Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asri Kartika Ratri
"Pada awal bulan Oktober 2022, tersiar informasi dari WHO mengenai obat sirop anak terkontaminasi etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang diduga kuat menjadi penyebab dari kasus gagal ginjal akut misterius pada anak yang mengalami peningkatan pada pertengahan Oktober 2022. Untuk melindungi masyarakat, BPOM menetapkan persyaratan saat registrasi obat bahwa semua produk obat sirop baik untuk anak maupun dewasa tidak diperbolehkan untuk menggunakan EG dan DEG. Meski begitu, kadar EG dan DEG dalam batas tertentu masih diperbolehkan ada dalam obat sirop karena kedua senyawa tersebut merupakan cemaran yang memungkinkan terdapat dalam bahan lain yang diperbolehkan. Puskesmas menjadi salah satu fasilitas untuk menyampaikan informasi dan melakukan edukasi terkait kasus ini kepada masyarakat untuk mencegah kepanikan dan kebingungan. Apoteker memiliki peran besar dalam mengumpulkan informasi dan menyampaikan hal ini. Salah satu media pemberi informasi yang dapat digunakan adalah leaflet karena praktis, mudah dibawa, biaya produksi relatif terjangkau, dan memiliki desain yang menarik dan unik.

n early October 2022, WHO released a statement about syrups for children contaminated with ethylene glycol (EG) and diethylene glycol (DEG), which were strongly suspected as the reason behind the rising cases of mysterious acute kidney failure in children in mid-October 2022. To protect public safety, BPOM stipulates requirements for drug or medicine registration that all syrup products for both children and adults are not allowed to use EG and/or DEG as ingredients. However, a certain amount of EG and/or DEG are still allowed in syrup products because these two compounds are contaminants that might be present in other permitted ingredients. Puskesmas is one of the community facilities that can take the role of conveying information and providing education regarding this case to the public to prevent panic and confusion. Pharmacists have a big role in gathering information and educating the public in this. One of the media that can be used to provide this kind of information is leaflets because they are practical, easy to carry, have relatively affordable production costs, and have an attractive and unique design."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Kartika Ratri
"Di Indonesia, terjadi 180 ribu kasus kecelakaan kerja di sepanjang tahun 2022, dengan tingkat kecatatan dan kematian masing-masing sebesar 3%. Penyebab terbesar kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku tidak aman, kondisi lingkungan yang tidak aman, dan bahkan takdir Tuhan. Area pergudangan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan salah satu tempat dengan risiko kecelakaan kerja cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena dalam gudang disimpan berbagai jenis dan sifat barang, kondisi rak penyimpanan yang relatif tinggi, hingga penggunaan alat berat untuk membantu mengangkut barang. Akibat dari kondisi ini, muncul potensi berbagai kasus kecelakaan kerja yang menimbulkan cedera manusia maupun kerusakan fasilitas. Untuk mencegah, meminimalkan, dan mengatasi hal tersebut dilakukan penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Salah satu bentuk penerapan dari sistem manajemen K3 di PBF adalah dibuatnya prosedur operasional baku (POB), yang dalam hal ini dibuat dengan studi literatur dan berbagai pertimbangan yang berkaitan dengan keselamatan serta kondisi gudang. Salah satu POB yang dibuat dan diterapkan adalah mengenai penggunaan alat pelindung diri (APD) bagi setiap personil yang akan memasuki gudang dan diharapkan dapat mencegah dan meminimalkan kecelakaan kerja di gudang.

In Indonesia, there are 180 thousand cases of work accidents throughout 2022, with injury and death rates of 3% each. The biggest causes of work accidents often encountered are unsafe behavior, unsafe environmental conditions, and even God's destiny. The warehouse area at the Pharmacy Distribution Center is one of the places with a fairly high risk of work accidents. This is because various types and characteristics of items are stored in the warehouses, the relatively high storage shelves, and the use of heavy equipment to help transport items. As a result of this condition, the potential for various work accidents that cause human injuries and damage to facilities is increasing. To prevent, minimize, and solve this, occupational safety and health (OSH) policies should be implemented. One form of implementation of the OSH system at the Pharmacy Distribution Center is the creation of standard operational procedures (SOP), which could created using literature studies and various considerations related to safety and warehouse conditions. One of the SOPs that can be created and implemented is regarding the use of personal protective equipment (PPE) for every personnel who will enter the warehouse. This SOP implementation is expected to prevent and minimize work accidents in the warehouse."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Kartika Ratri
"Efek samping obat merupakan salah satu masalah terkait obat (drug related problems) terbesar yang sering ditemui pada pasien dan kemungkinan terjadinya lebih tinggi pada resep-resep polifarmasi yang penggunaan obatnya dalam jumlah banyak. Meski begitu, admisi rumah sakit karena efek samping obat masih dapat dicegah. Oleh karena itu, efek samping sebaiknya dicatat, didefinisikan, dan dikaji untuk meminimalkan risiko kemunculan ulang dan mengoptimalkan hasil pengobatan, terutama pada pasien-pasien lanjut usia dengan resep polifarmasi. Pemantauan efek samping obat ini harus dilakukan secara berkesinambungan untuk mengevaluasi konsistensi profil keamanannya, dan membutuhkan banyak kontribusi dari tenaga kesehatan, terutama apoteker, bahkan pasien. Tugas khusus ini dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya efek samping dan/atau interaksi pada resep-resep polifarmasi periode Desember 2022 yang masuk ke Apotek Roxy Depok dengan skrining sampel resep polifarmasi di Apotek Roxy Depok periode Desember 2022 dan studi literatur mengenai efek samping dan interaksi obat pada resep tersebut. Untuk tugas akhir ini, diambil 2 sampel resep polifarmasi untuk dilihat kemungkinan efek samping dan/atau interaksi obatnya. Dari kedua sampel resep polifarmasi tersebut, terdapat kemungkinan efek samping maupun interaksi obat, tetapi masih dapat dicegah dan diatasi dengan berbagai cara.

Drug side effects are one of the biggest drug-related problems that are often encountered in patients. The possibility of drug side effects occurrence is also higher in polypharmacy prescriptions that involve large amounts of medication. Even so, hospital admissions due to drug side effects can still be prevented. Therefore, side effects should be recorded, defined, and assessed to minimize the risk of recurrence and optimize treatment outcomes, especially in elderly patients prescribed with polypharmacy. Monitoring the drug's side effects should be carried out continuously to evaluate the consistency of its safety profile, and requires a lot of contribution from health workers, especially pharmacists, and even patients. This project was carried out to see the possibility of drug side effects and/or interactions in polypharmacy prescriptions received by Apotek Roxy Depok throughout December 2022. This project was done by screening samples of polypharmacy prescriptions at the Roxy Depok Pharmacy for the December 2022 period and studying the literature regarding side effects and drug interactions in the prescriptions. 2 samples of polypharmacy prescriptions were taken and from those two samples, there is the possibility of side effects and drugs interactions, but they can still be prevented and overcome in various ways."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Kartika Ratri
"Fasilitas pelayanan kesehatan, salah satunya rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan harus memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan perbekalan farmasi yang memenuhi standar pelayanan. Mengelola perbekalan farmasi merupakan peran dari apoteker, termasuk di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Dalam mengelola perbekalan farmasi, apoteker harus menjamin kualitas, fungsi, dan keamanannya. Banyak perbekalan farmasi seperti obat dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang tersedia dan/atau harus disediakan di depo farmasi IGD termasuk ke dalam kategori emergensi, sehingga dalam pengelolaan dan pengendaliannya harus menjamin jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu pengendalian perbekalan farmasi penting dilakukan di IGD untuk memastikan bahwa persediaan yang ada efektif dan efisien. Dalam melakukan pengendalian, dibutuhkan kontrol dan pengawasan yang lebih ketat pada persediaan fast moving karena barang-barang tersebut lebih sering dikeluarkan. Tujuan dilaksanakannya tugas khusus ini adalah melihat dan menentukan perbekalan farmasi (obat dan BMHP) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Universitas Indonesia (IGD RSUI) yang termasuk ke dalam kategori Fast Moving, kemudian menentukan kelompoknya berdasarkan penyerapan dananya yang didapat dari analisis ABC. Untuk melakukan hal tersebut, diambil data penggunaan obat dan BMHP di IGD RSUI selama bulan November 2022 sampai Januari 2023, kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis interpretasi. Total barang fast moving di Depo Farmasi IGD RS UI adalah sejumlah 356 item, dengan 238 item di antaranya adalah obat dan 118 item berupa BMHP. Dari seluruh barang fast moving, item dengan penyerapan dana paling besar adalah Desrem 100 mg Powder Injection, obat COVID-19 yang berisi Remdesivir. Obat ini memiliki harga yang relatif mahal dan penggunaannya meningkat pada November 2022 karena terjadi peningkatan kasus COVID-19 pada saat itu.

Health Care facilities that provide emergency services such as hospitals, must have human resources, facilities, infrastructure, and pharmaceutical supplies that meet service standards. Managing pharmaceutical supplies is mainly a pharmacist’s role, including those in the emergency department. In managing pharmaceutical supplies, pharmacists must guarantee their quality, function, and safety. Many pharmaceutical supplies such as medicines and consumable medical materials that are available and/or must be provided at the emergency department are included in the emergency category, hence the inventory control must ensure the quantity and type of the supplies to comply with the established list of emergency supplies. Therefore, it is important to control pharmaceutical supplies in the Emergency Department to ensure that existing supplies are effective and efficient. In carrying out inventory control, stricter supervision is especially needed on fast-moving items because those supplies are used more frequently. The aim of this project is to see and determine which pharmaceutical supplies (medisines and consumable medical materials) in the Emergency Department of the University of Indonesia Hospital (IGD RSUI) are in the Fast-Moving category, then determine the item’s group based on the absorption of funds obtained from the ABC analysis. To do this, pharmaceutical supplies usage data in the period of November 2022 to January 2023 in the IGD RSUI was taken, and then the data was processed and interpretation analysis were carried out. The total amount of fast-moving items at the IGD RSUI is 356 items, of which 238 items are medicines and 118 items are consumable medical materials. Of all the fast-moving items, the item with the largest absorption of funds is Desrem 100 mg Powder Injection, a COVID-19 medicine containing Remdesivir. This medicine has a relatively expensive price and its use was increased in November 2022 due to an increased case of COVID- 19 at that time."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Kartika Ratri
"Industri Farmasi harus membuat obat sesuai tujuan penggunaan, memenuhi syarat, dan tidak membahayakan pasien karena keamanan, mutu, dan kualitas yang tidak memadai. Untuk memastikan obat memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya, harus dibuat Manajemen Mutu. Salah satu penerapan aspek manajemen mutu yang diatur oleh Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan implementasi dari pemastian mutu adalah evaluasi berkala berupa Pengkajian Mutu Produk Berkala (PMPB) atau Periodic Product Quality Review (PPQR). PPQR dilakukan untuk memastikan kualitas produk yang diproduksi sesuai dengan Good Manufacturing Practice yang berlaku; untuk mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan pada produk dan proses; dan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan produk jadi. Untuk Tugas Akhir ini, dibuat PPQR untuk salah satu produk injeksi NSAID produksi PT Darya-Varia Laboratoria Tbk Citeureup Plant, yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan terkait produk Injeksi NSAID tersebut. Setelah pengumpulan data, dilanjutkan dengan pembuatan PPQR dan proses review. PPQR yang sudah selesai dibuat akan di-review lebih lanjut oleh pengawas sebelum akhirnya PPQR tersebut disahkan. Setelah PPQR dibuat, dapat diketahui bahwa kualitas produk Injeksi NSAID yang diproduksi sudah sesuai dengan GMP yang berlaku; proses produksi sudah konsisten; serta spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan produk jadi sudah sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan. Meski begitu, terdapat beberapa temuan yang perlu dilakukan diskusi, follow-up lebih lanjut, dan perbaikan.

The pharmaceutical industries are obliged to produce medicines in accordance with their intended use, meet the requirements, and not endanger patients due to inadequate safety, quality, and efficacy. To ensure that medicines have the quality that is appropriate for their intended use, Quality Management must be created. One of the implementation aspects of quality management regulated by Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) and a form of quality assurance is periodic evaluation called Periodic Product Quality Review (PPQR). PPQR is created to ensure the quality of products produced is in accordance with the Good Manufacturing Practice (GMP); to identify necessary improvements for products and processes; and to verify the consistency of the existing process, the appropriateness of current specifications for both starting materials, packaging materials, and finished products. For this project, a PPQR was created for one of the NSAID injection products produced by PT Darya-Varia Laboratoria Tbk Citeureup Plant, which was carried out by collecting all the required data regarding the product. After data collection, those data were compiled, reviewed, and made into PPQR. The completed PPQR was then reviewed further by the supervisors before finally being issued. After the PPQR was completed, it can be seen that the quality of the NSAID injection product produced is in accordance with the GMP; the production process is consistent; and the specifications for starting materials, packaging materials, and finished products are in accordance with the product specifications. Even so, there are several findings that still need to be discussed and require further follow-up, and also improvemen"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Kartika Ratri
"Biji tanaman Moringa oleifera atau kelor memiliki berbagai aktivitas farmakologis dan dapat dikembangkan menjadi produk topikal. Penggunaan minyak biji kelor secara langsung ke kulit berpotensi iritasi sehingga perlu diinkorporasikan ke dalam sistem pembawa, salah satunya krim nanoemulsi. Krim dapat menghidrasi kulit secara kontinyu dan sering digunakan secara luas oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik dan aktivitas antioksidan minyak biji kelor, kemudian diformulasikan menjadi krim nanoemulsi yang selanjutnya akan dievaluasi secara fisik, stabilitas, kadar asam oleat, dan aktivitas antioksidannya. Minyak biji kelor yang sudah dikarakterisasi dibuat menjadi nanoemulsi menggunakan optimasi segitiga fase pseudoterner, dengan memvariasikan sukrosa monopalmitat sebagai surfaktan, propilen glikol sebagai kosurfaktan, dan minyak biji kelor. Setelah itu dipilih satu formula nanoemulsi optimum untuk diinkorporasikan ke dalam sediaan krim. Sediaan krim dievaluasi secara fisik, dilakukan penetapan kadar asam lemak dengan kromatografi gas, diuji aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH, dan uji stabilitas berupa uji mekanik, cycling test, dan penyimpanan selama 12 minggu. Nanoemulsi optimum memiliki komposisi 6% minyak biji kelor; 5,25% sukrosa monopalmitat; 8,75% propilen glikol; dan 80% air. Sedangkan sediaan krim optimum mengandung 10% nanoemulsi. Uji mekanik berupa sentrifugasi dan uji cycling menunjukkan krim tidak mengalami perubahan fisik sebelum dan setelah uji. Setelah dilakukan uji stabilitas dan penyimpanan selama 12 minggu, didapatkan hasil bahwa krim nanoemulsi minyak biji kelor tidak banyak mengalami perubahan fisik tetapi mengalami peningkatan viskositas dan distribusi ukuran partikel. Uji aktivitas antioksidan yang dilakukan pada minggu ke-0 menyatakan bahwa krim nanoemulsi minyak biji kelor memiliki nilai IC50 sebesar 29.360,69 µg/mL dan minggu ke-12 memiliki nilai IC50 sebesar 49.166,1 µg/mL. Nilai ini berbeda jauh dengan standar asam askorbat yang memiliki IC50 sebesar 9,707 µg/mL. Hasil evaluasi tersebut menunjukkan bahwa belum didapatkan formula optimum krim nanoemulsi minyak biji kelor.

Seeds from Moringa oleifera have various pharmacological activities and can be developed into topical products. The use of Moringa seed oil directly on the skin might cause irritation, hence needs to be incorporated into a carrier system, one of which is nanoemulsion cream. A cream can hydrate the skin and is still widely used. This study aims to obtain the characteristics and antioxidant activity of Moringa seed oil, then it is formulated into a nanoemulsion cream which will then be evaluated for stability and antioxidant activity. In this study, the characterized Moringa seed oil was optimized into nanoemulsion using pseudoternary phase diagram by varying sucrose monopalmitate as the surfactant, propylene glycol as cosurfactant, and moringa seed oil. Then, the optimum formula was selected to be incorporated into the cream preparations. Cream preparations were then evaluated physically, fatty acid content was determined by gas chromatography, antioxidant activity was tested by DPPH method, and the stability was tested by mechanical test, cycling test, and storage for 12 weeks. The optimum nanoemulsion had a composition of 6% Moringa seed oil; 5.25% sucrose monopalmitate; 8.75% propylene glycol; and 80% water. The optimum cream preparation contains 10% nanoemulsion. Mechanical tests (centrifugation) and cycling tests showed that the cream did not experience any physical changes. After testing the stability and storage for 12 weeks, the results showed that the cream did not experience physical change but increased viscosity and particle size distribution. The antioxidant activity test conducted at week 0 showed the IC50 value of the cream is 29.360.69 g/mL and at week 12 the IC50 value is 49.166.1 g/mL. Those values are quite different from the standard ascorbic acid which has an IC50 of 9.707 g/mL. The evaluation results indicate that the optimum formula for Moringa seed oil nanoemulsion cream had not been obtained."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library