Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Rahmadhany
"Latar Belakang : Diagnosis tuberkulosis pada anak tidak mudah sehingga sering terjadi under diagnosis atau over diagnosis. Uji tuberkulin sebagai penunjang untuk mengetahui infeksi tuberkulosis memiliki angka negatif palsu 10-25%. Mayoritas pasien tuberkulosis anak memiliki kadar seng plasma yang rendah dibanding anak sehat.
Tujuan : Mengetahui efektivitas krim seng topikal untuk meningkatkan diameter indurasi uji tuberkulin pada pasien TB anak.
Metode : Uji klinis tidak tersamar dengan subjek penelitian bertindak sebagai perlakuan dan kontrol (matching) yang berlangsung selama bulan Oktober 2012 hingga Desember 2012. Subjek penelitian merupakan pasien tuberkulosis usia 2- 18 tahun di Departemen IKA RSCM dan Bagian Anak RS Persahabatan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Analisis data penelitian dengan menggunakan uji non parametrik Wilcoxon signed rank test menggunakan SPSS versi 15.
Hasil : Penelitian dilakukan pada 47 subjek. Mayoritas subjek penelitian memiliki status gizi baik (53%), median durasi pengobatan <6 bulan, median usia 72 bulan dan 47% merupakan kelompok usia <5 tahun. Sebanyak 16 subjek memiliki median selisih perbedaan indurasi uji tuberkulin lengan kanan dan kiri sebesar 1 mm (P<0,001) namun secara klinis tidak bermakna. Tiga puluh subjek lainnya tidak memiliki perbedaan indurasi uji tuberkulin lengan kanan dan kiri. Dua puluh subjek (43%) mengalami reaksi Koch setelah penambahan krim seng topikal. Pemberian krim plasebo tidak menyebabkan reaksi Koch.
Simpulan : Pemberian krim seng topikal tidak terbukti bermakna secara klinis dalam meningkatkan indurasi uji tuberkulin dibandingkan krim plasebo.

Background : Diagnosis of tuberculosis in children is difficult, under diagnosis or over diagnosis is commonly happened. Tuberculin test as an important supporting examination for tuberculosis infection has false negative value 10-25%. Majority of children with tuberculosis have lower plasma zinc level than healthy children.
Objective : To evaluate effectiveness of topical zinc cream in augmenting diameter of tuberculin induration among children with tuberculosis.
Methods : Unblinded clinical trial involving subjects matched with themselves was performed between October 2012 until December 2012. Subjects were children with tuberculosis aged 2-18 years old in Child Health Departement Cipto Mangunkusumo Hospital dan Persahabatan Hospital, Jakarta. Data analysis was performed with Wilcoxon signed rank test using SPSS 15 version.
Results : There were 47 subjects recruited in this study. Majority of subjects were well nourished (53%), underwent treatment <6 months (median), aged 72 months (median) and were under-five children (47%). Sixteen subjects showed 1 mm (median) difference of tuberculin induration between zinc arm and placebo arm (P<0,001). This difference is statistically significant but clinically insignificant. Twenty two subjects (43%) had Koch reaction after zinc cream application. Application of placebo cream didn't cause any Koch reaction.
Conclusion: Application of topical zinc cream is clinically insignificant to augment tuberculin induration compared to placebo cream.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Rahmadhany
"Latar Belakang: Penelitian mengenai proporsi dan faktor prediksi karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A di faring belum banyak di Indonesia. Karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A tersebut dapat menjadi sumber penularan terutama untuk lingkungan terdekat. Pada individu yang rentan, demam reumatik akut dapat terjadi pasca-faringitis Streptococcus beta-hemolyticus grup dengan komplikasi jangka panjang yaitu penyakit jantung reumatik.
Tujuan: Mengetahui faktor prediksi dan proporsi karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A, mengetahui proporsi karditis subklinis dan mengetahui pola sensitivitas antibiotik terhadap Streptococcus beta-hemolyticus grup A.
Metode: Penelitian ini adalah studi analitik potong lintang di SDN 05 Manggarai Jakarta Selatan terhadap 201 subyek anak usia 6-12 tahun pada November-Desember 2019. Pada seluruh subyek tidak dijumpai riwayat infeksi saluran napas akut maupun riwayat penggunaan antibiotik dalam dua minggu terakhir dan tidak terdapat penyakit jantung bawaan/penyakit jantung reumatik. Subyek menjalani pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium (darah perifer lengkap, LED, CRP, ASTO, kultur usap tenggorok) dan ekokardiografi. Analisis bivariat faktor prediksi terdapatnya karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang bermakna dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik multipel. Hasil analisis multivariat dilaporkan sebagai odds ratio (OR).
Hasil: Dari 201 subyek, 54,7% subyek berjenis kelamin perempuan dan median usia adalah 9,6 tahun. Proporsi karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A dan proporsi karditis subklinis adalah 13,9% IK 95% (9,2%-18,6%) dan 0,5%. Faktor prediksi terdapatnya karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A adalah pembesaran tonsil (p=0,03). Pembesaran kelenjar getah bening servikal, status ekonomi, status gizi, jumlah saudara kandung dalam 1 rumah, jenis kelamin, jumlah orang dalam 1 rumah, kondisi rumah, dan pendidikan ibu tidak terbukti menjadi faktor prediksi terdapatnya karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Pola sensitivitas antibiotik penisilin G, eritromisin, vankomisin, klindamisin, kloramfenikol, azitromisin, dan tetrasiklin terhadap Streptococcus beta-hemolyticus grup A berturut-turut adalah 100%, 89%, 86%, 75%, 68%, 68% dan 32%.
Simpulan: Proporsi karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A dan proporsi karditis subklinis adalah 13,9% dan 0,5%. Faktor prediksi terdapatnya karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang bermakna adalah pembesaran tonsil. Penisilin G memiliki sensitivitas 100% terhadap Streptococcus beta-hemolyticus grup A.
Background: Published data from Indonesia is rare regarding proportion and predicting factors of group A Streptococcal (GAS) carrier. There is risk of streptococcal transmission from GAS carrier to surrounding environment. Among highly susceptible patient, rheumatic fever could happen after GAS pharyngitis episode and also poses long-term morbidity of rheumatic heart disease.
Objective: To know predicting factors and proportion of GAS carrier, proportion of subclinical carditis and antibiotic sensitivity pattern of GAS.
Methods: Cross-sectional analytic study was performed from November till December 2019 at SDN 05 Manggarai Jakarta Selatan Indonesia. We enrolled 201 subjects who were asymptomatic, no history of antibiotic use in the last 2 weeks nor history of rheumatic fever or rheumatic heart disease. All subjects underwent physical examination, laboratory examination (complete blood count, erythrocyte sedimentation rate, c-reactive protein, ASTO, pharyngeal swab culture) and echocardiography. Statistical analysis included bivariate and multivariate analysis (logistic regression).
Results: Of the 201 subjects, 54.7% were female and median age were 9.6 years. Proportion of GAS carrier and subclinical carditis were 13.9% (CI 95% 9.2%-18.6%) and 0.5%. Predicting factor for GAS carrier was tonsil enlargement (p=0.03). Cervical node enlargement, economics status, nutritional status, number of siblings, sex, number of people in the house, house density, and mother‟s education were statistically insignificant. Antibiotic sensitivity pattern of penicillin G, erythromycin, vancomycin, clindamycin, chloramphenicol, azithromycin, and tetracycline respectively were 100%, 89%, 86%, 75%, 68%, 68% and 32%.
Conclusion: Proportion of GAS carriage and subclinical carditis are 13.9% and 0.5%. Predicting factor for GAS carrier is tonsil enlargement. Penicillin G has good sensitivity (100%) to GAS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library