Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bellatric Andini Putri
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembuatan akta hibah oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang digugat oleh para ahli waris dari si penghibah setelah si penghibah meninggal dunia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah keabsahan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah dan pertanggungjawaban Camat sebagai PPATS terkait pembatalan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksploratif dengan meneliti data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan hibah bagi umat muslim wajib mengikuti ketentuan berupa rukun dan syarat hibah yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, termasuk ketentuan mengenai batas maksimum pelaksanaan hibah sebesar 1/3 (sepertiga) bagian harta benda si penghibah. Tidak dibenarkan bagi seorang penghibah untuk menyerahkan seluruh harta kekayaannya. Hal ini dikarenakan walaupun hibah dilakukan saat hidup, penghibah harus memperhatikan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan saat ia meninggal. Tidak hanya berdampak bagi pemberi hibah, hibah juga akan berdampak pada eksistensi ahli waris dan perhitungan harta warisan. Haram hukumnya apabila hibah yang dilakukan merugikan hak-hak atau bagian yang seharusnya didapatkan oleh ahli waris. Dengan demikian, pemberian hibah yang melanggar ketentuan Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, berarti hibah tersebut telah melanggar syarat objektif perjanjian serta melanggar syarat seorang penghibah sebagaimana ditentukan dalam Hukum Islam sehingga hibah batal demi hukum. Dengan demikian, PPATS yang membuat akta hibah tersebut dapat bertanggung jawab secara administratif dan perdata. Adapun tanggung jawab PPATS secara administratif ialah berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat, sedangkan secara perdata ialah PPATS dapat dimintakan ganti kerugian. Selain itu, tanggung jawab Camat yang juga merupakan PNS dapat diberikan Hukuman Disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis atau pernyataan tidak puas secara tertulis. ......The background of this research is the making of a grant deed by the sub-district head as Temporary Land Deeds Official (PPATS) which was sued by the heirs of the grantor after the grantor died. The problems studied in this research are the validity of the grant deed that exceeds the maximum grant limit and how is the responsibility of the sub-district head as PPATS regarding the cancellation of the grant deed that exceeds the maximum grant limit. The research was conducted using doctrinal research with an analytical exploratory research typology by examining secondary data, which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the study show that the implementation of grants for Muslims must follow the provisions in the form of pillars and conditions for grants that have been determined in the Compilation of Islamic Law, including provisions regarding the maximum limit for the implementation of grants of 1/3 (one third) of the grantor's assets. It is not permissible for a benefactor to give up all of his wealth. This is because even though the grant was made while alive, the donor must pay attention to the welfare of the family left behind when he dies. Not only has an impact on the grantor, the grant will also have an impact on the existence of heirs and the calculation of inheritance. It is unlawful if the grant made harms the rights or portion that should be obtained by the heirs. Thus, giving a gift that violates the provisions of Article 210 paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law means that the grant has violated the terms of the purpose of the agreement and violated the conditions of a donor as stipulated in Islamic Law so that the grant is null and void. Thus, the PPATS who made the grant deed can be responsible administratively and civilly. Administratively, PPATS' responsibilities are in the form of written warning, temporary dismissal, respectful dismissal, or dishonorable discharge, while civilly, PPATS can be asked for compensation. In addition, the responsibilities of the sub-district head, who is also a civil servant, can be given disciplinary punishment in the form of an oral warning, a written warning, or a written statement of dissatisfaction.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellatric Andini Putri
Abstrak :
Potensi pengetahuan tradisional Indonesia yang begitu besar dan beragam sering dieksploitasi oleh pihak asing tanpa adanya pembagian keuntungan sehingga merugikan bagi masyarakat adat atau lokal selaku pemegang pengetahuan tradisional tersebut. Adapun perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, termasuk pengetahun tradisional terkait sumber daya genetik, di Indonesia diatur dalam rezim hak kekayaan intelektual, khususnya paten. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai analisis penerapan mekanisme benefit sharing dalam pemanfaatan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaturan hukum nasional dan internasional terkait dengan Pengetahuan Tradisional, bagaimana pengaturan perlindungan Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik melalui mekanisme benefit sharing, dan bagaimana penerapan mekanisme benefit sharing terhadap Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis-normatif yang menggunakan data sekunder melalui studi dokumentasi dan data primer melalui wawancara. Adapun dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Pertama, paten atas suatu invensi yang didasarkan pada pengetahuan tradisional dapat dikabulkan apabila memenuhi beberapa persyaratan, yakni pengungkapan sumber asal invensi yang didasarkan atas pengetahuan tradisional (disclosure of origin), mendapatkan persetujuan atas dasar informasi dari pemegang pengetahuan tradisional, dan pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional. Kedua, pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional wajib dilakukan dengan menerapkan prinsip persetujuan atas dasar informasi awal (PADIA) dan menetapkan Kesepakatan Bersama. Ketiga, pengaturan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik dalam UU Paten belum efektif dilaksanakan. Maka, Pemerintah sebaiknya segera membuat peraturan perundang-undangan pelaksana dari ketentuan Pasal 26 UU Paten dan mulai menetapkan lembaga-lembaga yang tepat sesuai dengan fungsi yang diamanatkan dalam Protokol Nagoya. ......The huge and varied potential of Indonesian traditional knowledge is often exploited by foreigners without any benefit sharing, so that it is detrimental to the indigenous or local community as the holders of traditional knowledge. The protection of traditional knowledge, including traditional knowledge related to genetic resources, in Indonesia is regulated in an intellectual property rights regime, particularly patents. Therefore, this thesis discusses the analysis of the application of the benefit sharing mechanism in the utilazation of traditional knowledge related to genetic resources. The problems in this research are how to regulate national and international laws related to traditional knowledge, how to regulate protection of traditional knowledge related to genetic resources through benefit sharing mechanisms, and how to implement benefit sharing mechanisms for traditional knowledge related to genetic resources in Indonesia. This research is a descriptive study with juridicial-normative approach that uses secondary data through documentation studies and primary data through interviews. As for the results of the study it can be concluded that: First, a patent on an invention based on traditional knowledge can be granted fulfilling several requirements, namely disclosure of origin of the invention based on traditional knowledge, obtaining prior informed consent from the holder of traditional knowledge, and fair and equitable benefit sharing of traditional knowledge holders. Second, fair and equitable benefit sharing for holders of traditional knowledge must be carried out by applying the prior informed consent and established mutually agreed terms. Third, protection of traditional knowledge related to genetic resources in the Patent Law has not been effectively implemented. Therefore, the Government should immediately enact laws and regulations regulating the provisions of Article 26 of the Patent Law and begin to determine the appropriate institutions in accordance with the functions mandated by the Nagoya Protocol.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library