Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Dzulfiqar Aly S. Alaydrus
"Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan jatuhnya kondisi perekonomian Indonesia baik sektor riil maupun moneter. Salah satu penyebab timbulnya krisis tersebut merupakan konsekuensi dari sistem ekonomi kapitalis yang diusung oleh pemerintah Indonesia. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi Islam sangat menekankan keadilan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan. Salah satu instrumen yang digunakan Islam dalam pendistribusian pendapatan dan kekayaan yang adil adalah zakat. Saat ini potensi zakat di Indonesia cukup besar, nilainya bisa mencapai level triliunan per tahun. Salah satu sumber zakat yang berpotensi besar untuk diberdayakan adalah produk perbankan syariah. Saat ini, Bank Muamalat Indonesia telah melakukan upaya pengelolaan zakat terhadap zakat perusahaan, karyawan dan nasabahnya. Masalah yang timbul adalah bagaimana Bank Muamalat Indonesia berperan dalam pengelolaan zakat tersebut, aspek hukum apa saja yang perlu diperhatikan dan apakah pengelolaan zakat oleh Bank Muamalat Indonesia sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan, dan menggunakan data sekunder berupa studi dokumen dan wawancara. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Melalui penelitian ini diketahui peran Bank Muamalat Indonesia dalam pengelolaan zakat, aspek hukum yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan zakat oleh Bank Muamalat Indonesia dan sinkronasi pelaksanaan pengelolaan zakat oleh Bank Muamalat Indonesia dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian ini menyimpulkan peran Bank Muamalat Indonesia dalam pengelolaan zakat sebagai penyedia fasilitas pengumpulan zakat, pengelolaan zakat oleh Bank Muamalat Indonesia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum Islam, dan pelaksanaan pengelolaan zakat oleh Bank Muamalat Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tetapi terhadap ketentuan hukum Islam masih terdapat beberapa pertentangan. Penelitian ini menyarankan Bank Muamalat Indonesia untuk lebih mengoptimalkan potensi zakat, membuat kerjasama dengan lembaga amil zakat secara tertulis dan pemerintah untuk membuat peraturan khusus berkaitan peran bank syariah dalam pengelolaan zakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S24633
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Koni Koniah
"Dalam pengertian istilah, diantara para ulama terdapat perbedaan redaksi dalam memberikan rumusan. Wakaf adalah penahanan pemindahan harta suatu hak milik oleh pihak yang berwakaf dan menyedekahkan segala manfaat dan hasil yang bisa diambil dari harta tersebut untuk kebajikan dalam rangka mencapai keridhaan Allah SWT. Wakaf merupakan salah satu lembaga hukum Islam yang dianjurkan dalam agama Islam untuk dipergunakan dan dimanfaatkan di jalan yang diridhai oleh Allah SWT sebagai salah satu cara mendekat kan diri kepada Allah SWT sebab wakaf merupakan sarana penyaluran rezeki yang diberikan oleh Al lah SWT guna pengembangan kehidupan keagamaan Islam dalam rangka mencapai kesejahteraan spritual dan material menuju masyarakat adil dan malanur berdasarkan Pancasila . Pengurusan tanah wakaf merupakan tanggung jawab semua umat Islam, karena tanah wakaf merupakan suatu amanat agar dapat dipergunakan sesuai kegunaan dan tujuannya. Berdasarkan Hadits Umar, pada dasarnya setelah terjadi wakaf sejak itu barang yang diwakafkan tidak boleh dijual, diperjualbelikan, dihibahkan atau diwariskan. Namun dalam kehidupan di masyarakat, keluarga wakif atau ahli waris pengurus (nazir) tanpa alasan yang meyakinkan dapat memperjualbelikan benda wakaf, biasanya terhadap tanah wakaf yang tidak mempunyai alat bukti yang kuat (sertifikat) dan terhadap tanah wakaf yang status dan peruntukannya tidak jelas lagi. Jika barang itu rusak, tidak dapat diambil lagi manfaatnya sesuai dengan tujuan wakaf, dengan pertimbangan al-mashlahat al-mursalah, diperlukan ketentuan yang tegas. Pendapat ulama yang membolehkan dan yang tidak membolehkan jual beli benda wakaf serta ketentuan hukumnya berdasarkan Peraturan pernerintah No. 28 tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam kenyataannya di masyarakat jual beli benda wakaf masih merupakan masalah, dimana ketentuan hukum Islam diperlukan untuk mengatasinya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Khorip
"Indonesia sampai saat ini masih dilanda krisis multi dimensi di antaranya krisis ekonomi, politik, hukum, keamanan, moral, dan lain-lain. Dalam kondisi demikian umat Islam mempunyai tanggung jawab besar dalam menata kembali kehidupan bangsa. Segala upaya perbaikan harus terus dilakukan, selama hal tersebut merujuk pada kebenaran hakiki, kebenaran Ilahi islam sebagai agama yang menyeluruh, mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi. Salah satu nilai instrumental ekonomi Islam adalah zakat. Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu. Perkataan zakat disebut dalam al-Qur'an sebanyak 82 kali dan selalu dirangkaikan dengan alat yang merupakan rukun Islam yang kedua ini menunjukkkan betapa pentingnya zakat sebagai sarana komunikasi dengan Tuhan sekaligus mempunyai dampak sosial kemanusiaan. Indonesia sebagai negara yang berpenduduk kurang lebih 204 juta, 87, 2% di antaranya peragama Islam, memiliki potensi zakat yang sangat besar. Apabila, potensi ini benar-benar dikembangkan dan dikelola secara optimal, maka, akan memberikan andil yang cukup besar dalam mengentaskan kemiskinan. Pemberlakuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat di Indonesia. Namun demikian, berdasarkan pengamatan penulis, Undang-Undang tersebut sampai saat ini belum di laksanakan secara penuh, sehingga belum cukup mampu mencapai tujuan pengelolaan zakat yang diinginkan. Di antara lembaga-lembaga amil zakat yang telah ada, salah satunya adalah Dompet Dhuafa Republika. Sampai saat ini Dompet Dhufa Republika termasuk Lembaga Amil Zakat terbesar di Indonesia yang tampak dalam jumlah dana zakat yang telah diterima pada tahun 2000 sebesar Rp. 6,7 milyar (enam milyar tujuh ratus juta rupiah) pada tahun 2000. Dalam skripsi ini, penulis mengkaji pengelolaan zakat sebelum dan sesudah diberlakukannya, undang-Undang Nomor 38 Tahuh 1999 serta efektifitas pengelolaan zakat oleh Lembaga Amil Zakat di Indonesia pada umumnya dan Dompet Dhuafa Republika pada khususnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhani Patrianingrum
"Pengelolaan zakat di Indonesia telah memiliki dasar hukum yang kuat melalui pembentukan Undang-undang No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Berlakunya undangundang tersebut menunjukkan peran pemerintah dalam merealisasikan penyempurnaan dan peningkatan pengelolaan zakat di Indonesia. Sebagai seorang muslim dan seorang warga negara, maka wajib membayar zakat dan pajak. Agar seseorang tidak terkena beban ganda maka diperlukan ketentuan yang mengatur masalah pembayaran zakat dan pajak. Skripsi ini mencoba menganalisa mengenai pengelolaan zakat dan pajak di Indonesia menurut UU No.38 tahun 1999; bagaimana peran pemerintah dalam pengelolaan zakat, bagaimana pendayagunaan zakat sebagai sumber pendapatan negara, serta bagaimana konsep zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier berupa buku, majalah, surat kabar, disertasi atau tesis, ensiklopedi, serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memberikan gambaran tentang suatu gejala atau permasalahan yang terjadi berkaitan dengan zakat dan pajak di Indonesia. Dari penelitian yang telah dilakukan, akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa peran pemerintah dalam pengelolaan zakat diwujudkan dengan pembentukan undang-undang pengelolaan zakat yang memberikan kepastian hukum pengelolaan zakat di Indonesia, dan didalamnya mengatur mengenai pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Dengan pengelolaan zakat yang baik melalui lembaga pengelola zakat, maka zakat dapat menjadi sumber potensial dalam penerimaan negara, dengan pendayagunaannya sesuai ketentuan al-Quran. Sehubungan dengan pajak, maka zakat dapat menjadi faktor pengurang penghasilan kena pajak yang akan berpengaruh terhadap besarnya pembayaran pajak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susie Evidia Yuvidiantie
"ABSTRAK
Disahkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan
diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Wakaf membuka peluang bagi notaris untuk membuat akta ikrar wakaf meliputi wakaf
benda tidak bergerak, benda bergerak dan wakaf uang. Penelitian ini bersifat
eksplanatoris, yaitu untuk mengetahui peranan baru notaris sebagai Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf, akta ikrar wakaf sebagai akta otentik yang memenuhi ketentuan
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta persiapan notaris menjadi
Pejabat Pembuatan Akta Ikrar Wakaf. Penulis menggunakan studi kepustakaan dengan
mengkaji berbagai data yuridis dan melakukan wawancara dengan nara sumber yang
kompeten dan memahami materi mengenai wakaf benda bergerak, wakaf uang, serta
akta perwakafan. Hasil wawancara tersebut bahwa peranan notaris sangat dibutuhkan
dalam pembuatan akta ikrar wakaf, terutama untuk wakaf yang bernilai tinggi dengan
jangka waktu tertentu. Akta ikrar wakaf merupakan akta otentik yang memiliki
kekuatan hukum yang kuat. Oleh karena itu, akta ikrar wakaf harus memenuhi
ketentuan yang diatur pada Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di
dalam akta ikrar wakaf harus memuat kehendak pemberi wakaf, sehingga ada jaminan
perlindungan hukum bagi pemberi wakaf dan benda yang diwakafkan apabila jangka
waktunya sudah terakhir. Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf harus
memenuhi persyaratan khusus, yaitu beragaman Islam, telah mengikuti pelatihan
perwakafan dan keuangan syariah serta dinyatakan lulus oleh tim berwenang yang
dibentuk pemerintah. Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf diangkat oleh
pemerintah di wilayah keijanya sesuai dengan surat keputusan pengangkatan sebagai
notaris.

ABSTRACT
The legalization of Law No. 41 of 2004 on Donation (Wakaf) and the
enforcement of Regulation of Government No. 42 o f 2006 regarding the
Implementation o f Wakaf have opened opportunity to notary public in drawing up
deed of commitment on wakaf. The role of notary public includes immovable
object of wakaf, movable object and wakaf of money. This research is
explanatory, namely to find out how the new role o f notary public as Official
Drawing Up Commitment on Wakaf. The writer employs literature by studying
various juridical data to determine the role of notary public in drawing up
commitment on movable object wakaf, wakaf of money. The writer also
conducted interviews with source persons being competent and understanding
materials on movable object wakaf, wakaf of money, and deed o f wakaf. Results
of the interview show that the role of notary public is much required in drawing
up deed o f commitment on wakaf, especially on movable object donation (wakaf),
including wakaf o f money at high amount and donated for certain time period.
Deed of commitment on wakaf is authentic deed having strong law force. Thus,
deed of commitment on donation must fulfill provision in Article 1868 o f Civil
Code. In the deed of commitment on wakaf, there should contain the will of
donor, that there is security assurance for the donor and object to donate if the
period has been ended. Notary public eligible to be Official Drawing Up Deed of
Commitment on Wakaf shall meet special requirements, namely, Muslim, has
followed training on wakaf and Sharia banking and declared to have passed by
authoritative team established by the government. Notary public as Official
Drawing Up Deed of Commitment on Wakaf shall be appointed by government in
which the scope of area according to the decision on appointment as notary
public."
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2008
T37013
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Ade Harly Arief
"Pada saat ini, Indonesia belum sepenuhnya bebas dari kemiskinan. Untuk mengatasi kemiskinan tersebut, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan namun hasilnya masih tetap memprihatinkan. Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, pemerintah mengharapkan wakaf dapat menjadi sebagai salah satu alternatif dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Wakaf yang dikenal oleh masyarakat selama ini hanyalah benda tidak bergerak. Padahal selain benda tidak bergerak, terdapat benda bergerak seperti uang dapat juga diwakafkan. Apabila wakaf uang dikelola secara profesional, diharapkan wakaf tersebut dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi kemiskinan. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan bahwa wakaf uang dapat dilakukan melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama. Sementara itu, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UUPS) menyebutkan bahwa perbankan syariah dapat berperan sebagai lembaga keuangan syariah untuk menghimpun dana dari masyarakat termasuk dana wakaf uang. Dengan hadirnya Undang-undang tentang Wakaf dan UUPS diharapkan wakaf dapat dikelola secara optimal dan hasilnya dapat dipergunakan untuk menanggulangi kemiskinan. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wakaf uang menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, prosedur dan tata cara pengelolaan wakaf uang, dan peranan perbankan syariah dalam pengelolaan wakaf uang. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian dengan metode yuridis normatif yang berbasis pada analisis terhadap norma hukum dengan pendekatan deskritif analisis. Norma hukum yang dianalisis merupakan norma hukum yang berasal dari perundang-undangan yang terkait dengan wakaf dan perbankan syariah. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut hukum Islam dan Undang-undang tentang Wakaf, wakaf uang dibolehkan di Indonesia. Adapun peraturan tentang prosedur dan tata cara pengelolaan wakaf uang di Indonesia terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Wakaf dan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Wakaf Uang
At this moment, Indonesia has not yet become completely free of poverty. To overcome such poverty, the government has issued some policies nevertheless the result is still more concerned. As a country with Moslem majority, the government expects that the waqf could be one alternative to overcome poverty in Indonesia. Waqf has been known by public for the immovable assets only. Except for the immovable asset, there is also cash as movable assets, such as money, it could be donated. If the cash waqf is managed professionally, it is hoped such waqf to be able to overcome the poverty. Law Number 41 of 2004 on Waqf states that the cash waqf can be carried out through Syariah Financial Institute - Cash Waqf Recipient or Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU), which has been appointed by the Minister of Religious Affairs. Meanwhile, Law Number 21 of 2008 on Syariah Banking (Syariah Banking Law) states that a syariah banking can play a role as a syariah financial institute to collect the funds from the public including the cash waqf fund. By promulgation of the Waqf Law and the Syariah Banking Law, it is expected that the waqf could be managed optimal and its result could be used towards eradicating poverty. Referring to such condition, this research is to know about the cash waqf based on the Islamic Law and the prevailing laws and regulations, procedures of cash waqf management, and also the role of syariah banking in management of the cash waqf. To respond to all queries above, the writer has conducted the research through methods of normative judicial based on an analytical process on the prevailing laws and regulations through analytical descriptive approach. The law has been analyzed referring to the prevailing waqf and syariah banking laws and regulations. Based on the research above, it can be concluded that under Islamic law and the Waqf Law, the cash waqf is allowed in Indonesia. As regards stipulation on procedure of cash waqf management in Indonesia it is regulated under Government Regulation Number 42 of 2006 on Implementation of the Waqf Law and Minister of Religion Affairs Regulation Number 4 of 2009 on Administration of Cash Waqf."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Herawaty
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S23763
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octa Fredi
"Isu lingkungan khususnya deforestasi telah menjadi perhatian dunia termasuk Indonesia yang kemudian merespon dengan keluarnya kebijakan moratorium hutan dan gambut di tahun 2011. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra terkait trade off antara lingkungan dan ekonomi khususnya pada studi kasus sektor kelapa sawit. Penyelamatan lingkungan melalui kebijakan moratorium harus dihadapkan dengan potensi dampak melambatnya kontribusi ekonomi dari kelapa sawit sebagai komditas andalan baik di level regional dan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan moratorium terhadap daerah sentra kelapa sawit, Riau. Analisis penelitian menggunakan metode sistem dinamik selama periode aktual 2008-2016 dan dilanjutkan dalam proyeksi hingga 2026 dengan membandingkan skenario kondisi moratorium, tanpa moratorium dan moratorium berjangka. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan moratorium memberikan dampak positif terhadap perlambatan penurunan luas hutan namun di satu sisi juga memberikan dampak negatif terhadap perlambatan kontribusi ekonomi yang ditandai dengan perlambatan laju ekspansi lahan kelapa sawit, produksi kelapa sawit dan volume ekspor kelapa sawit yang kemudian berujung pada kontirbusi nilai ekspor kelapa sawit baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Environmental issues, especially deforestation, have become the world's attention, including Indonesia, which then responded with the release of forest and peat moratorium policies in 2011. This policy raises the pros and cons of trade-offs between the environment and the economy especially on the case study of the palm oil sector. Saving the environment through moratorium policies should be faced with the potential impact of slowing economic contributions from oil palm as a reliable commodity both at regional and national levels. This study aims to analyze the impact of moratorium policy on the area of ​​oil palm center, Riau. The research analysis used dynamic system method during the actual period of 2008-2016 and continued in projection up to 2026 by comparing scenario of moratorium condition, without moratorium and futures moratorium. The results of the research indicate that the moratorium policy has a positive impact on the decline in forest area but on the one hand it also negatively impacts the slowdown of economic contribution which is marked by the slowing of the expansion rate of oil palm, palm oil production and export volume of palm oil which then lead to the contribution of value export of palm oil both in short and long term."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrori S. Karni
"Pilihan otoritas regulasi untuk mempercayakan otoritas kepatuhan syariah (syariah compliance) perbankan syariah kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), lembaga non-negara berbadan hukum privat, secara teoritik menyimpan problem. Malaysia, Pakistan, dan Sudan membangun otoritas syariah compliance dengan memperkuat lembaga independen berbadan hukum publik, berupa organ dalam bank sentral atau komisi mandiri yang diangkat kepala negara. Dua model otoritas kepatuhan usulan DPR saat pembahasan RUU Perbankan Syariah juga memilih format dewan atau komisi yang menjadi organ bank sentral atau otoritas jasa keuangan. Pilihan demikian karena keputusan otoritas ini akan mengikat publik, maka sewajarnya dipegang badan hukum publik. Dinamika pembahasan RUU akhirnya memilih model MUI. Pertimbangannya, independensinya dipercaya lebih terjaga. Selain itu, selama ini secara de facto MUI sudah menjalankan peran itu. Model otoritas kepatuhan demikian membuat fatwa MUI yang secara konseptual tidak mengikat menjadi semi-mengikat publik Kedudukan MUI sebagai badan hukum privat menjadi mirip badan hukum publik yang berwenang membuat ketetapan mengikat publik. Sisi lain, kelayakan fatwa ormas non-MUI sebagai rujukan regulasi, terkesan diabaikan, karena sudah ada fatwa rujukan resmi. Kajian bercorak penelitian hukum normatif ini bertujuan menguji ketepatan secara teoritik penunjukan MUI itu. Bagaimana jadinya konsepsi fatwa yang makna generiknya dalam literature hukum Islam tidak mengikat publik. Bagaimana pula kedudukan fatwa ormas Islam di luar MUI yang kredibilitasnya juga tidak bisa disepelekan. Penelitian dilakukan dengan tiga pendekatan. Pendekatan peraturan untuk menggali formula regulasi. Pendekatan konsep untuk analisis konseptual. Pendekatan perbandingan untuk komparasi praktek regulasi beberapa negara. Diperoleh konklusi, model otoritas berbasis MUI ini masih relevan dilanjutkan, sejauh sebagai model transisi. Model otoritas ini masih menempatkan fatwa dalam watak privatnya, karena masih diperlukan tahap transformasi fatwa menjadi regulasi mengikat. Banyaknya pihak berkompetensi fatwa di luar MUI dicoba diakomodasi lewat mekanisme internal MUI. Bila saat ini MUI dinilai paling siap memegang otoritas kepatuhan syariah, perlu dilengkapi perangkat regulasi yang menjadi standar legal dan ilmiah untuk menjamin bahwa fatwa MUI, baik proses maupun hasilnya, paling memenuhi kualifikasi diserap dalam regulasi. Namun, problem legal-konseptual yang diidap model ini harus terus diselesaikan secara gradual. Ke depan, perlu dijajaki peluang pembentukan otoritas kepatuhan syariah independen, sesuai argumen pokok dipilihnya MUI, namun berbadan hukum publik, seperti di Malaysia, Pakistan, dan Sudan, karena otoritasnya akan mengikat publik.

Choice of the regulatory authorities to entrust the authority of sharia compliance of Islamic banking to the Indonesian Ulama Council (MUI), a non-state entitiy, a private law entity, has the problems theoretically. Malaysia, Pakistan, and Sudan built the authority of shariah compliance by strengthening independent institution incorporated under public law entity, such as organs in the central bank or an independent commission that was appointed by head of the state. Two models of sharia compliance authority which were proposed by House of Representative, when discussing the draft of Shariah Banking Act, also chose the format of public legal entity, such like an organ of central bank or a part of the financial services authority. These options base on reason that the decisions of sharia compliance authority will be binding on public, then it was appropriate held by a public legal entity. But the dynamics of the parliamentary debate on the bill ultimately chose the type of e private legal entity, namely MUI. The main consideration is its independence more credible. In addition, empirically MUI has been engaged in that role. The passed model of sharia compliance authority make MUI's fatwa that is conceptually not public binding to be the semi-public binding. The position of MUI as a private legal entity transform to be a pseudo-public legal entity that was authorized to make rulings which was binding on the public. Other hand, the feasibility of non-MUI's fatwa (edicts) as a referral of regulations, was look ignored, because there has been an official fatwa as regulation's reference. The normative legal research was aimed to test theoretically the accuracy of MUI's appointment as a shariah compliance authority holder. How is then the application of the concept of fatwa that its generic meaning in Islamic law literature was not binding on the public? How is the position of fatwa of Islamic organizations outside MUI that their credibility also can not be underestimated? Research was carried out by three approaches. Regulatory approach was used to explore the regulatory formula. Conceptual approach was used to make conceptual analysis. Comparative approach wa used to compare the regulation of some countries. Retrieved conclusion that the model of MUI based authority is still relevant to be continued, as far as the transition model. The model of authority is still placing fatwa in it's generic concept as a non-binding ruling, because it still need stage to transform fatwa to be regulation. The large number of competent mufti outside MUI try to be accommodated through MUI internal mechanisms. If currently MUI is still considered as the most ready entity to hold the authority of sharia compliance, It is need to be equipped by the regulations that will be a legal and scientific standard to ensure that MUI's fatwa, both process and outcome, were the most qualified one to be absorbed to the regulation. However, the legal-conceptual problems within this model should continue to be solved gradually. For the next time, it is necessary to explore the feasibility of the establishment of an independent sharia compliance authority. Independence is the principal arguments of MUI appointment as sharia compliance authority holder. Beside independent, the next compliance authority should be a public legal entity, such as in Malaysia, Pakistan, and Sudan, because it's authority will be binding on the public."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27497
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Raharjo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T28509
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>