Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arum Etikariena
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada perilaku kerja inovatif, salah satu bentuk perilaku produktif yang diharapkan dalam organisasi. Peran pengetahuan yang disimpan di organisasi yaitu ingatan keorganisasian seharusnya dapat memunculkan perilaku kerja inovatif. Namun peran ingatan keorganisasian kurang maksimal. Karena itu, tesis penelitian ini adalah ingatan keorganisasian tidak langsung berhubungan dengan perilaku kerja inovatif karena termediasi oleh identitas keorganisasian dan kesiapan karyawan untuk berinovasi. Metode penelitian mixed methods exploratory sequential study yang terdiri dari dua studi, yaitu Studi 1 merupakan studi kualitatif untuk mengeksplorasi ingatan keorganisasian dan identitas keorganisasian melalui FGD dengan 20 karyawan sebagai partisipan, dengan hasil studi sebagai dasar penyusunan skala Ingatan Keorganisasian dan skala Identitas Keorganisasian yang akan digunakan pada survei di studi 2. Skala lain yang digunakan adalah skala Kesiapan untuk Berinovasi dan skala Perilaku Kerja Inovatif. Penelitian dilakukan pada 505 karyawan dari berbagai level di 7 divisi pada sebuah perusahaan percetakan dan penerbitan yang termasuk dalam salah satu industri kreatif di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa identitas keorganisasian a = 0.33; b = 0.40; c rsquo; = -0.06; p = 0.25 , kesiapan karyawan untuk berinovasi a = 0.18; b = 0.81; c rsquo; = -0.04; p = 0.16 memiliki efek mediasi pada hubungan antara ingatanorganisasi dan perilaku kerja inovatif, sehingga hubungan langsung antar keduanya tidak lagi signifikan. Namun, ketika disertakan bersama, maka hanya kesiapan karyawan untuk berinovasi yang memiliki efek mediasi pada hubungan antara ingatan keorganisasian dan perilaku kerja inovatif a1 = 0.33; a2 = 0.17; b1 = 0.07; b2 = 0.72; c rsquo; = -0.07; p = 0.04; LLCI = -0.08 dan ULCI = 0.21 . Hal ini menunjukkan bahwa ingatan keorganisasian yang memuat informasi yang mendukung inovasi akan menyebabkan tumbuhnya identitas keorganisasian yang juga inovatif dan membuat karyawan siap untuk berinovasi sehingga diharapkan karyawan akan dapat menampilkan perilaku kerja inovatif. Ingatan berisi informasi tentang inovasi sebaiknya terus dipertahankan, dijaga dan disebarkan kembali pada seluruh anggota organisasi sehingga efektif untuk menumbuhkan perilaku kerja inovatif.
ABSTRACT
This study focuses on innovative work behavior, one kind of productive behavior in organization. The role of information that was known as organizational memory should have stimulated innovative work behavior. Therefore, organizational memory still has limitation to encourage innovative work behavior. So the thesis in this study is organizational memory has indirect relationship mediated by organizational identity and employee rsquo s readiness to innovate to innovative work behavior. This study used mixed methods exploratory sequential study that divided into 2 studies. Study 1 was a qualitative study to explore the organizational memory and organizational identity. There were 20 participants involved. The result from the first study was used as the basis for Organizational Memory and Organizational Identity scale construction used for the survey in study 2. Study 2 used quantitative perspectives that used questionnaire consisted of Organizational Memory Scale, Organizational Identity Scale, Readiness to Innovate Scale and Innovative Work Behavior Scale. The second study was conducted on 505 employees from various levels of the seven divisions in a printing and publishing organization that was included in one of the creative industry in Indonesia. The result indicates from mediating analysis shows that there are mediation effect of the organizational identity a 0.33 b 0.40 c rsquo 0.06 p 0.25 and employee rsquo s readiness to innovate a 0.18 b 0.81 c rsquo 0.04 p 0.16 . When the two of mediators are put together, only employee rsquo s readiness to innovate that has the mediation effect a1 0.33 a2 0.17 b1 0.07 b2 0.72 c rsquo 0.07 p 0.04 LLCI 0.08 and ULCI 0.21 . The result also shows that the employee rsquo s readiness to innovate has stronger effect than the organizational identity. Thus, the results of this study show that organizational memory that consist of the informations that support the innovation will cause emerge innovative organizational identity and enhance employee rsquo s readiness to innovate, so they will be able to perform as innovative employee. Thus, the organizational memory that support the innovation in organization must be retain and shared to all of organization member to improve the innovative work behavior.
2017
D2248
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Etikariena
Abstrak :
Masalah seksualitas di kalangan rem~a adalal: masalah yang cukup pelik untuk diatasi. Di satu sisi perkembangan seksual itu muncul sebagai bagian dari perkembangan yang , harus mereka jalani. Namun, di sisi lain, penyaluran hasrat seksual yang belum semestinya mereka lakukan menimbulkan kecemasan dan akibat yang serius, seperti kehamilan atau tertular penyakit kelamilL Berdasarkan kecemasan-kecemasan itulah sejak tahun 1960-an, ketika mulai mlUlcul revolusi seks di daratan Eropa dan Amerika, penelitian mengenai keserbabolehan dalam perilaku seksual pada remaja mulai dilakukan. Ada indikasi yang menunjukan adanya peningkatan persentase remaja yang memiliki tingkat keserbabolehan yang tinggi stau yang melakukan hubungan seksual pranikah (Sarwono 1989). Tetapi, penelitian-penelitian yang dilakukan menemukan hasil yang tidak konsisten mengenai tingkat keserbabolehan remaja dalam perilaku seksual pranikah. Bahkan pada penelitian yang dilakukan pada tahun 1990-an menunjukan kecenderwtgan adanya penurunan prosentase remaja, baik yang melakukan hubWlgan seks pranikah atau yang memiliki keserbabolehan tinggi terbadap perilaku seks pranikah (Ken Saraswati, 1993; Evy Syartika, 1998). Tinggi rendahnya keserbabolehan remaja dalam perilaku seksual ditentukan oleh banyak faktor. Salah satunya &dalah dari informasi yang didapatkan oleh remaja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah seksual. Krecth & Crutchfield (1958) menyatakan bahwa sikap bisa terbentuk melalui informasi yang diterima oleh individu. Informasi mengenai masalah seksual ini bisa diterima remaja melalui berbagai smnber. Biasanya, sumber dimana seseorang mendapatkan informasi adalah melalui lingktmgan yang terdekat dengan dirinya. Untuk remaja, lingkungan yang dekat dengan keseharian mereka adalah lingktmgan keluarga (dalam hal ini ayah dan ibu) Berta lingkungan teman sebaya (Hurlock, 1980). Demikian pula dalam masalah seksual, pengaruh keluarga dan teman sebaya amat menentukan keserbabolehan remaja (Reiss, dalam Reiss & Miller, 1979). Sebagai SUIllber informasi, kedua lingkungan yang menjadi acuan remaja sebut memiliki nilai-nilai yang berbeda. Keluarga (ayah & ibu) merupakan kelompok acuan yang negatit: sedang teman adalah kelompok acuan positif untuk keserbabolehan dalam perilaku seksual pranikah. Hanya saja ada kecendenmgan bahwa orang tua lebih tertutup untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan seks. Akibatnya, remaja mencoba mencari akses lain mrtuk mendapatkan pengetahuao tentaog seks. Remaja mendapatkan pengetahuannya dari ternan, buku porno, majalah, stan sumber lain yang tidak dapat dipastikan keakuratannya mengenai seks. Bahkan, ada gejala berkembangnya pengetahuao dan ,isu populer mengenai seks (mitos), di kalangan remaja. Mitos-mitos tersebut eendenmg mendorong perilaku seksual pranikah, yang disertai dengan alasan yang dibuat semasuk akal mungkin. Informasi yang benar, namun cendenmg mencegah, ditolak dengan bennacam pembenaran. Adalah suatu ironi, di saat remaja sedang mengalami perlcembangan seksual dan membutnhkan infonnasi yang tepat, mereka malsh dijauhkan dari informasi-infonnasi tersebut sehingga memilih mempereayai mitos-mitos yang dapat menjerumuskan mereka. Penelitian ini dilalrukan di kalangan remaja "ABG" yang rentang usianya sarna dengan remaja awal, yaitu 12-15 tahun. Dipilihnya ceABG' sebagai sampel karena adanya indikasi bahwa sikap pennisiftemadap seks pada remaja semakin lama cendenmg tetjadi semakin awal. Chwnlea (1982) berpendapat penyebab semakin awalnya masa pubertas di kalangan remaja adalah akibat semakin baiknya tingkat gizi dan peningkatan kesadaran akan perawatan kesehatan. Selain itu, akibat yang ditimbulkan perilaku seksual pranikah ini akan lebih mengkuatirkan jika dialami remaja yang masih muda usia (Faturoc~ 1992). Selain itu, karakteristik "ABO" yang mudah terpengaruh oleh lingkungan, terutama yang berkaitan dengan gaya hidup dan trend yang berlaku, menyebabkan mereka rentan dan mudah terpengaruh tennasuk dalam masalah perilaku seksual pranikah. Berdasarkan latar belakang itu, permasalahan yang muneul kemudian adalah bagaimana gambaran keseroabolehan remaja yang menjadi responden penelitian ini terhadap perilaku seksual pranikah. Kemudian, bagaimana tingkat keyakinan mereka terhadap mitos-mitos, baik yang mendorong ataupun mencegah perilaku seksual pranikah, serta sumber mitos mempengaruhi keserbabolehan terhadap perilaku seksual pranikah remaja. Penelitian ini bersifat kuantitatit: Data yang diproleh diolah deng3n' teknik analisa Spearmo.n Rank Correlation, Chi Square dan Coefficient of Contigency. Sampel penelitian adalah 100 orang remaja "ABG" di Jakarta, yang berusia antara 12-15 tah~ dengan pendidikan SMP dan SMU.8ampel diperoleh dengan telmik Incidental Sampling. Basil penelitian ini men\Uljukan bahwa : : (1). Standar keserbabolehan yang berlaku adalahpermissiveness with affection. Hal ini ' berarti perilaku seksual apap\Ul (termasuk hubtmgan barlan sebelum menikah) boleh dilakukan, baik oleh pria dan wanita, apabila dilandasi adanya ikatan afeksi diantara ' keduanya Secara wnum, perilaku seksual pranikah tertinggi yang dapat diterima responden adalah bercwnbu dengan tunangan. ' (2). Terdapat hubungan yang signifikan dan positifantara tingkat keyakinan terhadap mitos yang mendorong dengan keserbabolehan terbadap perilaku seksual pranikah. " (3) Terdap~ hublUlgan yang signiftkan ':ian negatifantara tinekat keyakinan terhadap mitos yang meneegah dengan keserbabolehan terbadap perilaku seksual pranikah. (4). Terdapat perbedaan yang signifikan sumber acuan mitos pada mitos yang , mendorong perilaku seksual pranikah. mrtuk mitos yang mendorong ini, ternan merupakan sumber acuan yang paling banyak disebutkan oleh responden. ' (5) Terdapat perbedaan yang signifikan sumber acuan mitos pada mitoB yang meneegah perilaku seksual pranikah. untuk mitos yang mencegah ini, ibu merupakan swnber acuari yang paling banyak disebutkan oleh responden (6) Hasit tambahan yang menemukan bahwajenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman pacaran, jmnlah ternan dalam kelompo~ pengalaman pacaran ternan, . sering tida1mya ke mall, temyata tidak signifikan berpengaruh pada keserbabolehan pada perilaku seksual pranikah. Ada beberapa saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambahkan jwnlah sampel agar bisa dilakukan generalisasi, analisa faktor mrtuk mengetahui mitos-mitos yang mendorong atau menceg--cJI secara pasti juga disarankan. Selain itu, pembentukan rapport dengan para responden agar dapat dilakukan Wltuk memperkecil kemungkinan rnWlculnya respon "social desirability". Pengisian kuesioner secara berssma-sarna oleh responden juga sebaiknya dihindari untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Sedangkan Wltuk para orang tua, disanmkan untuk berkomunikasi secara terbuka melaJui teknik diskusi mengenai masaJah seks dan memberikan informasi yang benar mengenai seks sesuai dengan usia dan jenis kelamin anak. Dalam dislrusi pilih topik yang sedang diminati anak, agar anak tidak risih dan orang tua juga tidal< rnerasa tertekan. Pengetahuan orang tua tentang perkembangan anak akan sangat membantu daJam proses penyampaian informasi tentang seks pada anak.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Etikariena
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara memori organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja. Sampel diambil dari 100 karyawan dari berbagai level dan jabatan di perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan pemasaran alat-alat elektronik berbasis tenaga surya. Skala Memori Organisasi (α=0,75) digunakan untuk mengukur memori organisasi, sedangkan Skala Perilaku Inovatif (α=0,80) digunakan untuk mengukur perilaku inovatif di tempat kerja. Analisa korelasi menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara memori organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja(r=0,35; p<0,01). Namun, dari analisis regresi tingkat berganda diketahui bahwa ketika memori organisasi, tipe kerja, dan level pendidikan dianalisis bersama, maka hanya level pendidikan yang menjadi prediktor yang bermakna pada perilaku inovatif di tempat kerja. Ketika digabungkan, memori organisasi, tipe kerja, dan level pendidikan dapat menjelaskan 19% dari variasi perilaku inovatif. Naskah ini mendiskusikan alasan teoritis dan metodologis yang menyebabkan hasil tersebut dan kemungkinan pengembangan riset di kemudian hari.
This study aims to determine the relationship between organizational memory and innovative work behavior. The study was conducted on 100 employees from various levels and positions in a company that produce and trade electronic solar equipment. To measure the organizational memory, we used Organizational Memory Scale developed by Dunhamm (2010) with α=0.75. Then, to measure innovative work behavior, we used Innovative Work Behavior Scale from Janssen (2000) with α=0.80. The results show that there is positive and significant correlation between organizational memory and innovative workbehavior (r=0.35; p<0.01). Hierarchical-regression analysis shows that (1) altogether education level, job type and organizational memory influences 19% of variance in innovative behavior; (2) when these variables are analysed together, only education level shows significant impact on innovative behavior. We discuss theoretical and methodological reasons for these results and offer future direction for research.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Etikariena
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara memori organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja. Sampel diambil dari 100 karyawan dari berbagai level dan jabatan di perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan pemasaran alat-alat elektronik berbasis tenaga surya. Skala Memori Organisasi (α=0,75) digunakan untuk mengukur memori organisasi, sedangkan Skala Perilaku Inovatif (α=0,80) digunakan untuk mengukur perilaku inovatif di tempat kerja. Analisa korelasi menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara memori organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja(r=0,35; p<0,01). Namun, dari analisis regresi tingkat berganda diketahui bahwa ketika memori organisasi, tipe kerja, dan level pendidikan dianalisis bersama, maka hanya level pendidikan yang menjadi prediktor yang bermakna pada perilaku inovatif di tempat kerja. Ketika digabungkan, memori organisasi, tipe kerja, dan level pendidikan dapat menjelaskan 19% dari variasi perilaku inovatif. Naskah ini mendiskusikan alasan teoritis dan metodologis yang menyebabkan hasil tersebut dan kemungkinan pengembangan riset di kemudian hari.

This study aims to determine the relationship between organizational memory and innovative work behavior. The study was conducted on 100 employees from various levels and positions in a company that produce and trade electronic solar equipment. To measure the organizational memory, we used Organizational Memory Scale developed by Dunhamm (2010) with α=0.75. Then, to measure innovative work behavior, we used Innovative Work Behavior Scale from Janssen (2000) with α=0.80. The results show that there is positive and significant correlation between organizational memory and innovative workbehavior (r=0.35; p<0.01). Hierarchical-regression analysis shows that (1) altogether education level, job type and organizational memory influences 19% of variance in innovative behavior; (2) when these variables are analysed together, only education level shows significant impact on innovative behavior. We discuss theoretical and methodological reasons for these results and offer future direction for research.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library