat ditaati oleh masyarakat.

This research examines the impacts of shares takeover in mining company to the Mining Permits. The background of this research is Law of The Republic Indonesia Number 4 of 2009 concering Mineral and Coal Mining. This regulation prohibits transfer of Mining Permits. The prohibition is related to the raise of the sale and purchase of mining permits when the regulation of mining was still regulated in Law of The Republic Indonesia Number 11 of 1967 concering Basic Provisions of Mining. This prohibition has caused mine operators to look for the solution to transfer the Mining Permits. One of the solutions is buying shares from a company that has Mining Permits. This solution is regarded as the way out that does not infringe the regulation. This research background led to these following research questions: if the majority shares of a company that holds Mining Permits was taken over by another company, is the ownership of Mining Permits also transferred to the acquiring company? What are the impacts of this shares takeover to the Mining Permits that is hold by old company (that holds Mining Permits)? This research uses juridical and empirical methods. The Law Number 4 of year 2009 and Law Number 40 of year 2007 on limited company are used as primary sources.
The outcome of this research indicates that although 99% of shares is taken over, the ownership of Mining Permits would not be transferred if two parties do not conduct the Mining Permits transfer process. Moreover, the administration process and transfer requirement of Mining Permits and the takeover of the shares have their own ways. Finally, the disharmony between the mining regulation and limited company regulation is occurred, especially in regulating shares takeover that makes implementation of takeover regulation on mining company difficult to be obeyed by society."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi Mantan Alam
"Singkatnya, penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai konsekuensi hukum dan juga bentuk perlindungan pemegang saham minoritas terhadap penyelenggaraan RUPS tahunan yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ("UU PT") pada PT Tertutup. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah (i) bagaimana konsekuensi hukum penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Tertutup yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pasal 78 ayat (2) UU PT dan juga (ii) bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan kepada para pemegang saham minoritas PT Tertutup terhadap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang melewati jangka waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini khususnya membahas mengenai permasalahan bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan UU PT.
Dalam penelitian ini peneliti membahas mengenai tinjauan umum tentang perseroan terbatas, saham, pemegang saham, dan rapat umum pemegang saham tahunan. Selain itu dibahas juga mengenai pengaturan dan pelaksanaan perlindungan hukum pemegang saham minoritas pada PT tertutup dan juga mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas PT tertutup dalam hal penyelenggaraan rups tahunan yang melewati jangka waktu.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan mengenai penyelenggaraan RUPS tahunan dalam UU PT merupakan "mandatory rule" dan juga terdapat beberapa perlindungan hukum dalam bentuk yang dinilai cukup melindungi, berupa cara/upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang saham minoritas untuk melindungi hak-hak dan kepentingan mereka terkait penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu ini.

In brief, this research aim to capture a legal consequences and the protection to the minority shareholder(s), in connection with the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under the Law of the Republic of Indonesia No. 40 year 2007 concerning Limited Liability Company ("Company Law"). The main idea of this research are as following: (i) what is the legal consequences to the implementation of annual general meeting of shareholders of a limited liability company that exceeds the mandatory period as stipulated under Article 78 paragraph (2) of Company Law concerning Company Law?, and (ii) what is the protection given to the minority shareholder (s) against implementation of Annual General Meeting of Shareholders as abovementioned? The research method that used in this thesis is normative juridical research, based on secondary data that has been collected during the research. This research specifically addresses the issue on the protection to the minority shareholder(s) as given by Company Law.
In this thesis, the researcher addresses the review on the limited liability itself, shares, the shareholder(s), and the annual general meeting of shareholders. The review also focused on the stipulation and the implementation of the legal protection to the minority shareholders of a limited liability company, especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
This research concludes that the Company Law stipulates that implementation of an annual general meeting of shareholders s mandatory, and there are sufficient legal protection, in form of legal action that may be performed by the minority shareholders in order to protect their rights and interest pertaining , especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latuconsina, Rai Hasni
"ABSTRAK
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Perum BULOG menggantikan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2003, maka terjadi penambahan ruang lingkup penugasan Perum BULOG dalam kegiatan usaha komersial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hambatan yang Perum BULOG sebagai BUMN dalam kegiatan usaha komersial dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran Perum BULOG sebagai BUMN dalam kegiatan usaha komersial pasca berlakunya PP No. 13 Tahun 2016 Tentang Perum BULOG. Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian Socio Legal Research . Berdasarkan hasil penelitian, hambatan yang dihadapi yaitu pelaksanaan tugas dan fungsi yakni di satu sisi menjalankan tugas publik public sevice obligation yang ditugaskan negara, tetapi di sisi lain Perum BULOG juga dituntut untuk mengejar keuntungan fungsi bisnis . Walaupun BULOG telah berubah dari LPND menjadi Perum tetapi Perum BULOG masih belum maksimal menjalankan kegiatan usaha komersial Perum BULOG. Hambatan perizinan, permodalan, pangsa pasar, harga dan SDM juga menjadi permasalahan kegiatan komersial Perum BULOG. Upaya yang dilakukan Perum BULOG sebagai BUMN dalam menjalankan peran kegiatan usaha komersial adalah segera melakukan penguatan kelembagaan Perum BULOG guna mewujudkan perusahaan yang mandiri sesuai dengan maksud dan tujuan pembentukan Perum khususnya bagi Perum BULOG seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33.

ABSTRACT
The Issued of Government Regulation Number 13 Year 2013 Concerning Perum BULOG Replacing Government Regulation No. 7 Year 2003 bring an addition of Perum BULOG Scope as a State Owned Enterprises in commercial business activities. This study aims to analyze the barriers as a State Owned Enterprises in commercial business activities and efforts that can be done to improve the role of Perum BULOG as a State Owned Enterprises in commercial business activities after the enactment of PP. 13 Year 2016 About Perum BULOG. In order to preparing this study, the authors used socio legal research method. Based on the research, the barriers that faced is the execution of duties and function of Perum BULOG in conducting its function running public services obligation assigned by the state and also required to pursue profit business function . Although Perum BULOG has changed from LPND to Perum , Perum BULOG is still not maximally running commercial business, Licensing constraints, capitalization, market share, prices and human resources also hampered commercial activities of Perum BULOG. The efforts that should be done is strengthen the institutional of Perum BULOG In order to be independent company, give contribution in accordance with the intent and purpose of forming Perum BULOG as mandated also in constitution article 33.Key words State Owned Enterprises, Perum BULOG, Commercial Act"
2017
T49147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nenden Mustika Indah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S23137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nardo Rafael
"Untuk menjadi investor di pasar modal, maka investor dapat menjadi nasabah dengan membuka rekening efek di perusahaan efek khususnya yang menjalankan usaha sebagai perantara pedagang efek. Investor agar dana investasinya aman dan menguntungkan perlu memperhatikan perusahaan efek yang memiliki reputasi baik, volume transaksi besar dan kemudian telah memiliki izin dan registrasi yang valid oleh Bapepam-LK. Namun ada kalanya terdapat resiko yang tidak terduga dalam berinvestasi dengan menjadi nasabah di perusahaan efek. Selain resiko investasi efek di pasar modal, juga terdapat potensi resiko dari kejahatan pasar modal yakni penyalahgunaan dana investasi di rekening efek milik nasabah yang dilakukan oleh perusahaan efek baik melalui pialangnya maupun anggota direksi (direktur) perusahaan efek. Menjadi persoalan pokok dalam skripsi ini ialah siapa pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kejahatan penyalahgunaan dana nasabah ini? mengapa perusahaan efek yang menyalahgunakan dana nasabah cenderung cukup hanya dikenakan sanksi administratif oleh Bapepam-LK dan sanksi pidana terhadap pelakunya baik pialang maupun direktur perusahaan efek yang bersalah? dapatkah sanksi demikian mengembalikan kerugian nasabah? Jika dicermati Pasal 31 Undang-Undang Pasar Modal, dijelaskan bahwa Perusahaan efek bertanggungjawab terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan efek yang dilakukan oleh direktur perusahaan tersebut. Dengan berlakunya ketentuan ini, seolah hanya perusahaan efek sebagai suatu entitas badan hukum saja yang harus bertanggungjawab terhadap semua masalah dan kerugian yang timbul dari pelanggaran maupun kejahatan yang dilakukan direktur perusahaan efek?. Perlu adanya pertanggungjawaban pribadi direktur yang menyalahgunakan dana nasabah didasari pemberlakuan doktrin piercing the corporate veil dengan mengenyampingkan sifat pertanggungjawaban terbatas perusahaan. Berdasarkan hasil analisa dalam penulisan skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa direksi perusahaan efek dapat diberlakukan doktrin piercing the corporate veil jika direktur terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (tort) seperti penggelapan atau transfer modal secara ilegal dan terbukti melanggar prinsip fiduciary duty (yang diatur secara alternatif dan tidak kumulatif).

For a person to become an investor in the capital market an action of opening a stock account in a securities company is necessary especially a company conducting business as a securities broker dealer. The investor for the assuring the security of his investments should appoint a stock exchange company with excellent reputation, conducting high volume transactions and having obtained a permit and valid registration from Bapepam-LK. But the existences of an unexpected risk in investment are still present by the appointment of a securities company. Other than the risk of investment usually encountered in the stock exchange, there is the risk of stock exchange criminal acts such as the misuse of investment funds by the securities company, the company broker or the Director of the company. The subject of this thesis is to define the counterpart mostly responsible in the cases of misuse of investment funds, the reason of the consideration of sufficiency in the inflicting of administrative sanction regarding the securities company by Bapepam-LK while attributing penal sanction regarding the convicted brokers and or company directors. Does the sanction necessarily benefit to the losses incurred by the clients?. According to Article 31 of the Law concerning the Capital Market, it is stated that a securities company could be held responsible towards all activities conducted by the company director related to stock exchanges. The wording of the article implies that the company as an entity is solely responsible of the actions conducted by the company director. A personal responsibility of the director could be applied if the piercing the corporate veil doctrine is applied derogating the limited liability character of the company. The result obtained based on the analyses of the present thesis concludes that the piercing the corporate veil doctrine could be applied if the director has been proven guilty of conducting an action categorized as a tort such as misuse or illegal transfer of capital and proven of having breached the principle of fiduciary duty (regulated in terms of alternative and not cumulative).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S473
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Josefina Agatha Syukur
"Masalah piutang dagang sangat berpengaruh pada penampilan dan perkembangan perusahaan tersebut. Oleh karena itu semua perusahaan yang mempunyai piutang dagang akan menaruh perhatian yang serius dalam mengelola piutang dagangnya, dan akan dilakukan secara cermat dan hati-hati (prudent). Sebab apabila peningkatan volume penjualan kredit tidak sebanding dengan volume piutang dagang yang tertagih maka terjadilah piutang dagang bermasalah atau dalam bahasa populernya adalah kredit macet. Penanganan kredit macet di PT United Tractors dilakukan dengan strategi yang khas, tergantung penyebab terjadinya kredit macet tersebut, dan tidak dapat disamaratakan. Penyebab terjadinya piutang dagang bermasalah ini akan sangat berpengaruh dalam cara penanganannya dan pada dasarnya, PT United Tractors, Tbk, akan lebih memilih penyelesaian di Luar Pengadilan dan Pengadilan hanya merupakan jalan keluar terakhir jika tahapan proses di luar pengadilan tidak memberikan hasil. Analisis yang digunakan dalam tesis ini adalah dengan mempelajari dokumen yang dipakai oleh perusahaan dalam memberikan kredit seperti Surat Perjanjian dan invoice dan kemudian dikaitkan dengan aturan dan perlindungan hukum yang akan diberikan berdasarkan langkah- langkah yang telah ditetapkan perusahaan tersebut.

Account receivable significantly affects the performance and growth of a company. Therefore, a company which has accouut receivable will focus its attention on the management of the account receivable and prudent implementation of such management. If the volume of sales on credit significantly exceeds the volume of the collected account receivable, it will lead to a problem, popularly known as non-performing loan. At PT United Tractors, the non- performing loan is settled with a unique strategy, depending on the specific cause of the non-performing loan, instead of a generalized settlement. The cause of the non-performing loan will affect the method of handling and PT United Tractors, Tbk, will basically prefer to an out-of-court settlement. Court settlement will be taken as a last resort if the deliberation settlement reaches no mutual satisfactory result. In this thesis, the analysis is done against the documents used by the company in giving the sales on credit such as the agreement and invoice. Other matters analyzed include the efforts taken in relation to the statutory requirements and legal protection pursuant to the procedure specified by the company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25721
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Krista Kurnia
"Keterbatasan sumber daya alam suatu negara menimbulkan interaksi antar negara guna memenuhi keterbatasan tersebut sehingga terjadi perdagangan internasional. Perkembangan perdagangan internasional yang cukup pesat membutuhkan mekanisme pembayaran yang aman dan dapat melindungi para pihak yang terkait di dalamnya. Hingga saat ini L/C dipandang sebagai alat pembayaran yang paling aman karena cukup memiliki kepercayaan untuk melindungi para pihak yang terlibat dalam transaksi L/C yaitu dalam hal ini adalah eksportir, importir dan bank.
BNI adalah salah satu lembaga perbankan yang memiliki ijin sebagai bank devisa dan dengan demikian melayani pembukaan fasilitas L/C maupun pembayaran L/C. Pembukaan dan pembayaran fasilitas L/C bagi nasabah BNI melalui proses dan prosedur yang telah ditetapkan secara intern oleh perusahaan dengan tetap mengacu pada ketentuan nasional dan internasional. Fasilitas Negosiasi Wesel Ekspor (NWE) adalah salah satu bentuk kewenangan yang diberikan kepada masing- masing kantor cabang BNI untuk melakukan negosiasi atas L/C masuk. Hal ini juga merupakan suatu bukti bahwa BNI turut serta mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi negara. Namun demikian pada fasilitas L/C tetap melekat resiko bagi para pihak yang terlibat didalamnya.
Sebagai kesimpulan bahwa peran BNI dalam mengakomodasi kepentingan eksportir adalah salah satunya sebagai mediator kepentingan eksportir dan importir. Bagi eksportir khususnya BNI berperan sebagai bank pembayar melalui fasilitas NWE yang diberikan kepada kantor cabang. Namun tetap harus mempertimbangkan resiko yang secara garis besar adalah unpaid bills, delay of payment, double payment, settlement of delay, fraud. Masing- masing resiko tersebut memiliki keterkaitan antara pihak yang satu dan pihak yang lain. Untuk itu mutlak bagi para pihak untuk menguasai aturan main dalam transaksi L/C guna meminimalisir resiko yang mungkin terjadi.

The limitations of nature resources of a country caused the International interaction in order to fills these limitations so as to the International trade happen. The development of the quite fast intemational trade needed the mechanism of safe payment and could protect the related sides inside. Nowdays L/C was gazed at as the payment implement that was safest because really had the belief to protect the sides that were involved in the transaction L/C that is in this case was the exporter, the importer and the bank.
BNI was one of the bank that had permission as the foreign exchange bank and therefore served the facilities opening L/C facilities and L/C payment. Opening and payment L/C facilities for the BNI customer through the process and the procedure that were appointed intemally permanentiy to refer by the company in the national and International provisions. Negotiated Bill Export facilities (NWE) was one of the forms of the authority that was given to the BNI branch office to execute Negotiated Bill Export. This shown us that BNI supported the acceleration of the growth of the country's economics. But however there is a risk for every party in L/C.
As the conclusion that the BNI role in accomodated the exporter interests were as a mediator of the exporter and the importer. For the exporter especially BNI played as a paying bank through Negotiated Bill Export facilities that were given to the branch office. However there is a risk such as unpaid bills, delay of payment, double payment, settlement of delay, fraud. Each of this risk had the connection between. So very important for every party to understand rules of play in the L/C transaction in order to minimises the risk that possibly happened.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25993
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sumanti Disca Ferli
"Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang membahas mengenai praktek perdagangan orang dalam di pasar modal Indonesia. Perdagangan orang dalam adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh orang dalam perusahaan, yang didasarkan pada pelanggaran terhadap asas keterbukaan atau adanya informasi material yang belum dipublikasikan. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal hingga saat ini, belum ada kasus perdagangan orang dalam yang masuk ke dalam proses peradilan dikarenakan adanyaberbagai kendala. Hal ini menimbulkan usaha melegalkan perdagangan orang dalam. Sebagai antisipasi terhadap usaha melegalkan perdagangan orang dalam, diperlukan cara menangani perdagangan orang dalam yang efektif, misalnya dengan menerapkan misappropriation theory.

This is a literature research which focusing in insider trading issue in Indonesian capital market. Insider trading is securities trading which is done by insider, based on a violation to the principle of disclosure or the existence of material non public information. Since Law No. 8 of 1995 on the Capital Market was regulated until now, there is no insider trading case brought to the court because of a lot of obstacles. The obstacles in practice make efforts from some people to legalize insider trading. As the anticipation against efforts to legalize insider trading, effective ways to handle insider trading cases are needed, for example with the implementation of misappropriation theory."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27432
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Handian Putra
"Tindakan go private merupakan aksi korporasi perusahaan terbuka untuk membeli kembali sahamnya dari pemegang saham publik dan merubah statusnya menjadi perseroan tertutup. Sampai saat ini belum ada pengaturan hukum yang khusus mengenai go private di Indonesia, penelitian berfokus kepada masalah apa alasan dan bagaimana prosedur pelaksanaan dan pengaturan hukum serta perlindungan hukum kepada pemegang saham independen, karyawan, dan organ perseroan pada proses go private perseroan terbuka di Indonesia.
Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif. Analisis dilakukan dengan membandingkan pengaturan hukum go private berdasarkan peraturan yang terkait sebelum dan sesudah UUPT No. 40/2007. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan utama go private perseroan terbuka di Indonesia ialah efisiensi biaya perseroan sebagai perseroan terbuka. Prosedur dan pengaturan hukum pelaksanaan go private mengacu kepada UUPT, UUPM, peraturan-peraturan Bapepam dan LK, dan peraturan Bursa Efek mengenai penghapusan pencatatan. Perlindungan hukum pemegang saham independen, mengacu kepada UUPT dan peraturan Bapepam dan LK. Kemudian, perlindungan hukum bagi karyawan perusahaan sasaran yang mengacu kepdda undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Sedangkan perlindungan hukum bagi anggota dewan direksi dan dewan komisaris yang diberhentikan, mengacu kepada UUPT dan anggaran dasar perseroan.

Go private action is a public listed company corporate action to buy back its shares from public shareholders and the company changed its status to be closed. Until now there is no special legal arrangements related to go private in Indonesia, the research focused on the problem of what reason and how the operating procedures and legal arrangements and the legal protection of independent shareholders, employees, and company organs in the process of the go private public listed companies in Indonesia.
This research is a normative legal research. The analysis was done by comparing the regulation go private based on related regulations before and after the Companies Act No. 40/2007. So it can be concluded that the main reason go private public listed companies in Indonesia is the company cost efficiency as a public listed company. Procedures and implementation regulations go private refers to the Company Law, Capital Market Law, the rules of Bapepam and LK, and regulations regarding delisting from the Stock Exchange.
Independent shareholders' legal protection, refer to the Company Law and the rules of Bapepam and LK. Later, legal protection for employees of the target company, which refers to labor laws. While legal protection for members of the board of directors and commissioners, who dismissed, refer to the Company Law and the statue of the company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27864
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   4 5 6 7 8 9 10 11 12 13   >>