Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Nurul Kirana
"ABSTRAK
Latar belakang: Kerusakan oksidatif berperan dalam proses penuaan dan juga beberapa penyakit degeneratif. Menjaga status antioksidan tubuh merupakan hal penting dalam mencegah terjadinya kerusakan oksidatif. Selenium adalah mineral yang penting mengingat perannya dalam pembentukan enzim antioksidan (selenoprotein), salah satunya glutation peroksidase untuk perlindungan terhadap radikal bebas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara asupan selenium dan aktivitas glutation peroksidase dengan karbonil plasma pada usia lanjut. Metode Penelitian: Penelitian potong lintang ini dilakukan di 5 Posbindu di Jakarta Selatan. Dilakukan wawancara untuk mengetahui identitas dan riwayat penyakit kronis. Data aktivitas fisik didapat melalui wawancara dengan kuesioner Physical Activity Scale for the Elderly (PASE). Indeks massa tubuh diperoleh dari hasil pemeriksaan antropometri berupa berat badan dan tinggi badan dari konversi tinggi lutut. Data asupan makan subjek diperoleh dari wawancara food recall 24 jam pada satu hari kerja dan satu hari libur serta Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium biokimia FKUI untuk mengetahui aktivitas glutation peroksidase, dan karbonil plasma. Hasil: Sebanyak 94 usia lanjut dengan rerata usia 70,34 ± 6,079 tahun mengikuti penelitian ini. Sebanyak 40% subjek mempunyai status gizi normal dengan 69,1% subjek memiliki riwayat penyakit kronis. Sebanyak 75,5% subjek pada penelitian ini belum mencukupi kebutuhan asupan selenium yang direkomendasikan Rerata kadar karbonil plasma 5,83 ± 1,95 nmol/ml dan 69,1% subjek mempunyai aktivitas glutation peroksidase yang rendah.. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat korelasi antara asupan selenium dengan aktivitas glutation peroksidase. Pada analisis multivariat asupan selenium dan tiga variabel perancu yaitu usia, indeks massa tubuh, dan asupan beta karoten hanya mempengaruhi kadar karbonil plasma sebanyak 3,7%. Diskusi: Hasil asupan selenium pada penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Makanan sumber selenium banyak berasal dari makanan berprotein yang dikonsumsi sehari-hari sehingga data asupan selenium didapat dari gabungan antara food recall 2 x 24 jam dan SQ-FFQ. Pemeriksaan status kognitif subjek juga perlu dilakukan untuk memastikan ada tidaknya gangguan kognitif. Pemeriksaan status antioksidan endogen lain seperti glutation (GSH) juga perlu dilakukan pada penelitian berikutnya untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi aktivitas glutation peroksidase dalam menekan kerusakan oksidatif pada usia lanjut.

ABSTRACT
Introduction: Oxidative stress contributed in aging process and several degenerative diseases. Maintaining the body's antioxidants status were important to prevent oxidative stress. Selenium was an important trace element due to as a component of antioxidants enzymes (selenoproteins), including glutathione peroxidase for protection against free radical. We aimed to study the association between selenium intake and glutathione peroxidase activity with plasma carbonyl in elderly. Methods: Cross sectional study was held in 5 elderly communities in south Jakarta. Identity and chronic disease history were obtained from interview and Physical activity scale for the elderly (PASE) questionnaire used for assess physical activity. Weight and knee height measurement used to determine body mass index. Dietary intake data obtained from repeated 24 hours recall and Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). laboratory examination held in laboratory of biochemistry FKUI for assess glutathione peroxidase activity and plasma carbonyl level. Results: There were 94 elderly with mean of age 70.34 ± 6.079 years old contributed to this study. 40 % subjects had normal nutritional status and 69.1 % subject had history of chronic disease. There were 75.5 % subject had low intake of selenium. Mean of plasma carbonyl was 5.83 ±1.95 nmol/ml and 69.1% subject had low glutathione peroxidase activity. Statistical analysis results showed there were no significant correlation between selenium intake and glutathione peroxidase. In multivariate analysis selenium intake, age, body mass index, and beta-carotene intake explained 3,7% of the plasma carbonyl. Discussion: The result of selenium intake in current study much lower than previous study. Dietary selenium data obtained from repeated 24 hours recall combine with FFQ-SQ because the selenium food source similar with protein foods that consume daily. Assessment of cognitive function among subject needed for ensure cognitive status related to ability to remember dietary intake. Status of endogen antioxidant including glutathione (GSH) need to be considered for understanding about another factor that influence glutathione peroxidase in preventing oxidative stress."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurul Kirana
"Latar Belakang: Kejadian malnutrisi pada pasien pembedahan mayor dilaporkan sebanyak 40% yang berhubungan dengan penurunan asupan akibat dari gejala yang dialami dan inflamasi pascaoperasi.1,2Kehilangan massa otot pascaoperasi dapat terjadi mulai dari lima hari pascaoperasi dan hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pascaoperasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan protein pascaoperasi dengan perubahan Appendicular Skeletal Muscle Index (ASMI) pada pasien yang menjalani pembedahan mayor.
Metode: Penelitian prospektif observasional dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan mayor di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Analisis asupan protein dilakukan selama lima hari pascaoperasi. Perubahan ASMI didapatkan dari pemeriksaan praoperasi dan lima hari pascaoperasi. Analisis data dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney dan uji t tidak berpasangan (p < 0,05).
Hasil: Penelitian ini melibatkan 110 subjek yang didominasi subjek perempuan dengan median usia 50 tahun. Terdapat 51 subjek dengan asupan protein pascaoperasi < 0,6 g/kgBB/hari dan 59 subjek dengan asupan protein pascaoperasi ≥ 0,6 g/kgBB/hari. Hasil perubahan ASMI dalam rentang -3,9 sampai 2,5 kg/m2. Setelah dilakukan analisis statistik didapatkan perbedaan bermakna rerata perubahan ASMI antara subjek dengan asupan protein pascaoperasi < 0,6 g/kgBB/hari dengan asupan protein pascaoperasi ≥ 0,6 g/kgBB/hari.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara asupan protein pascaoperasi dengan perubahan ASMI pada pasien pembedahan mayor. Hal ini menunjukkan pentingnya pemberian protein pascaoperasi yang optimal untuk mempertahankan massa otot.

Background: The incidence of malnutrition in major surgical patients is reported to be as high as 40%, associated with reduced intake due to symptoms experienced and postoperative inflammation. Postoperative muscle mass loss can begin as early as five days after surgery and may increase the risk of postoperative complications. This study aims to investigate the relationship between postoperative protein intake and changes in the Appendicular Skeletal Muscle Index (ASMI) in patients undergoing major surgery.
Methods: A prospective observational study was conducted on patients undergoing major surgery at Cipto Mangunkusumo Hospital. Protein intake analysis was performed over five days postoperatively. Changes in ASMI were assessed through preoperative and five-day postoperative examinations. Data analysis was conducted using the Mann-Whitney test and independent t-test (p < 0.05).
Results: The study involved 110 subjects, predominantly female, with a median age of 50 years. There were 51 subjects with postoperative protein intake < 0.6 g/kgBW/day and 59 subjects with postoperative protein intake ≥ 0.6 g/kgBW/day. The range of ASMI changes was -3.9 to 2.5 kg/m . Statistical analysis revealed a significant difference in the mean ASMI change between subjects with postoperative protein intake < 0.6 g/kgBW/day and those with intake ≥ 0.6 g/kgBW/day.
Conclusion: There is a significant relationship between postoperative protein intake and changes in ASMI in major surgical patients. This highlights the importance of optimal postoperative protein provision to maintain muscle mass.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library