Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ainun Safitri
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebiasaan tutur di lingkungan pondok pesantren yang merupakan dwibahasawan. Fenomena pemilihan bahasa seperti alih kode dan campur kode sering dilakukan oleh dwibahasawan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan faktor terjadinya alih  code dan campur kode antara bahasa Indonesia  dan bahasa Arab dalam pidato Pimpinan Gontor K.H. Hasan Abdullah Sahal pada acara peringatan 50 tahun Pondok Pesantren Daar el-Qolam Banten. Penelitian ini merupakan penelitian sosiolinguistik  dengan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penulis menggunakan teori yang diungkapkan oleh Thomason dan Ralp Fasold untuk membedakan gejala yang muncul di antara alih kode dan campur kode. Mereka mengungkapkan bahwa alih kode merupakan fenomena peralihan bahasa antar kalimat sedangkan campur kode terjadi dalam tataran intra kalimat. Menurut analisis  data yang dilakukan, penelitian ini menyimpulkan bahwa ada beberapa fenomena alih kode dan campur kode antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab yang terjadi  dalam pidato K.H. Hasan pada acara peringatan 50 tahun Pondok Pesantren Daar El-Qolam Banten. Penelitian ini menemukan 25 fenomena alih kode. Alih kode yang ditemukan dalam data berupa paragraf, kutipan yang diambil dari ayat Al-Qur’an, hadis dan perkataan ulama yaitu Imam Syafi’i, kalimat zikir yang berupa ta’awudz atau isti’adzah dan hauqalah, serta percakapan penutur. Faktor yang mendasari alih kode antara lain kemampuan berbahasa penutur, keberagaman kemampuan berbahasa lawan tutur serta keberagaman topik bahasan. Sedangkan campur kode yang ditemukan dalam data ditemukan sebanyak 30 kali yang terdiri dari kata sisipan, frasa, bentuk baster, ungkapan atau idiom, dan klausa. Sementara, faktor yang mempengaruhi campur kode Bahasa Arab dalam pidato K.H. Hasan dipengaruhi oleh penutur, lawan tutur, situasi, dan kebiasaan.

This study is based on verbal behaviour of bilingual speakers in a boarding school environment in Indonesia. Language preference phenomena such as code-switching and code-mixing are often conducted by bilingual speakers. The main concern of this study aims to describe the forms and factors of the occurrences of Arabic-Indonesian code-switching and code-mixing in the speech of Chairman Gontor K.H. HAS Abdullah Sahal at the 50th anniversary of the Daar el-Qolam Islamic Boarding School in Banten. During the analysis process, the authors apply Thomason and Ralph Fasold theory in order to distinguish the differences between code-switching and code-mixing. Referring to their explanation, code-switching is a phenomenon of language transfer within sentences or clauses (inter-sentential), while code-mixing occurs within the same sentence or clause (intra-sentential). According to the analysis of this data, there are several phenomena of code-switching and code-mixing between Indonesian and Arabic occurred during the speech of K.H. HAS at the 50th anniversary of the Daar El-Qolam Islamic Boarding School in Banten. As the result of the study, we have found 25 of code-switching phenomena. Code-switchings found in the data are in the form of paragraphs, quotations taken from Al-Qur'an verses, hadiths, and statements of scholars namely Imam Shafi'i, remembrance sentences in the form of ta'awudz or isti'adzah and hauqalah, and speech acts between collocutors. Whereas the code-mixings found 30 times in the data are in the form of word insertions, phrases, baster forms, expressions or idioms, and clauses. The main factors that have influenced the code-mixings in the speech of K.H. HAS are the speakers himself, interlocutors, situations, and attitudes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Safitri
"Sindroma metabolik merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang menjadi perhatian. Prevalensi sindroma metabolik di Indonesia diketahui sebesar 21,66%, dengan prevalensi di Jakarta sebesar 37,5%. Kejadian sindroma metabolik seringkali dihubungkan dengan faktor risiko terkait gaya hidup di antaranya aktivitas fisik dan perilaku sedenter. Berdasarkan data Riskesdas 2013 dan 2018, terjadi penurunan tingkat aktivitas fisik pada penduduk Indonesia. Pekerja perkantoran merupakan salah satu populasi yang berisiko terhadap penurunan aktivitas fisik. Hal ini karena rendahnya kebutuhan akan aktivitas fisik selama bekerja dan tinggnya waktu yang dihabiskan dalam posisi sedenter. Pandemi COVID-19 menyebabkan pemberlakuan pembatasan aktivitas dan kebijakan work from home (WFH). Kebijakan tersebut menyebabkan semakin menurunnya tingkat aktivitas fisik pada pekerja disertai peningkatan perilaku sedenter yang menyebabkan pekerja menjadi lebih rentan mengalami sindroma metabolik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian sindroma metabolik pada pekerja perkantoran di masa pandemi COVID-19, serta mengetahui faktor-faktor lain yang memengaruhi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder yang diperoleh dari data Posbindu PTM yang dilaksanakan pada salah satu institusi pendidikan negeri di DKI Jakarta. Subjek penelitian berjumlah 270 pekerja berusia 22-58 tahun yang terdiri dari 99 laki-laki dan 171 perempuan. Pada analisis bivariat ditemukan bahwa tingkat aktivitas fisik tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian sindroma metabolik (p = 0,321), namun ditemukan hubungan yang signifikan antara waktu sedenter (p = 0,017), usia (p <0,001), dan jenis kelamin (p = 0,04). Berdasarkan analisis multivariat, ditemukan variabel usia yang memengaruhi kejadian sindroma metabolik. Dapat disimpulkan bahwa tingkat aktivitas fisik tidak berhubungan secara signifikan dan tidak memengaruhi kejadian sindroma metabolik pada pekerja perkantoran di masa pandemi COVID-19.

Metabolic syndrome is one of the health problems of concern. The prevalence of metabolic syndrome in Indonesia is known to be 21.66%, with a prevalence in Jakarta of 37.5%. The incidence of metabolic syndrome is often associated with lifestyle-related risk factors, including physical activity and sedentary behavior. Based on data from Riskesdas 2013 and 2018, there was a decrease in the level of physical activity in the Indonesian population. Office workers are one of the populations at risk for decreased physical activity. This is due to the low need for physical activity during work and the high time spent in a sedentary position. The COVID-19 pandemic has led to the implementation of activity restrictions and work from home (WFH) policies. This policy causes a decrease in the level of physical activity in workers accompanied by an increase in sedentary behavior which causes workers to become more susceptible to metabolic syndrome. This study aims to determine the relationship between the level of physical activity with the incidence of metabolic syndrome in office workers during the COVID-19 pandemic, as well as to determine other influencing factors. This study used a cross-sectional design with secondary data obtained from Posbindu PTM data which was carried out at one of the public educational institutions in DKI Jakarta. The research subjects were 270 workers aged 22-58 years consisting of 99 men and 171 women. Bivariate analysis found that the level of physical activity was not significantly associated with the incidence of metabolic syndrome (p = 0.321), but found a significant relationship between sedentary time (p = 0.017), age (p < 0.001), and gender (p = 0 ,04). Based on multivariate analysis, it was found that age variable that affects the incidence of metabolic syndrome. It can be concluded that the level of physical activity is not significantly related and does not affect the incidence of metabolic syndrome in office workers during the COVID-19 pandemic."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library