Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amanda Halimi
"Prevalensi infeksi soil-transmitted helminths (STH) di Indonesia cukup tinggi, terutama di daerah perkebunan, dan anak-anak usia sekolah memiliki resiko terinfeksi paling tinggi. Tujuan riset ini adalah mengetahui efektivitas penyuluhan terhadap pengetahuan perilaku membersihkan diri berkaitan dengan infeksi (STH) pada murid Madrasah Tsanawiyah (MTs) X, Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan desain pre-post study. Pengumpulan data melalui kuesioner dilakukan di MTs X dengan mengikutsertakan semua murid, 133 orang. Data dianalisis dengan program SPSS 17.0. Hasilnya menunjukkan terdapat 54,1% murid laki-laki, 41,4% kelas 8, 56,4% tidak pernah terinfeksi cacing STH, dan 78,9% mengetahui orang di sekitar yang pernah cacingan. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara perilaku membersihkan diri terkait infeksi STH dengan gender (Mann-Whitney, p>0,05), kelas (Kruskal-Wallis, p>0,05), dan riwayat infeksi (Mann-Whitney, p>0,05), namun berbeda bermakna dengan riwayat infeksi sekitar (Mann-Whitney, p<0,05). Peningkatan pengetahuan perilaku setelah penyuluhan tidak berbeda bermakna dengan gender (Mann-Whitney, p>0,05), riwayat infeksi (Mann-Whitney, p>0,05), dan riwayat infeksi sekitar (Mann-Whitney, p>0,05), namun berbeda bermakna dengan kelas (Kruskal-Wallis, p<0,05). Setelah penyuluhan, pengetahuan mengenai perilaku kebersihan berbeda bermakna dengan sebelum penyuluhan (Wilcoxon, p<0,05); tampak pada nilai median yang meningkat dari 72 (20-92) menjadi 100 (52-100). Disimpulkan penyuluhan efektif dalam meningkatkan pengetahuan murid mengenai perilaku kebersihan terkait infeksi STH. Peningkatan pengetahuan berhubungan dengan kelas, namun tidak berhubungan dengan gender, riwayat infeksi, dan riwayat infeksi sekitar.

The prevalence of Soil-Transmitted Helminths (STH) infection in Indonesia is high, especially in plantation areas, and school-aged children are at the greatest risk for this infection. The aim of this study is to know the effectiveness of health education on the knowledge of hygienic behavior related to STH infection in students of Madrasah Tsanawiyah (MTs) X, Pacet, Cianjur, West Java. Pre-post study design was used. Data was collected through questionnaires at MTs X filled by all 133 students. Analysis was done using SPSS 17.0 program. Result showed 54,1% were male, 41,4% eighth graders, 56,4% had never been infected with STH, and 78,9% had surrounding acquintances infected with STH. Hygienic behavior has no significant difference with gender (Mann-Whitney, p> 0,05), grade (Kruskal-Wallis, p>0,05), and infected history (Mann-Whitney, p>0,05), but there was a significant difference with surrounding infected history (Mann-Whitney, p<0,05). Knowledge increase after education has no significant difference with gender (Mann-Whitney, p>0,05), infected history (Mann-Whitney, p>0,05), and surrounding infected history (Mann-Whitney, p>0,05), but there was a significant difference with grade (Kruskal-Wallis, p<0,05). After health education, students’ knowledge had significant difference with before education (Wilcoxon test, p<0,05). The median increased from 72 (20-92) to 100 (52-100). In conclusion, health education is effective in improving students’ knowledge of hygienic behavior related to STH infection. Knowledge increase is associated with grade, but not with gender, infected history, and surrounding infected history."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Halimi
"Latar belakang: Pasien gagal jantung sering mengalami readmisi dengan tingkat mortalitas yang tinggi sehingga diperlukan deteksi dini dan tatalaksana yang tepat untuk memperbaiki prognosis. Resiko rawat inap akibat gagal jantung bahkan lebih meningkat pada pasien diabetes mellitus (DM) tipe 2, yaitu 1.5x lebih tinggi. Menggunakan kecerdasan buatan, dapat dilakukan integrasi antara data klinis dengan pemeriksaan penunjang seperti EKG dan rontgen thorax. Selain itu, kecerdasan buatan juga dapat membantu diagnosis di bidang kardiovaskular tanpa adanya variabilitas antar pengamat, serta meningkatkan efisiensi waktu dan biaya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan kecerdasan buatan dengan statistik konvensional dalam memprediksi luaran klinis lama rawat, readmisi 30 hari, mortalitas 180 hari, dan luaran gabungan pada pasien gagal jantung dekompensasi akut (GJDA) dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe 2.
Metode: Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap pasien GJDA dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe 2 pada periode Januari 2018 – Maret 2023. Dilakukan analisis data menggunakan statistik konvensional dengan analisis bivariat dan multivariat, dimana hasilnya kemudian dibandingkan dengan analisis menggunakan algoritme kecerdasan buatan, yaitu Balanced Random Forest.
Hasil: Melalui rekam medis, didapatkan 292 subjek penelitian dengan persentase lama rawat >5 hari, readmisi 30 hari, mortalitas 180 hari, dan luaran gabungan yang diobservasi adalah 39.7%, 14.0%, 10.6%, dan 21.2% berturut-turut. Kemampuan diskriminasi kecerdasan buatan lebih baik dibandingkan statistik konvensional untuk keempat luaran, dengan AUC lama rawat >5 hari adalah 0.800 vs 0.775, readmisi 0.790 vs 0.732, mortalitas 0.794 vs 0.785, dan luaran gabungan 0.628 vs 0.596.
Kesimpulan: Kecerdasan buatan lebih baik dibandingkan statistik konvensional untuk memprediksi luaran klinis berupa lama rawat, readmisi 30 hari, mortalitas 180 hari, dan luaran gabungan pada pasien GJDA dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe 2.

Background: Heart failure patients often experience readmissions with a high mortality rate, therefore early detection and appropriate management are required to improve the prognosis. The risk of hospitalization due to heart failure is increased 1.5x in type 2 diabetes mellitus (DM) patients. Using artificial intelligence, clinical data can be integrated with supporting examinations such as ECG and chest X-ray. Artificial intelligence can also help diagnoses in the cardiovascular field without inter-observer variability, as well as increasing time and cost efficiency.
Objective: This study aims to compare the ability of conventional statistics with artificial intelligence in predicting clinical outcomes, namely length of stay, 30-day readmission, 180- day mortality, and composite outcome in acute decompensated heart failure (ADHF) patients with reduced ejection fraction and type 2 DM.
Methods: A retrospective cohort study was conducted on 292 ADHF patients with reduced ejection fraction and type 2 DM in the period January 2018 – March 2023. Data analysis was carried out using conventional statistics with bivariate and multivariate analysis, where the results were then compared with analysis using artificial intelligence algorithm, namely Balanced Random Forest.
Results: The percentages of outcomes observed for length of stay >5 days, 30 day readmission, 180 day mortality, and composite outcome were 39.7%, 14.0%, 10.6%, and 21.2% respectively. The discrimination ability of artificial intelligence was better than conventional statistics for all four outcomes, with the AUC of length of stay >5 days were 0.800 vs 0.775, readmission 0.790 vs 0.732, mortality 0.794 vs 0.785, and combined outcome 0.628 vs 0.596.
Conclusion: Artificial intelligence is better than conventional statistics in predicting clinical outcomes in the form of length of stay, 30-day readmission, 180-day mortality, and composite outcome in ADHF patients with reduced ejection fraction and type 2 DM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library