Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Albertus Harsawibawa
Abstrak :
Tesis ini berusaha untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan mendalam atas pemikiran Estetika Kant. Oleh sebab itu ia harus berbicara tentang latar belakang pemikiran Estetika Kant yang meliputi pemikiran urnurn Kant di dalam filsafat kritisnya, dan juga Sejarah Estetika pra-Kant. Dengan menggunakan filsafat kritisnya sebagai latar belakang, maka pemikiran Estetika Kant dipandang sebagai usaha untuk menjembatani "jurang" antara "keniscayaan alam" -- hasil pemikiran Critique of Pure Reason, dan "kebebasan" -- hasil Critique of Practical Reason. Jadi, keindah.an analog dengan keniscyaan alam, dan sublim analog dengan kebebasan. Sedangkan seni dan genius nienunjukkan analogi kerjasama antara alam dan kebebasan dalam menghasilkan suatu bal. Dengan menggunakan Sejarah Estetika sebagai latar belakang, pemikiran Estetika Kant menjadi kulminasi dari permasalahan-permasalahan Estetika pra-Kant, terutama permasalahan Estetika yang dimunculkan oleh para filsuf Inggris. Unsur penyatu di dalam pemikiran Estetika Kant itu adalah "judgment". Secara garis besar pokok-pokok permasalahan di dalam pemikiran Estetika Kant dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) permasalahan keindahan dan sublim, dan (2) permasalahan seni dan genius. Pembahasan permasalahan keindahan dan sublim di.mulai dengan menggunakan sarana judgment of taste, dan judgment of taste itu sendiri diterangkannya dengan menggunakan momen-momen seperti yang terdapat di dalam Critique of Pure Reason. Menurut Kant, terdapat 4 momen judgment of taste, dan mereka disebut "momen-momen keindahan". Keindahan dan sublim merupakan objek-objek yang menghasilkan peristiwa estetis. Keduanya memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu: keindahan bersifat sangat teratur, sedangkan sublim bersifat sangat tidak teratur -- sublim kemudian dibedakan menjadi sublim yang matematis dan sublim yang dinamis. Setelah keindahan dan sublim adalah permasalahan seni dan genius. Maksud kedudukan seni dan genius di dalam "Deduksi Aesthetic Judgment" adalah bahwa, pertama-tama, genius di dalam seni menunjukkan peran atau sumbangan alam dalam "peristiwa keindahan" di dalam seni. Kedua, "seni" dalam arti Kantian adalah bukan objek khusus yang hadir di hadapan kita; "seni" dalam arti Kantian adalah semacam "proses", ia adalah suatu "gangguan" di satu atau dua pancaindera kita! "Proses permainan" itu terjadi di dalam dunia supersensible. Hal ini membuktikan keberadaan dunia supersensible. Kembali lagi pada persoalan genius di atas; hanya seorang genius saja yang dapat membuat atau berbuat hal seperti itu.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Harsawibawa
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah memberikan insight atas sesuatu yang terjadi di dalam diri pengamat ketika ia berhadapan dengan sebuah Objek estetis. Kejadian itu disebut pengalaman estetis. Dengan menggunakan perspektif dan metode yang agak berbeda dengan pada umumnya, penelitian ini berhasil mendapatkan wawasan baru atas pengalaman estetis. Ada sejumlah pemikiran dari para filsuf besar mengenai pengalaman estetis: Pengalaman estetis merupakan pengalaman yang berbeda dengan pengalaman biasa (Dewey). Dalam kejadian itu subjek-pengamat mengalami keadaan yang "tidak wajar" (Aritstoteles, Aquinas dan Schoggnhnuer); di dalam dirinya terjadi perubahan tertentu dimana objek biasa rnenjadi objek estetis (Bullough). Dan semua itu dimungkinkan karena di dalam dirinya ada fakultas tertentu yang "menjelaskan" apa yang dihadapinya itu (Kant). Walaupun pengalaman estetis sifatnya sangat subjektif tetapi ia tidak dapat dilepaskan dari "dunia luar" (Beardsley). Itulah sebabnya untuk menghasilkannya objek harus dipandang sebagai sesuatu yang memiliki "wajah- wajah" tertentu (Aristoteleg, Aguinas, Q; dan QL), dan objek yang hadir di dalam diri kita dipandang secara virtual (Langer). Perspektif yang penulis gllilakan dalam penelitian ini adalah kesadaran - dalam hal ini adalah phenomenal consciousness. Dengan perspektif ini berhasil dikuaklah aspek terdalam dari pengalaman estetis; dengan sifamya yang menunjuk pada "what-it-is-like" dari sesuatu yang dialami oleh seseorang, ia berhasil menunjukkan bahwa pengalaman estetis memiliki segi-segi: unity, intensionalitas, struktur Gestalt, perbedaan antara the Centre dan the Periphery, mood, qualitativeness dan pleasurel unpleasure. Dengan menggunakan phenomenal consciousness sebagai perspektif maka dibutuhkanlah sebuah metode yang juga agak berbeda dari yang umum dikenal. Pandangan umum mengatakan bahwa Fenomenologi adalah metode yang paling pantas untuk menelaah pengalaman estetis, dan penelitian ini menunjukkan bahwa Fenomenologi memang mampu untuk menguak apa yang terjadi di dalam pengalaman estetis. Tetapi ia tidak berhasil menunjukkan bagaimana semua itu bisa terjadi. Untuk itu dibutuhkanlah Heterofenomenologi. Dengan Heterofenomenologi sebagai prinsip dan dibantu dalam tataran implementasi oleh "Model Teater" dari Baars (1997) berhasil ditunjukkanlah bahwa di dalam pengalaman estetis terdapat "titik berangkat" (berbicara mengenai proses "penangkapan" objek estelis), (berbicara mengenai realitas baru [di dalam diri pengamat] yang dihasilkan oleh objek estetis), "pemain di panggung" (berbicara mengenai sumber-sumber pengalaman estetis, yaitu: indera, ide, tatanan [cerita dan bunyi], imaji, pleasurel displeasure dan feeling), "sportlight of attention" (berbicara mengenai arah perhatian nada sam tink di dalam menghadapi objek estetis), "konteks di belakang panggung" (berbicara mengenai "dunia" dalam Fenomenologi), dan "penonton" (berbicara mengenai permainan hal-hal tertentu di otak pengamat dalam membangun pemahamannya mengenai objek esetis).
Depok: Universitas Indonesia, 2007
D1592
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library