Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 263 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmad Achirulloh
"Evaluasi terhadap kinerja pemasok merupakan bagian dari fimgsi strategis bagian procurement dalam meningkatkan kemampuan operasional perusahaan secara keseluruhan. Metode evaluasi pemasok yang konvensional memiliki keterbatasan untuk dapat mengevaluasi pemasok secara komprehensif. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka penelitian ini berusaha untuk mengusulkan evaluasi kinerja pemasok menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang merupakan teknik analisis produktivitas multifaktor. DEA dipilih sebagai metode evaluasi karena mampu mempertimbangkan variabel-variabel input dan output untuk mengetahui efisiensi kinerja dari pemasok, dan juga tidak memerlukan penentuan bobot untuk setiap variabel. Selain itu DEA mampu mengidentifikasi benchmark bagi pemasok yang inefisien. Model DEA yang diusulkan menggunakan variabel-variabel input dan output yang sama dengan kriteria penilaian yang digunakan perusahaan agar hasilnya dapat dibandingkan secara relevan. Model DEA yang diusulkan terdiri dari kriteria input sebagai variabel input sedangkan variabel output terdiri dari kriteria kualitas, kemampuan pengiriman dan services. Agar lebih selaras dengan kebijakan manajemen PT. BMC sebagai obyek penelitian, maka efisiensi yang dihasilkan dari DEA dikombinasikan dengan hasil evaluasi PT. BMC yang menggunakan metode pembobotan nilai sehingga diperoleh suatu cluster pemasok. Berdasarkan cluster tersebut, pemasok diklasifikasikan kedalam 4 kategori yaitu high performers dan efisien (HE), high performers dan inefisien (HI), low performers dan efisien (LE) serta low performers dan inefisien (LI). Pemasok dalam cluster HE dapat dijadikan benchmark bagi pemasok yang berada dalam cluster HI, LE dan LI. Hasil dari evaluasi pemasok menggunakan metode DEA ini dapat berguna bagi pihak manajemen dalam rangka optimalisasi kinerja pemasok, pelaksanaan program pengembangan pemasok dan program benchmarking untuk pemasok, yang pada akhirnya semua itu dapat meningkatkan kinerja PT. BMC.

Evaluation of supplier performance is an integral part of strategic function of a procurement department which is aimed to enhance the firm's performance. Conventional evaluation methods have limitations in its application in order to evaluate supplier comprehensively. To address this issue, this research proposes a methodology for effective supplier performance evaluation based on Data Envelopment Analysis (DEA), a multi-factor productivity analysis technique. DEA is able to consider multiple input and output measures which represents supplier's efficiency, and also doesn't need a priori judgment on criteria weights. Besides that, it can identify benchmark for the inefficient supplier. To get a relevant comparison, the DEA model proposed in this research uses the company's evaluation criteria as an input and output variables. The DEA model consists of price as an input variable while the output variables consist of quality, delivery performance and services. In order to accommodate management policy, the efficiency derived from the DEA model are combined with performance score generated by managerial evaluation using weighted point method so the results would form a supplier clusters. Based on this cluster, suppliers are categorized into four clusters, which are high performers and efficient (HE), high performers and inefficient (HI), low performers and efficient (LE) and also low performers and inefficient (LI). Suppliers in HE cluster could provide useful benchmark for improving the performance of suppliers in the HI, LE and LI clusters. Finally, the results from this evaluation are useful for the management to improve the performance of their supplier network, to implement supplier development program and benchmarking program for supplier, which in the end could enhance firm's performance."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Aprilia
"Beberapa penelitian menunjukkan hubungan positif antara kepuasan pegawai dan kepuasan pelanggan. Peningkatan pada kepuasan pegawai meningkatkan peluang meningkatnya kepuasan pelanggan. Vilares dan Cohelo (2000) menemukan bahwa perceived employee satisfaction, perceived employee loyalty, and perceived employee commitment mempengaruhi perceived service quality. Keterkaitan antara berbagai variabel yang mempengaruhi kepuasan pelanggan menyebabkan analisis mengenai kepuasan pelanggan tidak dapat dipisahkan dengan analisis mengenai kepuasan pegawai sebagai pihak yang memberikan pelayanan kepada pelanggan dan ikut berkontribusi terhadap perubahan kepuasan pelanggan.
Untuk itu pada karya tulis ini akan dibahas mengenai analisis kepuasan pelanggan, analisis kepuasan pegawai serta hubungan antara kepuasan pegawai dan kepuasan pelanggan. Dealer otomotif sebagai salah satu unit usaha penyedia layanan perbaikan kendaraan menghadapi persaingan bisnis yang semakin hari semakin ketat dikarenakan kenaikan harga minyak yang memicu kenaikan harga spare part kendaraan, menyebabkan semakin menurunnya daya beli konsumen terhadap produk otomotif. Untuk itu, masing-masing dealer semakin mengedepankan pelayanan kepada kostumernya, dan kepuasan pelanggan menjadi isu yang semakin sering didengungkan sebagai kunci keberhasilan usaha dan competitive advantage.
Pada penelitian mengenai analisis mengenai kepuasan pelanggan, kepuasan pegawai dan keterkaitan diantara kedua variabel tersebut akan diambil dua sampel dealer otomotif, yaitu dealer otomotif Mitsubishi Tebet dan dealer otomotif Honda Fatmawati. Kedua dealer ini dipilih dikarenakan kedua dealer ini merupakan dealer percontohan yang mewakili masing-masing merek otomotif Jepang yang ada di Jakarta, maka diasumsikan menjadi standar kualitas terbaik dalam pelayanan kepada kostumer pada dealer-dealer otomotif Jepang yang ada di Indonesia sehingga analisa mengenai kepuasan pelanggannya akan menjadi topik yang menarik untuk dikemukakan.

Few research shows positive relationship between employee satisfaction and customer satisfaction. An increase in employee satisfaction would increase the probability of customer satisfaction. Vilares and Cohelo (2000) finds that perceived employee satisfaction, perceived employee loyalty and perceived employee commitment affects service quality. The relationship between variables contributing to customer satisfaction makes customer satisfaction analysis could not be separated with the analysis of employee satisfaction, since employee is the person who gives service to customers.
Therefore, in this research costumer satisfaction, employee satisfaction and their relation would be discussed. Automotive dealer as one of the business units providing after sales service for vehicles has to compete in very tight business competition as the result of the increase in world oil price that drives the spare part price become expensive. Therefore, service quality for customers become the key factor for business success and also the competitive advantage for automotive dealers.
In this research of customer satisfaction, employee satisfaction and their relationship, two samples of automotive dealers are taken. These dealers are located at South Jakarta, Mitsubishi Tebet and Honda Fatmawati. These dealers are chosen since they are the dealers with the best quality in their own brands. It is assumed that they would be the best standard for service quality amongst automotive dealers of Japan brands. Therefore, the analysis of customer satisfaction would be an interesting topic to be discussed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S50014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Zuhriah
"Bagi banyak orang saat ini restoran bukan hanya sekedar tempat makan di luar rumah. Mayoritas tamu mengharapkan bisa mendapat pengalaman makan yang luar biasa di restoran. Penyajian makanan berkualitas tinggi dan layanan unggul di restoran sama pentingnya bagi pengusaha restoran maupun tamu. Pertumbuhan kompetisi dan kebutuhan untuk fokus pada pelanggan memaksa keadaan untuk menyediakan keunggulan layanan dan kualitas untuk mempertahankan serta memperbanyak pelanggan. Kualitas layanan menjadi satu bagian utama dari praktik bisnis, sehingga penting untuk dapat mengukur keefektifannya. Para pengusaha restoran memikirkan harapan pelanggannya, jalan keluar untuk mengetahuinya adalah menanyakan langsung pada pelanggan. Penelitian ini membahas mengenai harapan dan persepsi pelanggan terhadap layanan dan bagaimana dimensi-dimensi SERVQUAL bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan.

To many people now day, a restaurant not only a place where one may dine away from home, much more than that. Many of its guest expect an extraordinary meal experience at restaurant. To deliver high quality food and outstanding service in restaurant is important for both restaurateur and guest. Growing competition in the hospitality sector and the need to remain customer focused impose the need to provide excellence in service and quality to retain and propagate customers. As service quality is becoming a major part of business practice its important to be able to measure and research it effectiveness. Restaurateurs are worrying about customer expectation, one way to find out is to ask customer. The research considers the gap between expected services and perceived services and how these dimensions of SERVQUAL maybe utilized to improve service quality and customer satisfaction."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S50372
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Widyastuti
"Reverse e-auction adalah metode pengadaan yang saat ini popular digunakan, karena menghasilkan penghematan biaya, efisiensi proses, dan transparansi. Dalam reverse e-auction, pembeli selaku penyelenggara lelang mengadakan event untuk mengkompetisikan penjual selaku penawar, dalam sebuah lelang berbasis internet yang hanya memiliki harga sebagai atribut yang dapat dinegosiasikan. Walaupun memberikan banyak keuntungan, reverse e-auction dapat menimbulkan kerugian apabila digunakan dalam kondisi yang tidak tepat, karena keterbatasan kemampuannya untuk mempertimbangkan lebih dari satu atribut.
Studi kasus di TELKOM mengungkapkan kekurangan reverse e-auction dalam pengadaan beberapa produk. Untuk itulah, dibutuhkan multiattribute auction sebagai pengembangan dari reverse e-auction, yang memungkinkan penggunaan multi atribut untuk dinegosiasikan. Untuk memberikan usulan bagi TELKOM, diambillah beberapa langkah. Pertama, sistem reverse e-auction TELKOM yang ada harus dipelajari. Kedua, untuk mengetahui atribut yang tepat beserta dengan bobotnya, maka digunakanlah Analytic Network process (ANP). ANP juga bermanfaat untuk menunjukkan hubungan ketergantungan antar elemen.
Berdasarkan hasil ANP, harga merupakan atribut independen, sehingga tidak memiliki bobot. Atribut lainnya yang memiliki bobot terbesar hingga terkecil adalah delivery, kualitas produk, dan kualitas manajemen. Kemudian langkah terakhir adalah membuat usulan bagi TELKOM untuk menggunakan multiattribute auction sebagai metode pengadaan, berdasarkan hasil ANP dan studi literatur. Multiattribute auction yang disarankan adalah yang menggunakan aturan lelang Inggris dengan tiga atribut: harga, delivery, dan kualitas produk. Karena memiliki bobot yang tidak signifikan, maka kualitas manajemen tidak diusulkan untuk dijadikan sebagai atribut, tetapi hanya sebagai pertimbangan awal bagi pembeli. Usulan juga meliputi pengungkapan informasi dan tampilan bagi pengguna.

Reverse e-auction is a popular pr_Curement method that recently used, because it produces cost saving, process efficiency, and transparency. In reverse e-auction, buyer as the auctioneer conduct an event to compete sellers as the bidders in a web based auction with price as the only negotiable attribute. Although providing many advantages, reverse e-auction can create loss if not used in proper condition, because of its limited power for considering more than one attribute.
Case study in TELKOM reveals disadvantages of reverse e-auction for some products procured. Therefore, multiattribute auction as the extension of reverse e-auction, which enables multiattribute negotiable dimension, is needed. To provide recommendation for TELKOM, some steps are taken. First, existing system of TELKOM's reverse e-auction should be considered. Second, to know the proper attributes and their weights, Analytic Network process (ANP) is used. ANP is also useful to show interdependencies between elements.
According to the ANP result, price is an independence attribute, so that it does not have any weights. Other attributes that have the biggest until the smallest weights are delivery, product quality, and management quality. Then the last step is to make recommendation for TELKOM for using multiattribute auction as procurement method, based on ANP result and literature research. Multiattribute auction proposed is English auction ruled with three attributes: price, delivery, and product quality. For having an insignificant weight, management quality is not proposed to be an attribute, but only as early consideration for buyer. Recommendation also consist of information revelation and user interface."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50373
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviyana
"Perkembangan teknologi dan pertambahan jumlah kompetitor akan membuat pelanggan memiliki banyak variasi pilihan produk dan layanan. Hal ini membuat kebutuhan pelanggan terhadap suatu layanan menjadi dinamis atau cenderung berubah-ubah seiring dengan berjalannya waktu. Keadaan yang dinamis ini akan mempersulit perusahaan dalam melakukan pengembangan layanan karena ketidakpastian terhadap apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen dapat membuat perusahaan melakukan kesalahan dalam mengembangkan layanannya di masa yang akan datang. Agar perusahaan dapat mengembangkan layanan yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan di masa yang akan datang, maka perusahaan perlu mengambil tindakan yang lebih proaktif dalam mengembangkan layanannya.
Adapun metode yang dapat digunakan untuk menterjemahkan kebutuhan pelanggan menjadi aktivitas yang harus dilakukan perusahaan (disebut juga service elements) dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang dinamis adalah Dynamic Quality Function Deployment (DQFD). DQFD pada umunya merupakan kombinasi antara QFD dengan model matematis untuk melakukan perhitungannya.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan model matematis Grey Model dalam perhitungan untuk memprioritaskan service element yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan pengembangan layanan. Penelitian ini dilakukan pada pelanggan layanan FWA (Fixed Wireless Access) Flexi yang berdomisili di daerah Jabodetabek.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa layanan yang harus dikembangkan TELKOM adalah layanan yang berhubungan dengan strategi pemasaran. Adapun respon yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan menitikberatkan kegiatan pemasaran pada tiga bagian, yaitu pemasaran eksternal yang berhubungan dengan bauran pemasaran untuk masyarakat, pemasaran internal yang berhubungan dengan motivasi karyawan, dan pemasaran interaktif yang berhubungan dengan hubungan antara perusahaan dengan pelanggan.

Competition in telecommunication industry emerge every company involved to create best products and services for the customers. Therefore, the development of technology and the increasing numbers of competitors will provide more choices of products and services for the customers. This condition can lead to dynamic customer requirements, which means the customer requirements tend to change over time. The dynamic conditions will bring difficulty for companies in creating and developing products or services because of the inconsistency of what are the customers really need. As a result, lay big possibilities in making mistakes if they cannot identify the real customer requirements. In order to develop appropriate services and fulfill the future voices of customers, the company needs to take more proactive approach in developing the services.
One of the methods that can be used to translate the customer requirements into technical responses or actionable operations by companies is Dynamic Quality Function Deployment (DQFD). In general, DQFD is a combination between QFD and mathematical models to do the calculation.
In this research, author apply mathematical model of Grey Model for calculate and prioritize the service element that be required to be done by the company in developing the services. The scope of the research is TELKOM Flexi's Fixed Wireless Access (FWA) services and as target respondents are the customers of TELKOM Flexi that domiciled in Jabodetabek area.
Result of the research shows service that has to be developing by TELKOM is service that related with update marketing strategy. The marketing activities can be divided into three main parts; first, External Marketing which interrelated with marketing mix for customers. Second, Internal Marketing that correlated with selfmotivation of employees, and third, Interactive Marketing that interconnected with relationship between company and customers."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50273
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Wahyudi
"Pemeliharaan adalah kegiatan untuk mempertahankan kondisi suatu aset seperti kondisi ketika aset tersebut diciptakan. Selama ini pemeliharaan selalu menjadi warga kelas dua dalam industri. Bagaimana jika pemeliharaan ini menjadi salah satu proses inti dalam suatu jenis industri? Salah satu jenis industri ini adalah industri penyewaan infrastruktur BTS. PT. X adalah perusahaan yang bergerak dalam industri jenis ini. Untuk dapat bertahan dalam persaingan yang sangat ketat, maka PT. X mau tak mau harus terus menerus memperbaiki layanan pemeliharan yang ditawarkan kepada konsumen. Salah satunya dengan melakukan perbaikan proses bisnis. Perbaikan proses bisnis menjadi bahasan dalam penelitian ini. Penelitian bertujuan untuk mengusulkan perbaikan proses bisnis yang terjadi di departemen maintenance PT.X. Caranya dengan melakukan pemetaan proses bisnis sederhana terhadap proses yang terjadi di maintenance, melakukan analisis, dan mendesain ulang proses menggunakan rekayasa ulang proses bisnis atau atau simplifikasi proses. Penggunaan simplifikasi atau rekayasa ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Tiga proses utama dalam Departemen maintenance adalah penanganan keluhan pelanggan, pemeliharaan rutin, dan pemeliharaan perbaikan. Melalui pareto chart masalah ditemukan bahwa masalah utama pada proses pemeliharaan perbaikan dan penanganan komplain adalah kehilangan grounding. Kemudian dilakukan desain ulang proses yang ditekankan untuk mengurangi waktu siklus penanganan kecurian grounding pada kedua proses. Hasilnya pada proses pemeliharaan perbaikan terdapat penurunan waktu penyelesaian masalah sampai sebesar 49% dari waktu siklus awal dan pada proses penanganan komplain penurunan mencapai 29% dari waktu siklus awal. Pemeliharaan rutin sendiri tidak memerlukan perbaikan karena mempunyai pencapaian proses yang baik.

Maintenance is an activity to maintain condition of an asset as it was build. For all decades, maintenance is often treated as ?second class citizen? in Industry. How if maintenance become one of the core process in one of industry? We can make sure that only company that provides superior maintenance is left. BTS infrastructure provider is one of this type of industry. PT.X is a company that runs in this type or industry. To survive in the competition, PT. X must improve their maintenance service provide for their customer. One of many ways is with doing business process improvement. Business process improvement is main theme in this research, while the aims is to propose Improvement in Business Process in Maintenance Department of PT.X by conducting business process mapping, analyze that map, and redesign the process using business process reengineering or simplification. The use of this methods (BPR) and simplification is based on company needs. Three main process in Maintenance Department are Complaint Handling, Routine maintenance, and corrective maintenance. According to the pareto chart, the main problem for complaint handling and corrective maintenance is grounding losses. This was the aim of improvement of the two processes. The result is there?s decrease in cycle time of complaint handling process by 29% and reducing corrective maintenance cycle time by 49%. Routine maintenance itself is needn?t any improvement of process because it is good enough in process achievement."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Endah Kustati
"Saat ini, pertimbangan akan faktor risiko dalam industri semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri itu sendiri. Termasuk pertimbangan risiko pada divisi mekanik engineering PT Cognis Indonesia yang bertanggung jawab untuk menjaga keberlangsungan berjalannya mesin-mesin produksi. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisa risiko dan menentukan tindakan penanganan risiko high dan atau medium pada divisi mekanik engineering PT Cognis Indonesia. Manajemen risiko dilakukan mulai dari mengidentifikasi, menganalisa, mengevaluasi, dan menentukan tindakan penanganan risiko. Identifikasi risiko dilakukan berdasarkan jenis proses yang terdapat pada divisi mekanik engineering tersebut, yaitu proyek, repair dan preventive maintenance, las, memotong, dan aktivitas harian di workshop. Setiap risiko yang teridentifikasi kemudian dianalisa dampak, probabilitas dan exposure risikonya sehingga memberikan nilai risiko. Pada tahap evaluasi risiko, mengelompokkan risiko menjadi high/medium/low dan selanjutnya menentukan tindakan penanganan risiko. Risiko pada divisi ini sebagian besar berada pada posisi low dan lima risiko berada pada posisi medium, dimana risiko medium ini memerlukan tindakan penanganan lebih lanjut untuk menurunkan risiko menjadi low. Empat risiko dari lima risiko medium tersebut adalah risiko yang berasal dari kegiatan mengelas. Satu risiko lainnya adalah bekerja di workshop. Kelima risiko ini berdasarkan dampaknya tergolong risiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Penanganan risiko ini menggunakan hirarki kontrol terhadap risiko dan dibagi menjadi empat unsur: people, proses, teknologi dan lingkungan. Penanganan risiko las dengan membuat material safety data sheet untuk memperoleh penanganan yang lebih menyeluruh.

Nowadays, risk factors? considerations in industries are growing up successively with industrial improvement itself. Mechanical engineering division at PT Cognis Indonesia which is responsible to assure production machine process running well is also incorporated with this improvement. This thesis? purpose is to analyze risk and decide treatment risk for high and or medium risk in the division. This risk management research starts from risk identification, analyzing risk, risk evaluation and treatment risk. Risk identification based on any kinds of processes in this division which are project; repair and preventive maintenance; welding; cutting; and daily activity in workshop. Every identified risk then analyzed for their consequences, probability and exposure to the risk to get risk level. At evaluation stage, level of risk classified into high, medium and low level. The classification decided what treatment needed for that risk. Mostly, risks in this division are in low position and only five risks are medium, where this medium risks needed treatment risk as follow up to reduce risk being low position. Four medium risks above are originated from welding process and one risk is daily activity in workshop. Based on their consequences, these five risks are health and safety risk. This treatment risk uses hierarchy risk control and divided into four components: people, process, technology and environment. Risk treatment for welding process needs to have material safety."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Luthfi Irfansyah
"Di era globalisasi ini, perusahaan dituntut harus memiliki competitive advantage untuk memenangkan persaingan yang sudah semakin ketat. Salah satu competitive advantage yang harus dimiliki oleh sebuah perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola pengetahuan dan teknologi. Banyak perusahaan yang sudah memahami pentingnya pengelolaan pengetahuan, mulai menggeser paradigmanya yang semula mengandalkan pada resource based competitiveness menjadi knowledge based competitiveness. Untuk menerapkan knowledge based competitiveness disebuah perusahaan diperlukan sebuah sistem manajemen pengetahuan yang mampu mengelola, mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tersebut keseluruh elemen perusahaan. PT Telkom sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia sangat menyadari bahwa pengetahuan merupakan suatu sumber daya strategis yang dapat memberikan manfaat untuk kemajuan perusahaan secara kompetitif. Intensitas kompetisi yang semakin tinggi menuntut pelayanan yang lebih inovatif yang hanya dapat dipenuhi melalui kolaborasi antar individu, antar unit, antar fungsi, dan antar disiplin knowledge. Oleh sebab itu sejak akhir tahun 2005, PT Telkom mengeluarkan program KAMPIUN yaitu program implementasi sistem manajemen pengetahuan yang terintegrasi untuk semua divisi dan unit.
Pada penelitian ini dirancang suatu sistem knowledge management untuk mengelola aset knowledge dengan menggunakan sepuluh langkah pemetaan knowledge dengan metode Amrit Tiwana, namun dibatasi pada tahap perancangan yang terdiri dari empat langkah, yaitu analisis infrastruktur pendukung knowledge management, pengintegrasian strategi perusahaan dengan strategi knowledge management, perancangan infrastruktur knowledge management dan audit dan aset knowledge management. Hasil perancangan sistem manajemen pengetahuan ini meliputi pemetaan pengetahuan dari masing-masing bagian, gap pengetahuan yang terjadi, nama-nama referensi pengetahuan, nama-nama ahli pengetahuan, pengembangan pengetahuan, prosedur, serta kerangka konsep dari sistem manajemen pengetahuan yang dibuat.

In the globalization era, firms are sought to have a competitive advantage to win the more intense competition. One of the competitive advantage that has to be own by firms is the capability to manage knowledge and information. Many of the firms which already realize the importance of this capability are started to shift their paradigm from resource based to knowledge based competitiveness. In order to apply this knowledge based competitiveness, firms must have a (knowledge management) system that capable to manage, develop and distribute their knowledge to every element of the firms. PT Telkom as the biggest telecommunication company (corporation) in Indonesia is firmly realize that knowledge is one of the strategic resources that can give benefit on the company?s (corporation?s) competitiveness. The increasing intensity of competition demand more innovative services that can only provide by firms through collaboration among individuals, units, functions, and knowledge disciplines. Based on this argument, since the end of 2005 PT Telkom has launched KAMPIUN program which is the implementation of the integrated knowledge management system for all its divisions and units.
In this research was designed knowledge management system to manage all knowledge asset with ten roadmap Amrit Tiwana?s method, but limited on the design phase consist of four steps, analyze existing infrastructure, align knowledge management and business strategy, design knowledge management infrastructure, and audit existing knowledge asset and system. The designed knowledge management system covered the knowledge mapping from every section, the knowledge gap occurrence, the knowledge reference names, the knowledge expert names, the knowledge development, the procedures, and the conceptual framework of the proposed knowledge management system."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martina Ratna Uli
"Pemeliharaan merupakan aktivitas yang harus dilakukan untuk mempertahankan kondisi fasilitas seperti pada saat awal dan dapat terus berproduksi sesuai dengan kapasitas aslinya. Pemeliharaan secara berkala dan kunjungan pemeriksaan ke semua menara menjadi bagian dari pendekatan pemeliharaan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan. Pemeliharaan menara dan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) yang baik akan menjamin operasional BTS. Namun tetap saja, setiap kegiatan operasional dan pemeliharaan yang dilakukan oleh suatu perusahaan tidak akan pernah bisa lepas dari risiko yang mungkin terjadi. Manajemen risiko perlu dilakukan untuk mengidentifikasikan, mengukur, dan kemudian menyusun strategi penanganan risiko.
Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup pelaksanaan pemeliharaan menara telekomunikasi pada PT X, dimana kegiatan pemeliharaan didefinisikan sebagai seluruh aktivitas yang dilakukan sejak site selesai dibangun. Item risiko akan dinilai berdasarkan survei lalu kemudian disusun mulai dari risiko yang termasuk kategori tinggi sampai dengan kategori rendah. Risiko yang termasuk dalam peringkat lima besar yang akan masuk dalam tahap analisis alokasi biaya dengan menggunakan OptQuest.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh usulan penanganan untuk setiap risiko dan memperoleh alokasi biaya yang optimal untuk lima risiko teratas. Hasil yang ingin didapatkan dari simulasi tersebut adalah optimasi alokasi biaya yang ada dengan beberapa asumsi dana yang tersedia untuk mengelola resiko.

Maintenance represents activity that company must do to get the facility condition as build and to get the facility original capacities. Periodical maintenance and control visit to all towers become the part of approach maintenance-focused that company done. Good maintenance of tower and Base Transceiver Station infrastructure can guarantee operational of BTS. But every process done by every companies can never be free from risks that may happen. Therefore a risk management need to be accomplished to identificate, measure and then prepare strategy to manage risks as base to build risk management intact.
This research is done in telecommunications tower maintenance at PT X, where maintenance activities defined as all activity conducted since site have been developed. Risk item will be assessed by survey; then compiled the risk from high category up to low category. Risk which include in five biggest enter in phase analyze cost allocation by using OptQuest.
The research`s objectives are to get response planning to each risk and do budget alocation analysis to mitigate the risks. The expected result from the simulation is optimation of budget allocation with several available budget assumptions to manage the risks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toufiq Hidayat
"Di dalam mendesain suatu manajemen aliran material yang efisien dan efektif pada perusahaan elektronika seperti di PT Toshiba yang banyak menggunakan material-material dalam jumlah besar, diperlukan suatu alur infomasi dan produksi yang saling berhubungan. Untuk mencapai tujuan ini sistem yang dikembangkan harus mencakup tiga aspek yaitu: mampu menghasilkan alur informasi yang cepat, mampu menghasilkan informal kebutuhan material yang akurat dan mensikronkan antara kebutuhan produksi dengan material. Pada penulisan ini, akan diusulkan menggunakan sistem MRP (Material Requirement Planning) yaitu suatu sistem yang menggunakan pendekatan database untuk mengatur dan memanej informasi yang berhubungan dengan kebutuhan produksi dan kebutuhan material. MRP (Material Requirement Planning) adalah suatu sistem yang digunakan untuk dapat mengetahui kebutuhan material yang akan digunakan didalam suatu produksi (line assembly) dalam jumlah yang sesuai dan dapat didatangkan tepat pada waktunya.

In order to design an eifective and efficient material supply chain management for electronic industry, like in PT Toshiba CPI, which use many materials and in large quantity, it is necessary to accelerate the flow of infomation and products across supply chain. To achieve this goal, the system needs 3 ingredients: generators of quick information flow, generators of quick material How and synchronizing between production needed and materials. This paper purposes a MRP (Material Requirement Planning) system that uses a database approach to manage the large amount of material information and production needed. MRP (Material Requirement Planning) is a system that used for calculate the materials needed by input the production schedule (MPS) into the system. MRP also calculate the date when the materials are needed to come in."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S50182
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>