Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Rizky Shadrina
"Penyimpanan obat merupakan salah satu standar pelayanan kefarmasian yang diaplikasikan di apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016. Kriteria yang perlu diperhatikan terkait dengan penyimpanan obat yaitu obat yang disimpan harus ditempatkan dalam kondisi yang sesuai untuk meminimalisir kontaminasi sehingga mutu dari suatu obat tersebut dapat terjamin. Penyimpanan obat yang baik dapat memudahkan dalam pencarian sediaan pada saat pelayanan kefarmasian. Penyimpanan obat yang tidak sesuai dengan standar yang ada dapat menimbulkan beberapa masalah, di antaranya yaitu sulit dalam melakukan penelusuran atau pencarian sediaan farmasi sehingga dapat memperlambat proses dispensing. Melihat permasalahan tersebut, maka dilakukan manajemen terkait dengan penyimpanan obat ethical di Apotek Kimia Farma 0267 Bintaro yang bertujuan untuk mengoptimalisasi manajemen penyimpanan obat ethical, dan mempermudah pencarian obat ethical sehingga waktu pelayanan obat pasien lebih cepat. Metode yang dilakukan ialah dengan mencatat obat-obatan atau vitamin yang belum memiliki tempat untuk disimpan, menyusun obat secara alfabetis di setiap kelas terapi yang sudah ada sebelumnya, dan membuat list atau menyantumkan daftar nama obat di tempat penyimpanan (lemari) stock obat guna mempermudah dalam pencarian, pengambilan, dan penyimpanan stock obat. Pengelolaan penyimpanan sediaan farmasi di Apotek Kimia Farma 0267 Bintaro dikategorikan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, obat khusus, dan kestabilan obat yang disusun berdasarkan alfabetis dan diberi label berwarna pada kotak obat guna memudahkan dalam pencarian obat dan membedakan satu kelas terapi dengan yang lainnya. Penyimpanan obat juga ditandai dengan sticker LASA dan terdapat daftar obat yang ditempel di pintu lemari kecil penyimpanan obat bertujuan untuk memudahkan pencarian stock obat.

Proper drug storage is essential in upholding pharmaceutical service standards within pharmacies, aligning with the Indonesian Regulation of the Minister of Health No. 73/2016. This regulation aims to ensure that drugs are stored optimally, minimizing contamination risks and preserving their quality. Effective storage not only maintains medication quality but also streamlines pharmacy operations by facilitating efficient drug retrieval for dispensing. Failure to comply with storage standards can lead to challenges in locating and tracking medicines, resulting in delays in the dispensing process. Addressing these issues, Kimia Farma 0267 Bintaro Pharmacy has implemented strategic practices for ethical medicine storage, aiming to improve storage management and expedited patient services. The pharmacy utilizes a systematic approach involving recording unallocated medicines, arranging them alphabetically within therapy classes, and creating a comprehensive drug list within the storage area. Their storage management strategy categorizes medicines based on therapeutic class, dosage form, specific drug, and stability. These categories are organized alphabetically and color-coded on medicine boxes, simplifying drug retrieval and differentiation. The pharmacy also employs a "Look-Alike Sound-Alike" (LASA) sticker system and attaches a drug list to the storage cabinet door, further enhancing efficient drug stock searching. In conclusion, adhering to proper drug storage practices is crucial for maintaining pharmaceutical quality and expediting patient care. Kimia Farma 0267 Bintaro Pharmacy's strategic approach to drug storage management stands as a noteworthy model for optimizing pharmaceutical services through organized and efficient storage protocols."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rizky Shadrina
"Industri farmasi merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat dan telah mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi dalam pembuatan obat memiliki pedoman CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) yang digunakan guna memastikan agar obat yang dihasilkan memiliki kualitas dan mutu yang sesuai dengan persyaratan serta tujuan penggunaannya. Dalam pedoman CPOB mencakup penjelasan mengenai sistem komputerisasi yang tertera pada aneks 7. Sistem komputerisasi terdiri dari sistem komputer dan fungsi atau proses yang dikendalikan. Salah satu sistem komputerisasi di PT. Medifarma Laboratories ialah Spreadsheet Laporan Kalibrasi Thermohygrometer. Dalam memastikan thermohygrometer tersebut memberikan hasil yang akurat, maka dilakukan kalibrasi. Laporan kalibrasi thermohygrometer disajikan dalam bentuk spreadsheet menggunakan aplikasi Microsoft Excel yang digunakan untuk perhitungan data hasil kalibrasi thermohygrometer. Sehingga, spreadsheet laporan kalibrasi thermohygrometer perlu dilakukan validasi untuk memastikan bahwa spreadsheet tersebut menghasilkan data yang akurat, konsisten, dan meminimalisir kesalahan dari perhitungan manual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyusunan dokumen validasi sistem komputerisasi dan mengetahui hasil validasi sistem komputerisasi spreadsheet laporan kalibrasi thermohygrometer. Metode yang dilakukan dalam validasi sistem komputerisasi spreadsheet laporan kalibrasi thermohygrometer di PT. Medifarma Laboratories adalah membuat dokumen Computerised System Registration and Impact Assessment (CSRIA), User Requirement Specification (URS), Risk Assessment (RA), Validation Protocol (VP), dan Validation Report (VR). Hasil validasi spreadsheet laporan kalibrasi thermohygrometer di PT. Medifarma Laboratories sudah memenuhi kriteria dan spesifikasi yang dipersyaratkan oleh user (QA Supervisor) sehingga spreadsheet tersebut valid dan siap untuk digunakan.

The pharmaceutical industry operates as a licensed entity engaged in manufacturing drugs or medicinal components in accordance with legal regulations. This sector adheres to GMP (Good Manufacturing Practices) guidelines to ensure the production of drugs that meet quality standards and intended purposes. The CPOB guidelines encapsulate computerized systems, including a Thermohygrometer Calibration Report Spreadsheet used at PT. Medifarma Laboratories. Calibration ensures accurate thermohygrometer results, and this calibration report is presented using Microsoft Excel, facilitating calculation of calibration data. Validation of the thermohygrometer calibration report spreadsheet is crucial to ensure accuracy, consistency, and minimize manual calculation errors. This study focuses on the process of compiling validation documents for the computerized system and evaluating the validation results of the thermohygrometer calibration report spreadsheet. The validation process at PT. Medifarma Laboratories involves creating Computerized System Registration and Impact Assessment (CSRIA) documents, User Requirement Specification (URS), Risk Assessment (RA), Validation Protocol (VP), and Validation Report (VR). The validation of the thermohygrometer calibration report spreadsheet at PT. Medifarma Laboratories confirms its adherence to user (QA Supervisor) criteria and specifications, establishing its validity and readiness for use. This validation process guarantees accurate and reliable data, enhancing the quality and reliability of thermohygrometer calibration reporting within the pharmaceutical manufacturing context. The integration of computerized system validation ensures the precision and integrity of crucial processes in the pharmaceutical industry."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rizky Shadrina
"Pedagang Besar Farmasi ialah suatu perusahaan yang sudah mendapat izin dalam melakukan kegiatan untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pedagang Besar Farmasi dalam pelaksanaan kegiatannya wajib menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) bertujuan untuk memastikan bahwa sepanjang jalur distribusi atau penyaluran obat, mutu dan kualitasnya selalu terjaga sampai obat berada di tangan pasien sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Oleh karena itu, setiap PBF atau PBF Cabang wajib memiliki sertifikat CDOB dalam penyelenggaraannya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam CDOB yakni fasilitas bangunan dan peralatan. Bangunan dan peralatan wajib mengikuti pedoman yang tertera pada CDOB guna menjamin perlindungan dalam pendistribusian suatu obat. Oleh karena itu, dilakukan pengkajian terhadap bangunan dan peralatan di PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 3 yang bertujuan untuk mengetahui kesesuaian bangunan dan peralatan di KFTD Jakarta 3 dan mengkaji kelayakan dan kelengkapan dari aspek bangunan dan peralatan yang berada di KFTD Jakarta 3 berdasarkan pedoman CDOB. Metode yang dilakukan yaitu melakukan observasi langsung pada bangunan dan peralatan yang berada di KFTD Jakarta 3. Berdasarkan hasil penelitian, fasilitas bangunan dan peralatan yang berada di KFTD Jakarta 3 sudah cukup lengkap dan layak untuk digunakan dan hampir semuanya telah memenuhi ketentuan pada pedoman CDOB. Namun, sebaiknya kebersihan pada ruangan penyimpanan obat maupun ruangan lain lebih dipantau lagi dan dijaga dengan baik agar lebih bersih sehingga tidak terdapat debu atau kotoran.

Pharmaceutical Wholesalers are authorized companies engaged in the procurement, storage and distribution of drugs or medicinal substances on a large scale, following legal requirements. To ensure quality throughout the distribution process, Pharmaceutical Wholesalers must adhere to Good Drug Distribution Practices as outlined in Drug and Food Control Agency Regulation No. 9 of 2019. The main objective of Good Drug Distribution Practices is to maintain the quality of drugs during distribution, ensuring they reach patients in a suitable condition for their intended use. Therefore, Pharmaceutical Wholesalers and their branches are mandated to obtain a CDOB certificate, wherein building facilities and equipment play a vital role. These structures and tools must comply with CDOB guidelines to ensure safe drug distribution. A study was conducted at PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 3 (KFTD Jakarta 3) to assess the suitability, feasibility and compliance of its buildings and equipment with CDOB guidelines. The research involved direct observation of KFTD Jakarta 3's infrastructure. The findings indicated that the building facilities and equipment were largely comprehensive and met CDOB requirements. However, it is recommended to increase the cleanliness of the drug storage room and other areas to prevent dust and dirt accumulation. Regular monitoring and proper maintenance of cleanliness would contribute to a healthier environment for storing pharmaceuticals. In conclusion, Pharmaceutical Wholesalers, such as KFTD Jakarta 3, play a critical role in drug distribution, and their adherence to CDOB guidelines ensures the integrity and safety of medications as they reach patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rizky Shadrina
"Pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan satu kesatuan guna mendukung pelayanan upaya kesehatan. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 yaitu pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai. Sebagai salah satu upaya peningkatan pelayanan mutu kesehatan di Puskesmas, maka diperlukan penyediaan obat emergensi. Pelayanan kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan. Obat emergensi merujuk pada obat-obatan yang bersifat life saving dan diperlukan segera untuk pertolongan pasien. Ruang bersalin merupakan salah satu unit pelayanan di puskesmas yang menyediakan obat emergensi, sehingga dalam meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan maka dibutuhkan pengelolaan obat emergensi yang baik. Oleh karena itu, dilakukan evaluasi pengelolaan obat emergensi di ruang rawat bersalin puskesmas kecamatan pasar rebo dalam aspek perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis obat emergensi yang tersedia di ruang rawat bersalin dan mengetahui pengelolaan obat emergensi di ruang rawat bersalin. Metode yang dilakukan ialah melakukan pendataan jenis-jenis obat emergensi dan melakukan observasi terkait pengelolaan obat emergensi di ruang rawat bersalin. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kegiatan dalam pengelolaan obat emergensi ruang rawat bersalin sudah memenuhi regulasi yang ada namun kegiatan penyimpanan dan pemantauan pengelolaan obat emergensi belum memenuhi kriteria dalam regulasi.

Pharmaceutical services are essential components of health centers, dedicated to enhancing healthcare initiatives. These services encompass direct patient care through pharmaceutical preparations, aiming to tangibly enhance patients' quality of life. The management of pharmaceutical preparations and consumable medical materials is a pivotal activity outlined in the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 74 of 2016. Within public health centers, the provision of emergency medicines is paramount to addressing medical crises swiftly. Emergency services encompass urgent medical interventions that save lives and prevent disability, often involving the immediate administration of life-saving drugs. The delivery room, a pivotal unit within health centers, plays a pivotal role in administering such emergency medicines. Efficient management of emergency drugs is crucial for elevating healthcare quality, particularly in emergency scenarios. Effective emergency drug management is pivotal to ensuring swift and sufficient responses to medical emergencies. The study underscores the necessity for enhancing certain facets of emergency drug management, emphasizing compliance with regulations and standards to optimize patient care within Pasar Rebo Health Center's maternity ward. This study evaluates the management of emergency drugs within Pasar Rebo Health Center's maternity ward, focusing on planning, requesting, receiving, storing, distributing, controlling, recording, reporting, monitoring, and evaluating aspects. The study aims to identify available emergency drug types and assess overall management practices. Data collection and observations were employed. While numerous aspects of emergency drug management conform to regulatory standards, deficiencies emerged in storage and monitoring procedures, failing to meet specified criteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rizky Shadrina
"Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Salah satu standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Perencanaan kebutuhan merupakan salah satu unsur penting dalam pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Kekosongan persediaan alat kesehatan dapat dihindari dengan cara menyusun perencanaan kebutuhan dengan baik sehingga dapat menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, dan efisien. Apabila persediaan tidak diatur atau dikelola dengan baik, maka persediaan dapat mengalami kekurangan atau kelebihan dan akan menyebabkan kerugian pada rumah sakit. Oleh karena itu, dilakukan evaluasi perencanaan kebutuhan dengan menggunakan metode analisis ABC (Always, Better, Control). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah dalam menggunakan metode analisis ABC dan Mengetahui pengelompokkan alat kesehatan yang termasuk ke dalam kategori A, kategori B, dan kategori C berdasarkan nilai investasinya terhadap pemakaian alat kesehatan pada periode bulan Juli hingga Desember 2022 di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Metode yang dilakukan yaitu mengumpulkan data alat kesehatan yang digunakan, menghitung jumlah dana yang dibutuhkan, melakukan pengurutan peringkat dana terbesar hingga terkecil, serta menghitung persentase biaya dan persentase kumulatif masing-masing alat kesehatan terhadap total dana yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil analisis, alat kesehatan yang tergolong kelompok A terdapat 185 jenis (10,61%) dengan biaya pembelian sebesar Rp. 27.862.949.367,00 (69,90%), kelompok B terdapat 311 jenis (17,83%) dengan biaya pembelian sebesar Rp. 8.006.543.938,00 (20,09%), kelompok C terdapat 1248 jenis (71,56%) dengan biaya pembelian sebesar Rp. 3.991.939.719,78 (10,01%).

Pharmaceutical service standards provide crucial guidance to healthcare professionals in ensuring high-quality patient care. Within hospital settings, these standards cover diverse aspects, including the oversight of pharmaceutical preparations, medical devices, and consumable medical materials. Effective planning for these needs is a pivotal aspect of management, aiming to prevent shortages and promote efficient resource allocation. Strategic planning is essential to prevent both shortages and surpluses of medical supplies, ultimately mitigating potential losses for the hospital. To address this, an ABC (Always, Better, Control) analysis method is employed for evaluation. This approach categorizes medical devices based on their financial significance, optimizing their distribution. The study's focal point is the application of the ABC analysis method at Fatmawati General Hospital during July to December 2022. The employment of the ABC analysis method at Fatmawati General Hospital aids in categorizing and prioritizing medical devices based on their financial impact, ensuring efficient allocation of resourcees and elevating the overall healthcare provision within the hospital. The process involves gathering data on medical devices, determining required funding, prioritizing costs from highest to lowest, and calculating the relative percentage and cumulative sum of each device's expense. The analysis unveils three distinct categories, Group A encompasses 185 medical device types (10.61%), representing a substantial investment totaling Rp. 27,862,949,367.00 (69.90%). Group B involved 311 types (17.83%) with a purchase cost of Rp. 8,006,543,938.00 (20.09%), while Group C consists of 1248 types (71.56%) necessary Rp. 3,991,939,719.78 (10.01%) in funds."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rizky Shadrina
"Demam merupakan suatu respons fisiologis apabila terjadi peningkatan suhu tubuh di atas suhu tubuh normal seseorang. Demam dapat ditangani dengan pemberian parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik. Namun, telah diketahui bahwa parasetamol memiliki produk degradasi utama yaitu p-aminofenol yang bersifat toksik bagi tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode analisis simultan parasetamol dan p- aminofenol yang tervalidasi menggunakan KCKT dengan detektor UV-Vis serta mengetahui beyond use date (BUD) dari sirup parasetamol yang beredar di pasaran. Analisis pada penelitian ini menggunakan kolom YMC-Triart C-18, (250 mm x 4,6 mm, 5 μm), fase gerak metanol – dapar dinatrium hidrogen ortofosfat 0,01 M pH 5,0 (30:70), mode elusi isokratik, laju alir 1,0 mL/menit, panjang gelombang analisis 232 nm. Waktu retensi untuk parasetamol yaitu 5,460 menit dan waktu retensi p-aminofenol 3,436 menit. Pada penelitian ini koefisien korelasi parasetamol dan p-aminofenol secara berurutan sebesar 0,9995 dan 0,9993 yang menunjukkan hasil linearitas yang baik. Metode ini akurat dengan perolehan kembali 98,13-101,55% untuk parasetamol, 99,22-101,91% untuk p-aminofenol. Metode ini memenuhi parameter validasi yang dipersyaratkan oleh ICH Q2 (2005) dan Harmita (2015) sehingga dapat digunakan untuk menganalisis kadar dari sirup parasetamol. Penetapan BUD dilakukan dengan menganalisis kadar selama 38 hari dan ditetapkan melalui hasil perhitungan t90 untuk keseluruhan sampel yang diuji, yaitu mencapai 52 hari.

Fever is a physiological response when the body temperature is increased above normal. Fever can be treated by giving paracetamol as an analgesic and antipyretic. However, it is known to have the main degradation product, namely p-aminophenol, that is toxic to the body. This study aims to obtain a validated simultaneous analytical method of paracetamol and p-aminophenol using HPLC with UV-Vis detector and to determine the beyond use date (BUD) of paracetamol syrup that are sold on the market. The analysis of paracetamol and p-aminophenol was conducted using YMC-Triart C-18 (250 mm x 4.6 mm, 5 μm) column with a mobile phase of methanol – disodium hydrogen orthophosphate buffer 0.01 M pH 5.0 (30:70), isocratic elution mode, a flow rate of 1.0 mL/min with UV detection at 232 nm. The retention time for paracetamol was 5.460 minutes, while for p- aminophenol was 3.436 minutes. The correlation coefficient of paracetamol and p- aminophenol was 0.9995 and 0.9993, respectively, which indicated good linearity. This method was considered accurate with the recovery of 98.13-101.55% for paracetamol and 99.25-101.91% for p-aminophenol. This method meets the validation parameters required by ICH Q2 (2005) and Harmita (2015), and thus can be used to analyze the concentration of paracetamol syrup. Determination of BUD was carried out by analyzing the concentration amount for 38 days and determined through the results of the t90 calculation for the entire sample tested, which is 52 days."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library