Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Yusuf
"Berbagai negara di dunia telah mengatur tentang kompensasi, diantaranya Inggris dengan British Commend paper of 1961 and 1964, di New Zealand dengan New Zealand Compensation Act of 1963 dan Australia dengan Criminal Injuries Compensation Act 196. Ketentuan-ketentuan ini dengan jelas mencantumkan kewajiban negara untuk memberikan kompensasi pada korban kejahatan. Kompensasi juga dikenal di Amerika Serikat, kompensasi dikenal di 27 negara bagian (Amerika Compensation program 1965). Di Denmark, di German dan Norwegia juga dikenal program kompensasi. Negara adalah yang paling berkewajiban untuk memperhatikan keadaan warganya. Negara, melalui aparatnya, berkewajiban untuk menyelenggarakan ketertiban dan keamanan masyarakat. Oleh karena itulah kejahatan yang terjadi adalah tanggung jawab negara. Hal ini berarti timbulnya korban merupakan tanggung jawab negara pula. Kunter mengingatkan bahwa korban mempunyai hak untuk mengklaim negara. Dalam menyatakan pendapatnya ini, Kunter memberi contoh adanya tanggung jawab pabrik/perusahaan terhadap pekerjanya. Penderitaan, kecelakaan yang dialami pekerja merupakan tanggung jawab pabrik/perusahaan. Demikian pula dengan negara. Apapun yang akan dianut dalam hal teori pemidanaan tetapi yang harus tetap diingat adalah bahwa dengan "hilangnya" terpidana di balik tembok penjara dia tidak kehilangan haknya sebagai warga negara. Perlindungan yang diberikan oleh UU No. 8/1981 terhadap "harkat dan martabat manusia" tetap mengikat terpidana juga ke dalam penjara. Proses baru terhenti pada saat terpidana dilepaskan kembali ke masyarakat sebagai seorang warga negara yang telah menyelesaikan pidana yang diberikan negara kepadanya melalui pengadilan. Tanggung jawab moral hakim mewajibkannya mengikuti dan melindungi hak-hak terpidana di dalam penjara. Lebih kuat lagi alasan ini bilamana kita mengingat bahwa putusan pengadilan (hakim) diberikan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Tegaknya keadilan bagi terpidana juga merupakan tanggungjawab hakim selama yang bersangkutan berada dalam penjara."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boyke Achmad Yusuf
"Skripsi ini merupakan sebuah tulisan bertema 'sejarah sosial budaya' yang mengangkat fenomena Psikodelik dan lahirnya kaum hippies dan Generasi Bunga yang muncul pada awal dekade '70-an di Amerika Serikat dan Inggris. Fenomena ini lahir akibat pola pikir remaja pada era 60-an hingga 70-an tersebut yang kritis dan berani serta mendobrak kemapanan serta nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat, dan 'didukung' maraknya penggunaan narkotika, ganja, dan minuman keras. Namun demikian kaum hippies tersebut tetap mengetengahkan tema perdamaian, menentang perusakan lingkungan, humanisme serta menentang perang, terutama Perang Vietnam yang berkecamuk pada akhir '60-an. Para musisi besar tahun 60-an seperti The Beatles, The Rolling Stones, The Doors, Grateful Dead, Jimi Hendrix & the Experiences, komunitas Haight Ashbury, Bob Dylan, Janis Joplin dan sebagainya menjadi panutan para kaum hippies dimana gaya bermusik mereka, fashion, tingkah laku, pola pikir dan kebiasaan mereka mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan seks bebas begitu diminati dan menjadi gaya hidup.
Budaya yang dihasilkan dari pola hidup 'akrab' dengan obat-obatan terlarang tersebut dikenal dengan budaya 'psikedelik' dan psikedelik itu berarti : 'Hal yang berhubungan terhadap persepsi baru atau alternatif melalui penggunaan obat-obatan penghalusinasi. Di Indonesia budaya psikedelik ini muncul bersamaan dengan adanya bom minyak tahun 1973. Bom minyak ini sangat menguntungkan Indonesia karena sebagai salah satu negara penghasil minyak Indonesia mulai melakukan join venture dengan negara-negara besar seperti Jepang dan Amerika Serikat sehingga dari prosentasi bagi-hasil tersebut mampu menaikan pendapatan negara. Hal tersebut juga menimbulkan keuntungan bagi kalangan masyarakat tertentu sehingga lahir kalangan 'orang kaya baru' yang banyak tinggal di perkotaan. Dengan 'kemakmuran' tersebut, fasilitas-fasilitas mewah bisa diperoleh seperti : stereo set, televisi, majalah-majalah musik, mode dan hiburan dari luar negeri.
Disamping itu banyak pula berdiri tempat-tempat hiburan seperti : klub malaria, bar, dan arena disco. Alat-alat musik yang sebelumnya sangat sulit dijangkau karena masih langka dan harganya mahal, mulai bisa didapat sehingga memudahkan menjamurnya kelompok-_kelompok musik yang banyak meniru band luar negeri, seperti : God Bless yang mengidolakan Deep purple dan Alice Cooper, The Rollies dengan gaya Chicago-nya, dan sebagainya. Seiring dengan itu, mau tidak mau pengaruh negatif pun banyak merasuk di kalangan remaja-remaja kota di Indonesia, seperti: menghisap ganja, perkelahian antar gang, minuman keras dan pornografi. Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah menerapkan peraturan-peraturan seperti undang-undang anti narkotika, nasionalisasi acara acara televisi dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S12222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library