Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andira Hardjodipuro
"ABSTRAK
Malaria masih menjadi salah satu masalah kesehatan penyebab kematian di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir, diketahui resistensi pengobatan malaria dengan klorokuin dan kina semakin mengkhawatirkan sehingga dibutuhkan pengobatan alternatif menggunakan bahan alami. Tanaman Sambiloto diketahui memiliki beberapa senyawa aktif yang bersifat antimalaria. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorik yang bertujuan untuk mengetahui dosis ekstrak daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) yang memiliki aktivitas antimalaria paling baik dalam menurunkan densitas Plasmodium berghei pada mencit Swiss-Webster secara In Vivo. Dari 25 sampel yang ada dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, yang masing-masing diberikan dosis 0,5 mg/20 gram, 1,0 mg/20 gram, 1,5 mg/20 gram serta kontrol positif dan kontrol negatif. Setiap kelompok perlakuan dihitung peningkatan densitas parasit dan persentase penghambatan yang terjadi. Dari data yang diperoleh, dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk, uji hipotesis dengan Kruskal-Wallis, dilanjutkan dengan analisis menggunakan Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan dosis sebesar 0,5 mg/20 gram, 1,0 mg/20 gram, 1,5 mg/20 gram berat badan tidak memiliki aktivitas antimalaria.

ABSTRACT
Malaria remains one of the health problems that causes death in Indonesia. In the last 10 years, the resistance of malaria against chloroquine and Kina treatment is increasing, so we need alternative treatments using natural substances. Sambiloto herb is known to have some antimalarial active compounds. This study was a laboratoric experiment that aimed to determine which dose has the most excellent antimalarial activity in lowering the Plasmodium berghei density in Swiss- Webster mice. Twenty-five samples were divided into 5 groups, each of group was given a dose 0.5 mg/20 grams, 1.0 mg/20 grams, 1.5 mg/20 grams, 1 positive control, and 1 negative control. The increase of parasites density and the percentage of inhibition were calculated in each group. The normality data was tested using Shapiro-Wilk, the hypothesis test was analysed with Kruskal-Wallis, followed by analysis by Mann-Whitney. The results show that neither group of dose dose 0.5 mg/20 grams, 1.0 mg/20 grams, 1.5 mg/20 grams has antimalarial activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andira Hardjodipuro
"Latar belakang: Alopesia androgenetik (AAG) merupakan penyebab kebotakan rambut yang paling sering ditemui dan mengganggu kualitas hidup. Meskipun AAG tidak mengancam nyawa, namun berbagai studi menunjukkan bahwa AAG tidak hanya dianggap sebagai penyakit kulit/estetik semata namun berkaitan dengan kondisi-kondisi sistemik, salah satunya adalah sindrom metabolik (SM). Beberapa studi menunjukkan juga bahwa pola kebotakan pada AAG memiliki risiko yang berbeda terhadap penyakit tertentu. Penelitian ini bertujuan hubungan antara pola kebotakan AAG tipe verteks dan tipe frontal terhadap SM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang yang dilakukan terhadap 24 laki-laki dengan AAG tipe verteks dan 24 laki-laki dengan AAG tipe frontal. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis AAG berdasarkan skala Norwood-Hamilton, serta dilakukan pengambilan foto, pemeriksaan trikoskopi, TrichoScan® pada masing-masing subjek penelitian. Sindrom metabolik ditegakkan berdasarkan kriteria National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel (ATP) III melalui pemeriksaan fisik dan laboratorium darah vena.
Hasil: Prevalensi SM pada kelompok AAG tipe verteks adalah sebesar 37,5%, sedangkan pada tipe frontal sebesar 20,8%. Tidak didapatkan hubungan antara SM dengan AAG tipe verteks ataupun tipe frontal (p = 0,341). Pada kelompok AAG tipe verteks didapatkan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok AAG tipe frontal (p = 0,043). Tidak ada perbedaan bermakna gambaran trikoskopi ataupun TrichoScan® antara AAG tipe verteks dan tipe frontal.
Kesimpulan: Prevalensi SM pada kelompok AAG tipe verteks lebih besar dibandingkan pada kelompok AAG tipe frontal. Tidak ada hubungan bermakna antara pola kebotakan AAG dengan SM. Tidak ada hubungan bermakna gambaran trikoskopi dan TrichoScan® antara kelompok AAG tipe verteks dengan tipe frontal.

Background: Androgenetic alopecia (AAG) is the most common cause of hair loss, impacting quality of life. Although AAG is not life-threatening, various studies indicate that it is not merely a cosmetic skin condition but is associated with specific systemic conditions, including metabolic syndrome (MS). Some studies also suggest that the pattern of baldness in AAG poses varying risks for specific diseases. This research aims to explore the relationship between AAG vertex and frontal patterns of baldness and metabolic syndrome.
Methods: This study adopts a cross-sectional design involving 24 males with vertex AAG and 24 males with frontal AAG. Anamnesis and physical examinations were conducted to diagnose AAG using the Norwood-Hamilton scale. Each subject underwent photography, trichoscopy, and TrichoScan®, examination. Metabolic syndrome diagnosis followed the National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) criteria through physical examination and venous blood laboratory tests.
Results: The prevalence of metabolic syndrome in the AAG vertex group is 37.5%, whereas in the frontal group, it is 20.8%. No significant relationship was found between metabolic syndrome and AAG vertex or frontal types (p = 0.341). The AAG vertex group showed a significantly higher prevalence of hypertension than the frontal group (p = 0.043). There were no significant differences in trichoscopy or TrichoScan®¸ findings between AAG vertex and frontal types.
Conclusion: The prevalence of metabolic syndrome is higher in the AAG vertex group compared to the AAG frontal group. There is no significant association between metabolic syndrome and the pattern of AAG baldness. Additionally, there is no significant difference in trichoscopy and TrichoScan®¸ findings between AAG vertex and frontal groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library