Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Pembangunan nasional yang dilaksanakan Indonesia selama PJPT I telah banyak membawa kemajuan dan perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga ditunjukkan dengan mening katnya pendapatan perkapita penduduk. Dalam 15-20 tahun yang lalu, pendapatan perkapita penduduk Indonesia baru mencapai US$ 210, namun pada tahun 1994 telah meningkat menjadi US 720. Pembangunan yang selama ini dilaksanakan, telah pula mengubah struktur ekonomi Indonesia yang menggeser peran sektor pertanian dalam produksi nasional. Dalam tahun 1989 peran sektor pertanian dalam produksi nasional sebesar 23,2 % telah turun menjadi 21,8 % pada tahun 1994. Sementara pada periode yang sama, peran sektor Industri meningkat dari 14,4 % menjadi 16,9 %.
Sejalan dengan terjadinya perubahan dalam struktur ekonomi, telah terjadi pula perubahan dalam struktur ketenagakerjaan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan dalam distribusi jenis pekerjaan. Perubahan distribusi pekerjaan yang cukup tajam terutama terhadap tenaga kerja kepemimpinan dan ketatalaksanaan yang mencapai 177 %. Perubahan tersebut memberikan isyarat adanya peningkatan skill (ketrampilan) masyarakat, yang juga menunjukkan nilai-nilai kerja dengan mengutamakan profesionalisme cenderung semakin dihargai. Perubahan bentuk distribusi jenis pekerjaan yang berlangsung dalam arus perubahan dari masyarakat tradisional pertanian menuju masyarakat industri modern sebagai salah satu akibat keberhasilan pembangunan ekonomi yang selama ini dilaksanakan, telah melahirkan lapisan sosial ekonomibaru yang sering disebut sebagai kelas menengah.
Fenomena munculnya lapisan kelas menengah telah mengundang perhatian banyak kalangan ahli. Salah satu fenomena yang menarik adalah bahwa perilaku sosial ekonomi kelas menengah menampilkan refleksi yang berbeda dibandingkan dengan kelas sosial ekonomi lainnya.
Adanya suatu kecenderungan bahwa kelas menengah mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap masalah-masalah sosial yang muncul. Terhadap isu-isu lingkungan, kelas menengah memberikan kepedulian yang tinggi terutama dalam hal perlindungan lingkungan. Misalkan kebutuhan terhadap air dan udara bersih menurut kelas menengah adalah merupakan kebutuhan umum (publik) dan merupakan kebutuhan sosial. Dalam kaitan ini, penelitian ini mencoba untuk menelaah perilaku konsumsi rumah tangga terhadap kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat, dengan mengambil kasus kelas menengah.
Penelitian mengenai Perilaku Konsumsi Rumah Tangga Dalam Memenuhi Kebutuhan Lingkungan yang bersih dan sehat (kasus kelas menengah), merupakan studi kasus yang lokasinya di Kompleks Perumahan Pondok Timur Indah I, Desa Mustika Jaya, Kecamatan Bantar Gebang, Kabupaten Bekasi.
Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 1.123 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling, dengan teknik penentuan Jumlah sampel menggunakan Teknik Estimasi Proporsi. Dari 1.123 populasi yang termasuk dalam kelompok kelas menengah adalah sebanyak 141 orang. Sedang yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga kelas menengah.
Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran terhadap kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat. Kedua, mencari bentuk fungsi permintaan (melalui pendekatan pengeluaran) terhadap lingkungan yang bersih dan sehat. Ketiga, mengukur besarnya elastisitas pengeluaran terhadap kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat. Dalam penelitian ini lingkungan yang bersih dan sehat menyangkut dua aspek, pertama; kebutuhan akan kesehatan, kedua; kebutuhan akan rekreasi.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara beberapa variabel independen yaitu pendapatan, pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, jenis pekerjaan, umur responder dan Crowding Index, dengan besarnya pengeluaran untuk kesehatan. Hal ini dibuktikan oleh angka koefisien korelasi (r) sebesar 0.84. Di samping itu koefisien determinasi memperlihatkan angka sebesar (r2) sebesar 0.85. mni berarti bahwa variasi besar kecilnya pengeluaran kesehatan 85 % disebabkan oleh beberapa variabel independen tersebut, sedangkan 15 % disebabkan oleh faktor lain.
Namun di antara beberapa variabel indpenden, ternyata variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga dan umur responden mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pengeluaran kesehatan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan koefisien korelasi Pearson yang menghasilkan masing-masing r = 0,92, 0,75 dan 0,43.
Terhadap pengeluaran untuk rekreasi, terdapat hubungan yang cukup kuat antara beberapa variabel independen yaitu pendapatan, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan jenis pekerjaan dan umur responden dengan besarnya pengeluaran untuk rekreasi. Hal ini diperlihatkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0.91. Sedang koefisien determinasi (r2) menunjukkan angka sebesar 0.92. ini berarti bahwa variasi besar kecilnya pengeluaran untuk rekreasi, 92 % disebabkan oleh variabel independen tersebut, sedangkan 8 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Di antara variabel tersebut, variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga dan umur responden mentpunyai hubungan yang sangat kuat dengan pengeluaran untuk rekreasi, yaitu dengan koefisien korelasi Pearson masing-masing sebesar 0,96, 0,71 dan 0,45.
Di samping itu, hasil perhitungan elastisitas pengeluaran kesehatan mendapatkan angka sebesar 1.64 (elastis). Angka ini berarti bahwa jika pengeluaran berubah sebesar 10 persen, maka menyebabkan terjadinya perubahan pengeluaran kesehatan sebesar 16.4 persen. Hal yang sama terlihat pula, angka elastisitas pengeluaran rekreasi sebesar 1.60. Hal ini berarti apabila pendapatan berubah 10 persen, maka terjadi perubahan pengeluaran rekreasi sebesar 16 persen.
Aspek lain yang ditemui dalam penelitian ini, terlihat rumah tangga kelas menengah mempunyai keinginan mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan ketika pendapatan sudah mecapai Rp 335.000,-. Sedang keinginan mengalokasikan pengeluaran untuk rekreasi, pada saat pendapatan mencapai Rp 275.000,-. Dapat disimpulkan bahwa rumah tangga kelas menengah cenderung lebih memperhatikan kegiatan rekreasi dibandingkan dengan upaya-upaya memperhatikan kesehatan.

ABSTRACT
The national development conducted by Indonesia as long as the first stage of development long term (PJPT T) has took change and progress society, i.e. increasing of a society welfare. For fifteen or twenty years ago, the income per capita of Indonesia has reached around US$ 210, but in 1994 has increased around US$ 720.
The development has also changed the contribution of agriculture and industries sector in GDP. The contribution of agriculture sector decline from around 23,3 % in 1989 to around 21,8 % in 1994. In the meantime the contribution of industries sector has increased from around 14,1 % to around 16,9 0.
In the line with changing in economic structure has took change in labor structure. It has been indicated by increasing distribution of type of job, i.e. leadership and management around 177 %. The chaning in distribution of type of job has resulted in a new social structure, i.e. the middle class.'
The middle class has pay more attention to environmental protection. In this context, the research tries to study on Household Consumption Behaviour Toward The Need for Healthy and Clean Environment. Case study of this research search is the middle class.
The research on Household Consumption Behavior In Fulfilling the need Toward a Clean and Healthy Environment (case study the middle class) was conducted at Pondok Timur Indah I Housing, Mustika Jaya Village, Bantar Gebang Sub-District, Bekasi District, West Java.
141 samples used in this research were taken out from 1123 population, using Simple Random Sample i.e Proportional Estimation Technique. Out of 1.123 population, 141 were of middle class. The respondent in this re-search were heads of middle class families.
The purposes of this research are: firstly to recognize the factors affecting the expenses to meet a clean and healthy environment. Secondly, to seek the form of request function (through expense approach) toward a clean and healthy environment. Thirdly, to measure the expense elasticity toward the need of a clean and healthy environment, in this research, the clean and healthy environment were connected to two aspect, i.e the need of health and recreation. Result of this re-search show a strong relationship between some independent variables i.e income, education, number of family members, type of job, age of respondent and crowding index, compared to health expense. This was proven by coefficient correlation figure of 0.84. Beside that the determination coefficient (r2} shows a rate of 0.85. This means the variation of big/small health expense was 85 percent resulted from said independent variables, while the remaining 15 percent was resulted from other factors.
In fact, among some independent variables, the income, number of family members and age of respondent variables have very strong relationship. This was shown by the result of Pearson Correlation Coefficient Calculation of those variables respectively are r= 0.92, 0.76 and 0.43.
On recreation expense, there was a relatively strong relationship between some independent variables, i.e income, education, number of family members, type of job and age of respondent with recreation expense. This was shown by correlation coefficient of 0.91. The determination coefficient (r2} showed an index of 0.92. This means that the variation of big/small recreation expense was 92 % resulted from said independent variables, while remaining 8 % was resulted from other factors.
Between the above mentioned variables, the income, number of family members and age of respondent variables have a very strong relationship with recreation expense, namely with Pearson correlation coefficient respectively are r 0.96, 0.71 and 0.45
Beside that, the result of health expense elasticity was 1.64 (elastic). This means that if expense change by 10 % the health expense will change by 16.4 %. The same case was also seen on recreation expense which have an elasticity rate of 1.60. This means that if the income change by 10 %, the recreation expense will respectively change by 16 %.
Another aspect found in this research was the middle class families willing to allocate health expense when their income reach Rp 335.000,- while willingness to allocate recreation arise at the time their income reach Rp 275.000,-. It can be concluded that the middle class families tend to pay more attention to recreation activities compared to efforts for health aspect.
"
Lengkap +
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Untuk mempertahankan manfaat ekosistem hutan dengan berbagai fungsinya, diperlukan suatu valuasi yang bersifat komprehensif dan terintegratif. Disamping itu, valuasi terhadap manfaat dari fungsi ekosistem hutan harus menganut prinsip nilai asuransi (insurance value).
Tujuan penelitian ini (1) Menghitung total nilai Manfaat bersih sekarang (NPV) kelayakan kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten. (2) Menghitung total nilai manfaat ekosistem hutan di Kabupaten Melawi (3) Menemukan model penentuan luas optimum areal perkebunan kelapa sawit pada suatu kawasan ekosistem hutan Hasil penelitian mendapatkan bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak feasible untuk dilakukan dengan cara melakukan konversi terhadap ekosistem hutan. Jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan dampak kerugian lingkungan yang sangat signifikan dengan nilai NPV negatif sebesar Rp (248.349.067.033.000,-). Sementara itu analisis manfaat biaya mempertahankan ekosistem hutan adalah positif yaitu sebesar Rp 38.563.349.907.000,-.
Berdasarkan analisis suitabilitas menunjukkan bahwa dari total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan seluas 234.348 ha, maka yang dapat dikonversikan untuk lahan perkebunan kelapa sawit hanya seluas 31.498 ha dan yang tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan seluas 202.850 ha.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konversi ekosistem hutan untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dalam batas-batas tertentu di Kabupaten Melawi masih dapat dilakukan dengan syarat bahwa penentuan kelayakan luas areal perkebunan kelapa sawit harus menggunakan Indeks Ky. Indeks Ky adalah merupakan suatu indeks kompromi yang mengakomodasi 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu keberlanjutan lingkungan (ekologi), keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Selain itu, indeks ini juga mendasari pada konsep pengelolaan sumbedaya hutan yaitu prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan prinsip standar minimum yang aman ( safe minimum standar). Sehingga Indeks Ky ini dinamakan juga dengan Social, Economy and Environment Compromise Indeks (SEECI).
Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan HHCA yang dilakukan di wilayah studi (Kabupaten Melawi) telah mendapatkan Indeks Ky sebesar 6,4401. Dengan menerapkan angka Indeks Ky ini, analisis suitabilitas terhadap total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan di Kabupaten Melawi seluas 234.348 ha menemukan bahwa hanya 31.498 ha yang dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dan 202.850 ha tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan. Dengan komposisi ini, nilai kerusakan akibat konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dapat diimbangi manfaat mempertahankan kawasan ekosistem hutan. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dengan menciptakan keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial dapat dicapai.

ABSTRACT
To maintain the benefits of forest ecosystems with a variety of functions, we need a valuation that is comprehensive and terintegratif. In addition, the valuation of the benefits of forest ecosystem function must adhere to the principle of insurance (insurance value).
The purpose of this study (1) Calculate the total net present value of benefits (NPV) Feasibility of oil palm plantations in the district. (2) Calculating the total value of the benefits of forest ecosystems in the District Melawi (3) Finding the optimum model for determining the area of oil palm plantations in an area of forest ecosystem.
The results find that the activities of oil palm plantations is not feasible to be done by way of conversion of forest ecosystems. If this is done it will cause environmental impacts are very significant losses with a negative NPV of USD (248.349.067.033.000, -). Meanwhile, the cost benefit analysis is positive to maintain the forest ecosystem that is Rp 38,563,349,907,000, -. Based suitabilitas analysis showed that of the total provisioning plantations on 234,348 ha of forest area, then that can be converted to oil palm plantations covering an area of only 31 498 ha and will be retained as an area of 202,850 ha of forest area.
The conclusion of this research is the Conversion of forest ecosystems to serve as oil palm plantations within certain limits in the District Melawi still can be done on condition that the determination of the feasibility of oil palm plantation area must use the Index Ky. Ky Index is an index of compromise that accommodates 3 (three) pillars of sustainable development is environmental sustainability (ecological), social sustainability and economic sustainability. In addition, this index also underlies the concept of management of forest resources towards the fulfillment of the principle of prudence (prudential principle) and the principle of minimum standards of safe (safe minimum standards). So the index is called Ky also with Social, Economy and Environment compromise Index (SEECI).
The result using the approach HHCA conducted in the study area (District Melawi) has gained Ky. index of 6.4401. By applying this Ky index numbers, analysis suitabilitas of the total plantation area in the reserve forest area in the district covering an area of 234,348 ha Melawi found that only 31 498 ha which can be converted into oil palm plantations, and 202,850 ha will be retained as forest area. With this composition, the value of damage caused by conversion of forests into oil palm plantations can offset the benefits of maintaining forest ecosystem area. Thus the concept of sustainable development by creating a balance environmental, economic and social development can be achieved."
Lengkap +
Depok: 2011
D-Pdf
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Untuk mempertahankan manfaat ekosistem hutan dengan berbagai fungsinya, diperlukan suatu valuasi yang bersifat komprehensif dan terintegratif. Disamping itu, valuasi terhadap manfaat dari fungsi ekosistem hutan harus menganut prinsip nilai asuransi (insurance value).
Tujuan penelitian ini (1) Menghitung total nilai Manfaat bersih sekarang (NPV) kelayakan kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten. (2) Menghitung total nilai manfaat ekosistem hutan di Kabupaten Melawi (3) Menemukan model penentuan luas optimum areal perkebunan kelapa sawit pada suatu kawasan ekosistem hutan Hasil penelitian mendapatkan bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak feasible untuk dilakukan dengan cara melakukan konversi terhadap ekosistem hutan. Jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan dampak kerugian lingkungan yang sangat signifikan dengan nilai NPV negatif sebesar Rp (248.349.067.033.000,-). Sementara itu analisis manfaat biaya mempertahankan ekosistem hutan adalah positif yaitu sebesar Rp 38.563.349.907.000,-.
Berdasarkan analisis suitabilitas menunjukkan bahwa dari total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan seluas 234.348 ha, maka yang dapat dikonversikan untuk lahan perkebunan kelapa sawit hanya seluas 31.498 ha dan yang tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan seluas 202.850 ha.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konversi ekosistem hutan untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dalam batas-batas tertentu di Kabupaten Melawi masih dapat dilakukan dengan syarat bahwa penentuan kelayakan luas areal perkebunan kelapa sawit harus menggunakan Indeks Ky. Indeks Ky adalah merupakan suatu indeks kompromi yang mengakomodasi 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu keberlanjutan lingkungan (ekologi), keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Selain itu, indeks ini juga mendasari pada konsep pengelolaan sumbedaya hutan yaitu prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan prinsip standar minimum yang aman ( safe minimum standar). Sehingga Indeks Ky ini dinamakan juga dengan Social, Economy and Environment Compromise Indeks (SEECI).
Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan HHCA yang dilakukan di wilayah studi (Kabupaten Melawi) telah mendapatkan Indeks Ky sebesar 6,4401. Dengan menerapkan angka Indeks Ky ini, analisis suitabilitas terhadap total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan di Kabupaten Melawi seluas 234.348 ha menemukan bahwa hanya 31.498 ha yang dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dan 202.850 ha tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan. Dengan komposisi ini, nilai kerusakan akibat konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dapat diimbangi manfaat mempertahankan kawasan ekosistem hutan. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dengan menciptakan keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial dapat dicapai.

ABSTRACT
To maintain the benefits of forest ecosystems with a variety of functions, we need a valuation that is comprehensive and terintegratif. In addition, the valuation of the benefits of forest ecosystem function must adhere to the principle of insurance (insurance value).
The purpose of this study (1) Calculate the total net present value of benefits (NPV) Feasibility of oil palm plantations in the district. (2) Calculating the total value of the benefits of forest ecosystems in the District Melawi (3) Finding the optimum model for determining the area of oil palm plantations in an area of forest ecosystem.
The results find that the activities of oil palm plantations is not feasible to be done by way of conversion of forest ecosystems. If this is done it will cause environmental impacts are very significant losses with a negative NPV of USD (248.349.067.033.000, -). Meanwhile, the cost benefit analysis is positive to maintain the forest ecosystem that is Rp 38,563,349,907,000, -. Based suitabilitas analysis showed that of the total provisioning plantations on 234,348 ha of forest area, then that can be converted to oil palm plantations covering an area of only 31 498 ha and will be retained as an area of 202,850 ha of forest area.
The conclusion of this research is the Conversion of forest ecosystems to serve as oil palm plantations within certain limits in the District Melawi still can be done on condition that the determination of the feasibility of oil palm plantation area must use the Index Ky. Ky Index is an index of compromise that accommodates 3 (three) pillars of sustainable development is environmental sustainability (ecological), social sustainability and economic sustainability. In addition, this index also underlies the concept of management of forest resources towards the fulfillment of the principle of prudence (prudential principle) and the principle of minimum standards of safe (safe minimum standards). So the index is called Ky also with Social, Economy and Environment compromise Index (SEECI).
The result using the approach HHCA conducted in the study area (District Melawi) has gained Ky. index of 6.4401. By applying this Ky index numbers, analysis suitabilitas of the total plantation area in the reserve forest area in the district covering an area of 234,348 ha Melawi found that only 31 498 ha which can be converted into oil palm plantations, and 202,850 ha will be retained as forest area. With this composition, the value of damage caused by conversion of forests into oil palm plantations can offset the benefits of maintaining forest ecosystem area. Thus the concept of sustainable development by creating a balance environmental, economic and social development can be achieved."
Lengkap +
Depok: 2011
D1293
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library