Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atmiroseva
"Orientasi pasar merupakan salah satu konsep dalam penemuan strategi perusahaan. Berbagai literatur menunjukkan bahwa orientasi pasar merupakan salah satu kunci kesuksesan bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan daya saingnya. Orientasi pasar telah dianggap sebagai suatu tindakan yang penting bagi perusahan, apabila perusahaan ingin sukses di dalam industrinya. Walaupun demikian, untuk berorientasi terhadap pasar, perusahaan membutuhkan lebih banyak biaya dan pengeluaran. Meskipun berbagai literatur memberikan pendapat positif tentang orientasi pasar perusahaan, timbul suatu pertanyaan mengenai apakah menjadi perusahaan berorientasi pasar akan memberikan kinerja yang lebih baik, terutama untuk konteks lingkungan bisnis di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkat orientasi pasar perusahaan dengan kinerja yang dihasilkan, dalam koteks lingkungan bisnis di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan metode survei terhadap perusahaan-perusahaan di Indonesia, dengan responden manajer madya dari masing-masing perusahaan. Pengukuran tingkat orientasi pasar dilakukan dengan menggunakan skala MARKOR, yang dikembangkan oleh Ajay Kohli dan Bernard Jaworski. Secara garis besar, skala pengukuran tingkat orientasi pasar tersebut dikembangkan berdasarkan tiga karakteristik utama dari perusahaan berorientasi pasar, yaitu perolehan informasi (generation of market f intelligence), penyebaran informasi pasar dalam perusahaan (dissemination of information) dan responsivitas perusahaan terhadap pasar. Tingkat orientasi perusahaan diukur berdasarkan seberapa jauh perusahaan melakukan ketiga aktivitas orientasi pasar tadi. Pengukuran kinerja dilakukan dengan metode pengukuran subyektif. Dalam hal ini, responden sebagai wakil dari perusahaan diminta untuk memberikan penilaian terhadap kinerja perusahaan masing-masing. Penggunaan metode pengukuran subyektif dimaksudkan untuk mengatasi kendala kesulitan dalam memperoleh informasi mengenai kondisi internal perusahaan, termasuk di dalamnya kinerja. Pengukuran dilakukan terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan, ROA, tingkat penjualan, market share, kepuasan dan loyalitas konsumen, serta tingkat kesuksesan dalam peluncuran produk baru. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara tingkat orientasi pasar dengan kinerja perusahaan. Berdasarkan hasil uji korelasi, perusahaan dengan tingkat orientasi pasar yang lebih tinggi memiliki kinerja yang lebih baik. Korelasi yang signifikan tampak untuk kinerja secara keseluruhan, ROA, tingkat penjualan, kepuasan, loyalitas konsumen dan kesuksesan dalam peluncuran produk baru. Untuk korelasi dengan market share, tidak tampak adanya hubungan yang signifikan. Sedangkan hasil analisa regresi multivariat antara dimensi-dimensi orientasi pasar perusahaan dengan kinerja keseluruhan menunjukkan bahwa responsivitas perusahaan memegang penman yang tinggi dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Kuat-lemahnya korelasi antara tingkat orientasi pasar perusahaan dengan kinerja keseluruhan dipengaruhi oleh adanya moderating factor, yaitu kondisi faktor eksternal * dari lingkungan perusahaan. Dalam hal ini, tingkat kompetisi, selera konsumen yang berubah-ubah serta perubahan teknologi yang cepat menyebabkan semakin tingginya korelasi antara tingkat orientasi pasar perusahaan dengan kinerja yang dihasilkan. Sedangkan dalam lingkungan bisnis dan teknologi yang statis, kompetisi yang tidak terlalu ketat menyebabkan orientasi pasar memiliki korelasi yang lemah terhadap kinerja perusahaan. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa orientasi pasar perusahaan akan memberikan kinerja yang baik. Walaupun demikian, untuk kondisi lingkungan tertentu, orientasi pasar tidak begitu berkaitan dengan kinerja perusahaan. Namun kondisi pasar berkembang secara drastis, ditandai dengan kompetisi yang semakin ketat, konsumen dan teknologi yang semakin sering berubah-ubah. Karena itu, hasil penelitian menyimpulkan bahwa akan lebih baik bagi perusahaan untuk berorientasi terhadap pasar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T777
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atmiroseva
"Sistem pembayaran INA-CBG dalam JKN diduga meningkatkan kejadian readmisi, didefenisikan sebagai kasus rawat-inap kembali pasien dalam waktu kurang 30 hari dengan kondisi Sama (diteliti dalam 4 model readmisi yaitu CMG/Adjacent-DRG/Severity-Level/Diagnosis-Primer Sama), cara pulang rawatan sebelumnya sembuh, pada rumah sakit yang Sama. Hanya satu kasus readmisi dihitung dalam 30 hari dari tanggal pemulangan pasien pada rawatan pertama per-periode-kasus-readmisi. Desain penelitian potong-lintang dengan data sekunder klaim rawat-inap Rumah Sakit wilayah BPJS-Kesehatan Cabang Sukabumi terverifikasi, data tahun 2015.
Kejadian readmisi didapatkan pada 11 dari 13 Rumah Sakit untuk keempat model readmisi diteliti, terbanyak pada Readmisi-CMG-Sama, dan paling sedikit pada Readmisi-Severity-Sevel-Sama. Variabel independen adalah kepemilikan RS, Kelas/Tipe RS, diagnosis klinis (CMG, jenis-rawat-inap, Severity-Level, Diagnosis-Primer), selisih biaya, dan LOS (Length of Stay). Analisis multivariat menunjukkan variabel diagnosis-primer (kategori-kronis) dan severit-level (kategori-akut) paling berpengaruh. Selisih biaya negatif dan LOS yang lebih rendah tidak terbukti memiliki risiko readmisi lebih tinggi.
Diagnosis Congestive Heart Failure dan Typhoid Fever memiliki kekerapan readmisi tinggi sekaligus diagnosis dengan selisih biaya positif tertinggi. Diagnosis Chemoterapy Session for Neoplasm, Aplastic Anaemia (unspecified), dan End-stage Renal Disease perlu mendapat perhatian karena kekerapan readmisi tinggi dan selisih biaya minus tertinggi. Risiko biaya total lebih 2 kali dari biaya kasus original (initial-admission).

The INA-CBG payment system in JKN is suspected to increase the incidence of readmission, defined as a case of patient re-hospitalization in less-than-30-days under the same conditions (studied in 4 readmission models of same- CMG/Adjacent-DRG/Severity-Level/Diagnosis-Primer), previous case recovered, at the same hospital. Only one case of readmission was calculated within-30-days from the date of discharge in the initial-admission per- readmission-case-periode. This is a cross-sectional study design with secondary data of verified-inpatient-claims of the Hospital of BPJS-Kesehatan-Sukabumi- Branch in 2015.
The incidence of readmission was found in 11 of the 13 Hospitals of all four models, mostly in the same-CMG-readmission, and at least at the same-severity- level-readmission. The independent variables are hospital-ownership, hospital- types, clinical-diagnosis (CMG, inpatient-type, Severity-Level, Primary- Diagnosis), cost-difference, and LOS (Length of Stay). Multivariate analysis shows the primary diagnosis-type (chronic-category) and severity-level (acute- category) most influential. A lower-negative-cost and lower-LOS are not shown to have a higher risk of readmission.
Diagnosis Congestive-Heart-Failure and Typhoid-Fever have high readmission frequency as well as diagnosis with the highest positive-cost-difference. Diagnosis of Chemotherapy Session for Neoplasm, Aplastic Anaemia (unspecified), and End-stage Renal Disease need attention because of high read-list-frequency and highest-minus-cost-difference. The total cost risk is more than 2 times the original-admissions cost.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T49716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library