Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Malik Aziz Wildan
"ABSTRAK
Hoe Duur Was De Suiker merupakan film Belanda yang memberikan ilustrasi dan visualisasi mengenai kehidupan di era perbudakan pada abad ke-18 di perkebunan tebu Berseba Suriname pada tahun 1747 di bawah kekuasaan Belanda. Gula pada masa itu menjadi komoditi yang sangat menguntungkan di pasar perdagangan Eropa namun menyebabkan penderitaan bagi kelompok tertentu. Jurnal ini akan membahas tentang kehidupan perbudakan di Berseba terkait dengan judul film. Dua pertanyaan yang mendukung pembahasan jurnal ini yaitu bagaimanakah makna duur diilustrasikan terkait dalam film tersebut dan bagaimanakah makna duur divisualisasikan lewat simbol-simbol di dalam film. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan paparan tentang kerasnya kehidupan pada masa perbudakan dan simbol-simbol kemewahan terkait dengan komoditi gula. Analisis dalam jurnal ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mengurai makna sitasi duur mahal, dari perspektif semiotik pragmatis. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa gula pada masa itu memiliki nilai yang sangat tinggi, bahkan melebihi nyawa manusia. Sepatu, nama, topi dan cinta dalam film Hoe Duur Was De Suiker adalah simbol-simbol kemewahan yang tidak didapatkan begitu saja oleh semua orang terutama budak.

ABSTRACT
Hoe Duur Was De Suiker is a Dutch film that illustrates and visualizes the slavery in the 18th century sugarcane plantations in Berseba Suriname in 1747 under the Dutch colonization. Sugar at that time became a very profitable commodity in the European trade market but caused suffering to certain group of people. This journal will discuss the the slavery at Berseba, associated to the film s title. Two questions that support the discussion of this journal are how the meaning of duur is illustrated in the film and how the meaning of duur is visualized through the symbols of luxury. The purpose of this study is to reveal the hardship of life of the slave and symbols of luxury associated with the sugar commodities. This study uses a qualitative descriptive method that breaks down the meaning of duur, from the perspective of pragmatic semiotics. The results show that sugar at that time was an invalueable commodity, more than a value of a human being. Shoes, names, hats and love in the film Hoe Duur Was De Suiker are symbols of luxury wich are not for everyone, especially slaves."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library