Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anindya Aulia Pratiwi
"Dalam fabrikasi suatu pipa, diperlukan suatu perlindungan agar pipa terhindar dari serangan korosi. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah pelapisan organik dikarenakan mudah untuk dilakukan. Sayangnya, pengaplikasian metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga menghambat proses fabrikasi. Sekarang ini telah terdapat produk cat yang memiliki waktu pengeringan yang cepat.
Dilakukan perbandingan antara produk lama (X) dengan produk baru (Y) untuk mengetahui produk mana yang lebih cepat dan memiliki kualitas yang lebih baik dari segi ketahanan korosi dan daya lekat cat. Dilakukan juga metode preparasi dengan tingkat kebersihan Sa 2,5 dan Sa 3 serta peningkatan temperatur saat aplikasi dilakukan. Tingkat ketahanan korosi diketahui dengan pengujian sembur kabut garam dan daya lekat cat diketahui dengan pengujian adhesi. Untuk mengecek apakah terdapat cacat setelah pengecatan, dilakukan pengujian holiday.
Dari pengujian sembur kabut garam didapatkan kedua produk memiliki ketahanan korosi yang sama baik pada metode scratch maupun metode unscratch. Namun, dari metode unscratch didapatkan blister pada permukaan produk X tetapi tampilannya lebih mengkilap. Untuk nilai daya lekat yang tinggi, didapatkan pada produk Y. Penggunaan perbedaan tingkat kebersihan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas cat, kemudian penggunaan temperatur yang lebih tinggi dan penggunaan produk Y dapat mempercepat waktu pengeringan.

In fabricating a pipe, a protective is necessary to avoid corrosion attack. One method that is widely used is organic coating because it’s easy to do. Unfortunately, application of this method requires a long time thus inhibiting the process of fabrication. Now it has been found a new paint product that has a fast drying time.
Comparison between the old product (X) with a new product (Y) is conducted to determine which products are faster and have better quality in terms of corrosion resistance and paint adhesion. Different preparation methods also performed with the level of cleanliness Sa 2.5 and Sa 3 as well as increasing the temperature at which the application is done. The level of corrosion resistance is known by salt spray test and paint adhesion is known by adhesion test. To check whether there are defects after painting, holiday test is performed.
From salt spray test, obtained the two products have the same corrosion resistance both in the scratch method and unscratched method. However, from unscratched method, obtained that in surface of product X appears blister but it looks shinier. For the higher adhesion, it's obtained on product Y. The use of differences in the level of cleanliness has no significant effect on the quality of the paint, then the use of higher temperatures and product Y can speed up the drying time.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Aulia Pratiwi
"ABSTRAK
Pada tahun 2010, total jumlah bottom ash yang diproduksi di Jerman adalah
sebesar 5 juta ton per tahun dan jumlah sampah yang diinserasi adalah 20.6 juta ton per
tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa sampah masih merupakan suatu masalah di
Jerman. Walaupun bottom ash sudah sering digunakan sebagai material sekunder, namun
masih belum dapat mengurangi masalah sampah. Penggunaan bottom ash pada konstruksi
dan pembuatan jalan juga dikurangi dimana adanya larangan yang membatasi karena
dapat mengkontaminasi tanah. Salah satu cara untuk mengurangi masalah sampah adalah
dengan memulihkan elemen berharga yang ada pada bottom ash sehingga dapat
digunakan sebagai material sekunder. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak
penelitian yang dilakukan untuk memulihkan elemen berharga, namun proses yang
dilakukan masih menggunakan larutan kimia dimana tidak ramah lingkungan.
Suatu proses baru dibutuhkan untuk memulihkan elemen berharga tanpa
menghasilkan sampah lainnya. Pertama-tama, bottom ash dikeringkan untuk mengurangi
kandungan air dan kemudian digiling untuk mengecilkan ukurannya. Setelah itu bottom
ash akan disaring dan dipisahkan menjadi lima fraksi yang berbeda, yaitu 500 μm, 250
μm, 125 μm, 63 μm, dan kurang dari 63 μm. Dikarenakan penelitian ini hanya difokuskan
pada fraksi magnetik, maka proses pemisahan menggunakan magnet juga dilakukan
untuk mengetahui elemen apa saja selain besi yang akan terpisahkan dengan metode ini.
Terakhir proses pemisahan gravitasi dilakukan untuk mendapatkan elemen berharga dari
bottom ash. Observasi menggunakan mikroskop digital dan mikroskop optik juga
dilakukan untuk mengetahui morfologi dari bottom ash. Bottom ash yang telah diproses
kemudian akan dianalisa menggunakan SEM-EDS dan XRF untuk mengetahui kandungan
kimianya. Berdasarkan hasil karakterisasi diketahui bahwa bottom ash mengandung
banyak elemen berharga seperti besi, nikel, kromium, dan kobalt. Elemen yang memiliki
persentase pemulihan terbesar adalah besi dimana persentase beratnya meningkat dari
5.061% menjadi 33.790%. Setelah seluruh proses pemisahan dilakukan diketahui adanya
partikel non magetik, yaitu partikel silikon yang dilapisi dengan lapisan magnetik.

ABSTRACT
The total amount of bottom ash produced in Germany in 2010 was 5 million tons
per year while the total amount of incinerated waste was 20.6 million tons per year[1].
This number indicates that waste is still a big problem in Germany. Even though bottom
ash is widely used as secondary material, it is still not enough to reduce the problem. The
use of bottom ash in construction and roads will also decreases since it is limited by the
regulation due to soil contamination. One way to reduce the problem is to recover the
valuable elements in the bottom ash thus it can be used as secondary material. For the
past few years, many researches have been done to recover the valuable elements.
However, the process that is used to recover the element is using chemical solution, such
as leaching, which is not environmentally friendly.
In order to protect the environment and not produce another waste after the
process, a new recovery process is needed. At first, bottom ash must be dried to reduce
the water content and ball milled to reduce its size. Afterwards, it sieved into five different
fractions, which are 500 μm, 250 μm, 125 μm, 63 μm, and less than 63 μm. This study is
focused on the magnetic fraction of bottom ash separated by magnets to find out, which
elements beside iron can be separated with this technique. In the end, gravity separation
process was done in order to obtain the valuable elements from bottom ash. Bottom ash
was also observed with digital microscope and optical microscope in order to found out
its morphology. Bottom ash that has been processed then will be analysed with SEMEDS
and XRF to discover its chemical content. From both characterizations, it is known
that bottom ash contained many valuable elements such as iron, nickel, chromium, and
cobalt. Element which has the highest recovery percentage is iron, which its weight
percentage is raising from 5.061% to 33.790%. After separation processes, some light
and non-magnetic particles have been observed. These are silicon particle which is
encapsulated with a magnetic layer.;"
2016
T46311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library