Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lidia BR Karo
Abstrak :
Kejahatan perkosaan adalah satu bentuk kejahatan kekerasan yang sangat merugikan korban dan meresahkan masyarakat, apalagi beberapa tahun terakhir ini perkosaan meningkat terus di Indonesia tak terkecuali di Daerah Kotamadya Kupang. Hal seperti itu akan membahayakan perkembangan sosial perempuan, tentu rintangan bagi pembangunan. Oleh sebab itu kejahatan perkosaan harus dicegah. Salah satu upaya pencegahan adalah melalui ketentuan hukum pidana yang memperhatikan kepentingan pelaku, korban, masyarakat, dan negara. Namun hukum pidana yang berlaku sekarang masih kurang memperhatikan kepentingan korban perkosaan, karena itu perlu dibentuk kebijakan kriminal melalui hukum pidana yang bersifat integral. Membentuk kebijakan kriminal yang bersifat integral harus sesuai dengan budaya, hukum yang hidup dalam masyarakat, dan perkembangan hukum Internasional, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif yakni untuk menggambarkan ketentuan perlindungan hukum terhadap korban perkosaan di Indonesia, implementasinya di Kotamadya Kupang dan kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan perlindungan hukum terhadap korban perkosaan di Kotamadya Kupang, serta mencari perspektif kebijakan hukum yang tepat dalam upaya perlindungan hukum korban perkosaan di Indonesia agar niiai keadilan terwujud dalam ketentuan hukum pidana.
Perlindungan hukum terhadap korban perkosaan belum diatur secara layak dan wajar dalam hukum pidana sebagaimana nilai keadilan yang terkandung dalam Pancasila dan UUD' 1945. Pelaksanaan perlindungan hak-hak korban perkosaan sebagaimana ditentukan dalam hukum pidana belum semua diterapkan di Kotamadya Kupang. Faktor belum diterapkannya karena Undang-Undang, aparat penegak hukum, budaya masyarakat dan faktor sarana atau fasilitasnya. Berdasarkan keadaan itu hak-hak korban perkosaan yang harus diatur dan terintegrasi dalam kebijakan kriminal melalui hukum pidana Indonesia adalah hak mendapatkan restitusi dan atau kompensasi, bantuan hukum, psikolog, psikiater, ahli agama atau ahli lain yang mampu mengembalikan kepercayaan korban, mengembalikan nama baik korban, hak memperoleh informasi dan pelayanan yang layak dalam mengikuti perkembangan kasusnya, hak mendapat keamanan dalam melapor dan selama menjadi saksi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyanto Seno Adji
Abstrak :
Perbuatan melawan hukum yang semula diartikan secara formil ("wederwettelijk") telah mengalami pergeseran dan yang dianggap sebagai terobosan baru dalam hukum pidana, karena sifat dari perbuatan itu kini diartikan juga secara materiel yang meliputi setiap perbuatan yang melanggar norma-norma dalam kepatutan masyarakat atau setiap perbuatan yang dianggap tercela oleh masyarakat, sehingga terjadi perubahan arti menjadi "wederrechtelijk", khususnya perbuatan melawan hukum materil dalam hukum pidana ini (wederrechtelijk) mendapat pengaruh yang kuat sekali dari pengertian perbuatan melawan hukum secara Iuas dalam hukum perdata melalui arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 31 Januari 1919.
Undang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 1 ayat 1 huruf (a) maupun Penjelasan Umumnya erat kaitannya antara penerapan ajaran perbuatan. melawan hukum materil dengan arrest Cohen-Lindenbaum. Dalam hukum pidana, ajaran perbuatan melawan hukum materil dibatasi penggunaannya melalui fungsi Negatifnya sebagai alasan peniadaan pidana, dengan maksud untuk menghindari pelanggaran asas legalitas sekaligus dapat menghindari penggunaan analogi dalam hukum pidana.
Permasalahannya adalah bagaimana terhadap perbuatan dengan tipologi kejahatan baru yang dianggap koruptif/tercela yang merugikan Masyarakat/ Negara dalam skala yang sangat besar, tetapi tidak terjangkau peraturan perundang-undangan tertulis? Apakah pelaku dapat berkeliaran secara bebas dengan berlindung dibalik assas Legalitas? Dengan disandarkan dari aspek/pendekatan sejarah pembentukan Undang-Undang, norma kemasyarakatan, yudikatif dan legislatif maka sepatutnyalah untuk mempertimbangkan penerapan fungsi positif dari perbuatan melawan hukum materil, dengan kriteria yang tegas dan ketat serta kasuistis, yaitu apabila perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik dipandang dari segi kepentingan hukum yang lebih tinggi ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi Masyarakat/Negara dibandingkan dengan keuntungan dan perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik itu.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafrida
Abstrak :
Proses Peradilan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Anak, merupakan suatu Proses Peradilan Pidana dengan sifat-sifat khusus, sesuai dengan sifat-sifat khusus yang dimiliki seorang anak, terutama masalah kejiwaannya. Sifat-sifat khusus inilah yang membedakannya dengan proses Peradilan Pidana yang diterapkan untuk pelaku tindak pidana dewasa. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pelaksanaan Proses Peradilan Pidana Anak dengan penerapan sifat-sifat khusus tersebut dan apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penerapannya. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyongsong berlakunya Undang-undang Peradilan Anak.
Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan secara "Yuridis-sosiologis". Penentuan sampel dilakukan dengan dua cara, yaitu untuk sampel dari aparat penegak hukum dilakukan secara ?Purposive Sampling" dan untuk para tersangka, terdakwa dan terpidana ditentukan secara "Random Sampling". Sampel wilayah/lokasi penelitian adalah "Propinsi Lampung khususnya Kota Madya Bandar Lampung". Sebagai alat pengumpul data dipergunakan kuessioner. Analisis data dilakukan secara "Deskriptif-kualitatif", sedangkan analisis kuantitatif digunakan hanya sebagai pendukung analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Proses Peradilan Pidana terhadap pelaku tindak pidana anak belum dapat dilaksanakan dengan memperhatikan sifat-sifat kekhususan tersebut secara semestinya, dikarenakan masih kurangnya peraturan-peraturan di bidang peradilan pidana anak, juga masih kurangnya infrastruktur yang akan menunjang pelaksanaan peraturan tersebut. Selain itu dengan memperhatikan latar belakang sosial ekonomi seorang anak, maka kita harus melihat persoalan ini secara lebih luas. Tidak cukup melihatnya dari sudut "Kebijakan Hukum Pidana" tetapi jugs kita harus melihatnya dalam konteks yang lebih luas yaitu dari sudut "Kebijakan Sosial" yang hendaknya secara lebih luas lagi kebijakan tersebut terintegral dengan "Kebijakan Pembangunan Nasional".

The Process of Criminal Trials for Juvenile Offenders is a process with special characteristics, corresponding to the special characteristics owned by juveniles particularly their psychological problems. These are special characteristics differentiating it from the process of criminal trials for adult criminals. This research is intended to understand the performance in the process of Juvenile Criminal Trials with the application of these special characteristics and what obstacles are encountered in its application. This research is carried out in anticipation of the implementation of the Juvenile Trial Act.
This research is carried out with a "Legal-sociological". The sampling procedure is carried out by two methods, namely for the sample of judicial personnel by "Purposive Sampling" and for the defendants, accused and criminals by "Random Sampling". The sample of the region/location for research is the Lampung Province in especially in Bandar Lampung Municipality. Data collection is conducted by questionnaires. Data analysis is carried out though the "Descriptive-qualitatively Method", where as qualitative analysis is used only to support qualitative analysis.
The result of analysis indicates that the performance of the process of criminal trials for Juvenile offenders can not yet be performed to take properly into account the special the characteristics of the offenders, this is caused by the lact of rules in the field of juvenile criminal trials. Likewise there is still a lack of infrastructure to support the implementation of the existing rules. In addition, to take also into account the socio-economy background of the juveniles, we must look at the criminal law policy aspect. However, we must also try to look at it in a wider contexts, namely from a social policy, integrated to a wider "National Development Policy".
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tandigau, Rannu
Abstrak :
Pengorbanan bangsa Indonesia yang telah diraih untuk mencapai suatu kemerdekaan tidaklah mudah begitu saja, memerlukan rentan waktu yang sangat lama sampai mencapai kemerdekaan. Penegakan hukum yang terjadi selama ini dan sampai saat sekarang belum menunjukkan suatu kerja yang baik, akan tetapi masih jauh dari harapan dan hukum masih tertatih-tatih mengikuti keadaan yang seyogyanya diatur (het recht hink achter de feiten aan) namun sudah mulai nampak sedikit demi sedikit kinerja yang dilakukan oleh pemerintah sekarang ini karena tidaklah mudah untuk memperbaiki keadaan yang sudah sangat buruk, jadi diperlukan penahapan satu demi satu.
Institusi Kejaksaan sebagai lembaga negara di bawah eksekutif yang bertugas melakukan penuntutan mewakili negara, dalam hal ini seyogyanya hanya sebatas koordinasi dengan eksekutif bukan komando oleh eksekutif ini dilakukan agar fungsi penuntutan tetap independen, akuntabel, dan mandiri.
Hak oportunitas (asas oportunitas) yang dimiliki oleh Jaksa Agung berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. Bagian Kedua Khusus Pasal 35 huruf c, Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Kepentingan umum yang menyangkut kepada seluruh rakyat bukan sekelompok golongan saja, dan harus dikoordinasikan juga dengan lembaga-lembaga pemerintah yang terkait terhadap asas
ini.
Lokasi penelitian penulis yaitu di wilayah DKI Jakarta tepatnya di Kejaksaan Agung R.I, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Mahkamah Agung R.I., dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Janis data yang dikumpulkan yakni studi kepustakaan (library study) dan studi lapangan (field study).
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmak Ul Hasnah
Abstrak :
Pengguguran kandungan (abortus) adalah keluarnya, dikeluarkannya embrio, fetus sebelum waktunya. Abortus ada 2 macam yaitu abortus spontaneous dan abortus provocatus. Abortus spontaneous adalah abortus yang teljadi dengan sendirinya tanpa pengaruh dari luar_ Sedangkan abortus provocatus adalah abortus yang tedadi karena adanya pengaruh dri Iuar, dan umumnya berupa usaha-usaha yang dilakukan dengan sengaja baik dengan obat-obatan ataupun dengan pijatan maupun dengan mengunakan alat. Sampai saat ini pengguguran kandungan masih menjadi pertentangan di kalangan medis, agama maupun masyarakat, mengenai boleh tidaknya
pengguguran kandungan dilakukan. Dalam kitab Undang-Undng Hukum Pidana, pengguguran kandungan diatur dalam Pasal 346, 347, 348, dan 349 serta Pasal 299. Selain itu pengguguran kandungan juga diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992. Dalam KUHP, pengaturan pengguguran sangat keras, dimana pengguguran dalam bentuk apapun dianggap sebagai kejahatan. Sedangkan dalam Undang-Undang Kesehatan, walaupun pengguguran kandungan dilarang tapi untuk menyelamatkan jiwa si ibu atau janin, atau dengan indikasi medis dapat diambil tindakan tertentu. Walaupun pengaturan pengguguran kandungan sudah sangat keras namun tidak menyurutkan pelaku-pelaku baik remaja maupun ibu rumah tangga untuk melakukan perbuatan tersebut, seolah-olah tidak perduli dengan aturan yang ada. Pada saat ini aborsi seIa|u dikaitkan dengan hak-hak reproduksi wanita dimana, ada anggapan bahwa seorang wanita berhak atas apa yang akan dilakukan atas tubuhnya, yang kemudian aborsi dianggap sebagai hak asasi padahal janin juga mempunyai hak untuk hidup. Sebetulnya yang dapat dianggap sebagai hak asasi wanita adalah aborsi terhadap kandungan yang berusia 0 sampai 40 hari. Sedangkan aborsi terhadap usia kandungan di atas 40 hari tidak dapat atau bukan merupakan hak asasi wanita, melainkan merupakan hak yang dihrikan oleh Undang-Undang. Penyediaan tempat pelayanan aborsi yang aman disertai dengan konseling yang diberikan oleh para ahli baik ahli agama, psikolog, dokter kandungan maupun ahli hukum untuk menentukan apakah aborsi yang diinginkan akan dilanjutkan atau tidak, saat ini sangat diperlukan, hal ini guna untuk mencegah perbuatan-perbuatan aborsi yang membahayakan Iebih banyak Iagi dan menjamin adanya kepastian hukum.
Universitas Indonesia, 2001
T36158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harahap, Loeky Loekman Hakim
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S21677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Motik Abdulrachman
1984
S21704
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arno Gautama
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dahlan
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>