Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Sukmana Putra
"Ketenagalistrikan merupakan hal yang paling dasar dari perkembangan nasional sebuah negara. Pembangkit listrik di Indonesia memproduksi listrik hingga 283,8 TWh yang sebagian besar dihasilkan dari pembangkit listrik bahan bakar batubara, yang mana hal tersebut dapat meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sebuah negara. Dengan melakukan ratifikasi Perjanjian Paris yang di tertuang pada Nationally Determined Contribution (NDC) yang berkomitmen mengurangi emisi sebesar 29% pada tahun 2030, dimana 11% merupakan kontribusi dari sektor energi. Penelitian ini akan berfokus pada penerapan Cap And Trade (CAT) pada pembangkit listrik bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas 300-400 MW, yang akan berdampak pada biaya pokok produksi pembangkitan Rp/kWh. Seperti yang diketahui metode cap and trade merupakan metode yang digunakan untuk menekan biaya mitigasi dari aksi penurunan emisi dengan biaya yang efektif. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai tertinggi kenaikan incremental cost pada skenario 9 yaitu dari Rp. 431,-/kWh menjadi Rp.462,77,-/kWh atau sekitar 7,37% dan harga karbon optimal pada rentang Rp. 130.165,-/tCO2 hingga Rp.130.183,-/tCO2 karena terjadi perubahan merit order pada pembangkit 330 MW dan 400 MW. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan komparasi dengan pembangkit bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas lebih besar, sehingga didapatkan alternatif jalan untuk menentukan merit order lebih optimal.

Electricity is the basis of national development in a country. Power plants  in Indonesia produces up to 283,8 TWh and are dominated by coal power plants which increase the amount of the greenhouse gases (GHG). In order to prevent more environmental problems, Indonesia ratified Paris Agreement by publishing the roadmap of Nationally Determined Contribution (NDC) that committed in reducing 29% of GHG emissions in 2030, which 11% of them are from the energy sector contributions.  This research focuses on the implementation of the carbon cap and trade (CAT) between coal power plants having 300-400 MW capacity, which can affect their cost of electricity (Rp/kWh). It is well known that cap and trade (CAT) is a method used for reducing the mitigation cost of emission reduction in an effective way. From this research, it is found that the highest rise of incremental cost  belongs to the 300 MW power plant in scenario 9 and the increase is from Rp.431,-/kWh to Rp.462,77/kWh, or approximately 7,37% and shows that the most optimal carbon price is in the range of Rp. 130.165,-/tCO2 to Rp.130.183,-/tCO2 because the rank of the 330 MW and 400 MW power plant in merit order changes over in this condition. In the future, this research can be used as a comparison with the higher coal power plant capacity, so that an alternative way is obtained to determine the more optimal merit order. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Sukmana Putra
"Ketenagalistrikan merupakan hal yang paling dasar dari perkembangan nasional sebuah negara. Pembangkit listrik di Indonesia memproduksi listrik hingga 283,8 TWh yang sebagian besar dihasilkan dari pembangkit listrik bahan bakar batubara, yang mana hal tersebut dapat meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sebuah negara. Dengan melakukan ratifikasi Perjanjian Paris yang di tertuang pada Nationally Determined Contribution (NDC) yang berkomitmen mengurangi emisi sebesar 29% pada tahun 2030, dimana 11% merupakan kontribusi dari sektor energi. Penelitian ini akan berfokus pada penerapan Cap And Trade (CAT) pada pembangkit listrik bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas 300-400 MW, yang akan berdampak pada biaya pokok produksi pembangkitan Rp/kWh. Seperti yang diketahui metode cap and trade merupakan metode yang digunakan untuk menekan biaya mitigasi dari aksi penurunan emisi dengan biaya yang efektif. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai tertinggi kenaikan incremental cost pada skenario 9 yaitu dari Rp. 431,-/kWh menjadi Rp.462,77,-/kWh atau sekitar 7,37% dan harga karbon optimal pada rentang Rp. 130.165,-/tCO2 hingga Rp.130.183,-/tCO2 karena terjadi perubahan merit order pada pembangkit 330 MW dan 400 MW. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan komparasi dengan pembangkit bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas lebih besar, sehingga didapatkan alternatif jalan untuk menentukan merit order lebih optimal.

Electricity is the basis of national development in a country. Power plants  in Indonesia produces up to 283,8 TWh and are dominated by coal power plants which increase the amount of the greenhouse gases (GHG). In order to prevent more environmental problems, Indonesia ratified Paris Agreement by publishing the roadmap of Nationally Determined Contribution (NDC) that committed in reducing 29% of GHG emissions in 2030, which 11% of them are from the energy sector contributions.  This research focuses on the implementation of the carbon cap and trade (CAT) between coal power plants having 300-400 MW capacity, which can affect their cost of electricity (Rp/kWh). It is well known that cap and trade (CAT) is a method used for reducing the mitigation cost of emission reduction in an effective way. From this research, it is found that the highest rise of incremental cost  belongs to the 300 MW power plant in scenario 9 and the increase is from Rp.431,-/kWh to Rp.462,77/kWh, or approximately 7,37% and shows that the most optimal carbon price is in the range of Rp. 130.165,-/tCO2 to Rp.130.183,-/tCO2 because the rank of the 330 MW and 400 MW power plant in merit order changes over in this condition. In the future, this research can be used as a comparison with the higher coal power plant capacity, so that an alternative way is obtained to determine the more optimal merit order. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library