Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Sulistyo
Abstrak :
ABSTRAK
Studi ini membuktikan bahwa pemogokan buruh bukan sekedar masalah hukum dan bahkan hubungan kerja. Pemogokan, sebagai bagian dari politik buruh di tempat kerja, merupakan produk dari hubungan-hubungan social, ekonomi dan budaya masyarakat di sekitarnya atau dengan kata lain sebagai protes komunitas lokal. Pemahaman atas dunia perburuhan industri minyak tidak cukup hanya dengan membayangkan hubungan antara buruh dan pengusaha tetapi juga masyarakat sekitar bahkan negara menempati peran sangat menentukan. Buruh yang bersama-sama mogok memerlukan keberanian, karena mempertaruhkan penghidupannya. Oleh karena itu pemogokan dilakukan hanya dalam keadaan terpaksa. Dukungan kelompok-kelompok di luar tempat kerja diperlukan karena resiko pemecatan sangat besar. Apabila terjadi konflik antara pengusaha dan buruh, maka terdapat kecenderungan negara memihak pengusaha, karena terdapat ketergantungan ekonomi negara pada pengusaha. Secara koseptual negara terdiri dari seluruh masyarakat, termasuk buruh. Namun dalam sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai masa reformasi mengalami perubahan-perubahan penting yang kontradiktif. Pada masa sebelum kemerdekaan, negara kolonial cenderung berpihak pada pengusaha, meskipun terdapat anggota dewan yang berpihak pada buruh, setelah politik Etis di awal abad 20 bermunculan partai-partai politik pembela l uruh; pada awal kemerdekaan negara merupakan pendukung gerakan t. ruh yang bercirikan dekolonisasi atas keberanaan perusahan asing. Akan tetapi pada masa Orde Baru negara berbalik menjadi pendukung pengusaha asing. Konsekuensinya buruh minyak yang sejak awal kemerdekaan dalam mengatasi masalah hubungan perburuhan terhadap pengusaha mendapat pengawalan negara, kecuali di Sumatra. Pada masa Orde Baru buruh diperlakukan semata-mata hanya sebagai alat produksi. Depolitisasi pekerja terjadi pada masa Orde Baru. Ideologi nasionalisme yang berkembang menjadi penggerak perjuangan buruh di perusahaan asing ditinggalkan digantikan dengan isyu tentang Ilubungan Industrial Pancasila. Karyawan Indonesia dalam perusahaan asing yang diharapkan akan lebih simpati pads nasib buruh pada lapisan bawah, tidak punya pilihan lain kecuali menunjukkan loyalitasnya kepada pengusaha asing. Tidak terdapat satu partai politik dan anggota dewan pun yang menjadi pembela buruh pertambangan minyak dalam mencari keadilan. Perusahaan mendapat pengawalan ABRI, terlindungi oleh sistem peradilan dan kontrak kerja menutup peluang protes terbuka kepada perusahaan asing sebagai kontraktor PERTAMINA. Oleh karena itu buruh subkontraktor dikalahkan dalam pemogokan tahun 1999 dan 2000 oleh VICO, perusahaan minyak multi-nasional di Muara Badak, Kalimantan Timur. Penulisan disertasi ini dilakukan dengan metode penelitian sejarah dan etnografi sejarah. Pendekatan penelitian dan penulisan berdasarkan Grounded Research. Sumber_sumber yang digunakan berupa arsip, pers, dan internet. Wawancara dilakukan tidak hanya kepada para pejabat perusahaan, pihak kecamatan, kepala desa atau kelompok elit desa lainnya, tetapi juga masyarakat kebanyakan. Dalam penelitian disadari perlunya menciptakan situasi obyektivitas. Intervensi ide dihindari agar tidak mempengaruhi jawaban yang diberikan informan.
2005
D1569
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sulistyo
Abstrak :
Conservation of degraded land in Indonesia requires maps of degraded land. The maps were established based on a model developed in 1998 by the then Indonesia Department of Forestry. The model has 2 weaknesses i.e. 1. high level of uncertainty due to vector-based data used to build the thematic maps and 2. parameters redundancy or duplication from the model. This research was aimed to build up a proposed model on levels of degraded land at Merawu Watershed using fully raster-based data supported with remote sensing and GIS techniques. Parameters analyzed were Slope, Erosivity (R), Erodibility (K), Slope Length and Steepness (LS), Cover and Management (C), Support Practice (P) and Percentage of Canopy Cover. These data were presented in fully raster format. Management parameter was not explicitly used in this research because management parameter was already represented by the C and P parameters . Five parameters were directly obtained using fully raster format, i.e. Slope, LS, C, P and Percentage of Canopy Cover. The other 2 parameters went through spatial interpolation process before being presented as fully raster format. Correlation analysis among parameters was carried out. Parameters having high correlation coefficient (r ≥ 0.8) were excluded from the model to avoid redundancy. The proposed model only used parameters having low correlation coefficient. The research result showed that the determination of levels of degraded land was more accurate when using only erosion parameters, formulated as: Level of Degraded Land (LoDL) ≈ Erosion ≈ R x K x LS x C x P.
Bogor: Seameo Biotrop, 2017
634.6 BIO 24:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library