Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayudha Nandi Pradipta
"Kota-kota besar di Indonesia, terutama di Jabotabek cenderung mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini semakin membuat lahan untuk transmisi saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV semakin terbatas, bahkan saat di Jakarta tidak diperbolehkan lagi membangun SUTT. Hal ini dapat diatasi dengan membangun Saluran kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 150kV. Di sisi lain, terdapat instalasi eksisting di bawah tanah sehingga penggelaran SKTT harus disesuaikan pada suatu kedalaman, agar tidak saling bersinggungan dengan instalasi tersebut.
Kajian ini membahas hubungan kuat hantar arus (KHA) SKTT 150 kV terhadap penggelaran pada kedalaman 1-10 meter dengan referensi KHA pada permukaan tanah (0 meter) dengan menggunakan metode analisis statistik, NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate Return) dan PBP (Payback Period) pada data yang diperoleh dari spesifikasi pabrikan, beberapa kontrak konstruksi, dan persetujuan gambar konstruksi.
Hasil dari penelitian ini, yakni dengan asumsi pada operasi 1 sirkit kabel trefoil dengan panjang sirkit 5,022 km di dalam tanah dengan resistivitas termal ρT = 1 K.m/W (sesuai menurut kondisi garansi pabrikan), dalam periode ekonomis 40 tahun menunjukkan bahwa dengan ANOVA (menggunakan tingkat nyata/taraf signifikansi α = 5%), tidak terdapat perbedaan signifikan ratarata kuat hantar arus (KHA) terhadap setiap level kedalaman penggelaran pada 3 kabel uji pada setiap kelompok dimensi kabel (1000mm2 dan 2000 mm2). Namun, terdapat perbedaan signifikan rata-rata selisih nilai KHA di setiap level kedalaman tanah terhadap KHA di permukaan tanah pada kabel uji 1000mm2, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan rata-rata persentase KHA kabel di setiap level kedalaman terhadap KHA di permukaan tanah untuk seluruh kabel uji.
Secara keekonomian, dari level kedalaman 1-10 meter diperoleh estimasi NPV berkisar dari Rp 768 milyar sampai dengan Rp 534 milyar untuk kabel uji 2000mm2 dan berkisar dari Rp 574 milyar sampai dengan Rp 410 milyar untuk kabel uji 1000mm2. Terlihat bahwa kedalaman penggelaran berpengaruh lebih signifikan terhadap NPV kabel 2000mm2 daripada NPV kabel 1000mm2. IRR cenderung tidak berbeda untuk seluruh kabel uji, yakni antar 23% sampai dengan 18% (masih di atas MARR yang ditentukan, yakni 5,27%) sehingga investasi dalam kondisi ini masih dapat dinyatakan layak. PBP untuk seluruh kabel uji cenderung tidak berbeda, yakni 5 tahun untuk kedalaman 1-3 meter, dan 6 tahun untuk kedalaman 4-10 meter. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai karakteristik umum teknis dan ekonomis untuk mendukung perencanaan umum jangka panjang instalasi SKTT 150 kV menggunakan kabel 1000mm2 dan 2000mm2 di area Jabodetabek.

In Indonesia big cities, especially in Jabodetabek region, it tends has high-density of population. This affects on lack of land availability for 150 kV over-head line (OHL) transmission, even there is unavailability to erect OHL circuit in Jakarta due to the local government regulation. To overcome this, underground cable (UGC) transmission could be a solution. However, there are existing installations laid on the ground, consequently, UGC as the later installation one should be adjusted on the safe burial depth to avoid collision with the existing installations.
This paper discusses on relation of ampacity (current carrying capacity) of 150 kV High-Voltage UGC transmission at different common cable cross-section sizes applied in Jabodetabek region to its laying at 1 to 10 meter-depth referring to the ampacity value at the land surface laying (0 meter-depth) using statistics, NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate Return) and PBP (Payback Period) analyses by data from cable manufacturer specifications, construction contracts, and approval drawings.
This results that presumed on 1 circuit (cct) operation of 5,022 km cable in buried soil with the thermal resistivity ρT = 1 K.m/W , within 40 years at the manufacturer guarantee conditions showed that by ANOVA (using significance level, α = 5%) there is no significance of current carrying capacity (CCC) average against each of depth of burial among 3 cable tests of each dimension. However, there is a significant difference of on-buried to on-surface absolute Ampere value among 1000mm2-cable samples, even though the percentage of on-buried CCC differences against on-surface CCC value is relatively similar.
In economics, the NPV of are ranged from Rp 768 billions to Rp 534 billions for 2000mm2-cable and from Rp574 billions to Rp 410 billions for 1000mm2-cable. From those ranges, it shows that depth of burial affects more significant to the 2000mm2 cable NPV than that is 1000mm2 ones. The IRR tends to be typical for whole of the cable samples which is ranged from 23% to 18% (above determined MARR 5.27%) which means that an investment is still feasible on this condition. The PBP is also typical, which is 5 years for 1 to 3 meters depth of burial and 6 years for 4 to 10 meters depth. This may be used as a general technical and economical characteristics of UGC 1000mm2 and 2000mm2 installations in Jabodetabek region in order to support plan and/or to build government policies regarding its long-term installation planning.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudha Nandi Pradipta
"Pengukuran antena umumnya dilakukan pada medan jauhnya. Hal ini akan menjadi masalah jika ukuran antena tersebut besar dan medan jauhnya melebihi besar ruangan anti-gema (anechoic chamber). Salah satu pemecahannya adalah dengan mengukur antena tersebut pada daerah medan dekatnya. Skripsi ini membahas mengenai perancangan perangkat lunak berupa program untuk mengolah data hasil pengukuran antena medan dekat (near-field) dengan pemindaian silindris berupa hasil konversi data medan dekat ke data medan jauh dari suatu antena yang diukur pada medan dekatnya.
Bahasa pemrograman yang digunakan dalam merancang perangkat lunak tersebut adalah Matlab_ dengan versi 7.6.0.324 (R2008a). Keluaran dari program perangkat lunak tersebut berupa grafik 2 dimensi dan 3 dimensi suatu pola radiasi medan E antena yang diukur. Pengujian keakurasian program dilakukan dengan membandingkan hasil konversi data medan dekat suatu antena yang diukur pada suatu frekuensi dengan data hasil pengukuran medan jauh untuk antena yang sama dengan frekuensi yang sama. Pengujian program dilakukan dengan tidak menyertakan kompensasi pada probe sehingga nilai-nilai koefisien probe dianggap sama dengan satu.
Hasil pengujian menunjukkan proses konversi data lebih akurat dengan data medan dekat yang diambil dengan menggunakan probe open-ended waveguide daripada menggunakan probe antena microstrip elemen tunggal di mana penyimpangan rata-rata data menggunakan open-ended waveguide sekitar 3 db sedangkan penyimpangan rata-rata jika menggunakan microstrip elemen tunggal sekitar 6 db.

Measuring antenna parameters usually conducted using far-field method. The problem will occur if the antenna has the large size so its far-field distance becomes large and might exceed the space of anechoic chamber. One of the solutions is by measuring it using near-field method. This paper talks about designing software to process near-field measurement data from an antenna and transform them to its far-field data.
Matlab 7.6.0.324 (R2008) is used as the programming language. The scanning method of probe is cylindrical surface. The output is radiation pattern E-field plotted in 2D and 3D graphs. The accuracy of software calculation is checked by comparing far-field output data with far-field data that taken by far-field measurement in same frequency. Testing of this software is in uncompensated probe condition, where all probe coefficients pretended equal to one.
The testing result shows that near-field data transformation process more accurate with near-field data taken by using open-ended waveguide probe rather than using single element microstrip probe. It has about 3db of average deviation using openended waveguide probe and has about 6 db of average deviation using single element microstrip probe.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51462
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library