Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Boediarso Teguh Widodo
Abstrak :
Kebijakan fiskal yang merupakan salah satu instrumen kebijakan ekonomi makro mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai berbagai tujuan ekonomi dan sosial, yaitu stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan mengurangi pengangguran. Di Indonesia operasi fiskal pemerintah dilakukan melalui APBN, sehingga untuk dapat menjalankan peranan dan fungsi sentral kebijakan fiskal secara balk, APBN, haruslah sehat, dapat dipercaya (credible), dan memiliki ketahanan yang berkelanjutan (sustainable). Untuk mencapai APBN yang sehat, credible, dan sustainable tersebut harus dipenuhi dua kondisi yaitu necessary condition - defisit fiskal yang terkendali, dan sufficient condition - strategi pembiayaan anggaran yang mampu menjamin ketahanan utang yang berkelanjutan. Dengan demikian, ada dua aspek penting yang selalu menjadi pusat perhatian dari para stakeholders dalam perencanaan dan pengelolaan APBN tahunan, yaitu: (i) penetapan sasaran surplus/defisit fiskal, dan (ii) perencanaan strategi pembiayaan anggaran yang tepat. Hal ini untuk menghindari terjadinya penggunaan sumber-sumber pembiayaan secara berlebihan sehingga tidak menimbulkan beban fiskal yang sangat berat di masa-masa datang. Sebagai indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable umumnya digunakan rasio utang terhadap PDB, rasio pembayaran bungs utang terhadap total pengeluaran, keseimbangan umum (overall balance), dan keseimbangan anggaran primer (primary budget balance). Dengan basis fiskal yang cukup mantap, maka sejak tahun 1994/1995 telah terjadi perubahan yang sangat mendasar pada strategi kebijakan fiskal, dari anggaran defisit pada masa sebelumnya menjadi anggaran berimbang, bahkan anggaran surplus (dengan masing-masing sekitar 2,0 % dari PDB pada tahun 1995/1996 dan sekitar 1,9 % dari PDB pada tahun 1996/1997). Namun demikian, sangat disayangkan, perubahan strategi kebijakan fiskal ini tidak dapat berlangsung lama, karena badai krisis yang menerpa perekonomian Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memporakporandakan sendi-sendi kehidupan ekonomi nasional. Sebagai akibatnya, dalam enam tahun terakhir sejak krisis ekonomi, APBN Indonesia kembali mengalami anggaran defisit. Selama masa pemerintahan Orde Baru, defisit anggaran yang terjadi pada periode sebelum krisis, sepenuhnya ditutup dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri. Karena itu, pada sebagian besar periode fiskal selama PJP I, instrumen pembiayaan luar negeri menjadi sumber utama pembiayaan defisit anggaran. ]umlah pembiayaan loan negeri (bersih) yang berhasil dihimpun setiap tahun selama PJP I hampir selalu melebihi kebutuhan pembiayaan yang diperlukan untuk menutup defisit yang terjadi. Dengan demikian, hampir setiap tahun terdapat sisa Iebih pembiayaan anggaran, yang berarti menambah saldo rekening simpanan pemerintah di sektor perbankan sebagaimana tercermin pada pembiayaan perbankan dalam negeri (yang bertanda negatif). Seperti halnya yang terjadi pada defisit anggaran, ada perbedaan yang sangat signifikan dalam perkembangan pembiayaan anggaran selama krisis, seining dengan besarnya beban kebutuhan pembiayaan anggaran untuk menutup defisit APBN, memenuhi kewajiban pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri, melunasi obligasi dan surat utang negara yang jatuh tempo, serta membiayai pembelian kembali (buy back) obligasi dan surat utang negara yang belum jatuh waktu untuk membantu menurunkan stock utang, maka terjadi diversifikasi dalam penggunaan instrumen pembiayaan anggaran, sehingga menjadi semakin beragam. Karena itu, di samping pembiayaan anggaran dari sumber-sumber luar negeri masih tetap diperlukan, kebijakan pembiayaan anggaran selama krisis juga diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan dari dalam negeri. Pengembangan dan optimalisasi penggunaan instrumen pembiayaan dalam negeri ini terutama didasarkan atas pertimbangan adanya risiko kerawanan terhadap ketergantungan yang terlalu berlebihan atas penggunaan pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan APBN. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dengan berbagai pilihan sumber-sumber pembiayaan dapat disimpulkan bahwa fiscal sustainability masih bisa dipertahankan dalam jangka menengah maupun panjang. Hal ini terlihat dari stok utang total baik nominal maupun rasio terhadap PDB yang mempunyai kecenderungan menurun.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boediarso Teguh Widodo
Abstrak :
Tujuan inti dari penelitian ini adalah melakukan assessmen terhadaphubungan antara perilaku “siklikalitas fiskal” dengan “volatilitas output”. Fokusstudi pada evaluasi efektivitas kebijakan fiskal dalam menstabilkan fluktuasi siklusbisnis, dan menganalisis dampaknya pada output agregat dan kesempatan kerja.Fluktuasi siklus bisnis diidentifikasi melalui perilaku volatilitas output, yang diukurdari rasio celah output terhadap output potensial, sementara perilaku siklikalitaskebijakan fiskal diukur dari rasio keseimbangan primer terhadap output potensial.Sementara itu, efektivitas fungsi stabilisasi kebijakan fiskal dalam memperkecilvolatilitas output diukur dari rasio keseimbangan primer siklikal dan rasiokeseimbangan primer yang disesuaikan secara siklis terhadap output potensialberkenaan dengan celah output.Studi ini menyimpulkan lima temuan pokok sebagai berikut. Pertama,kebijakan fiskal di Indonesia selama periode penelitian (1980:1 – 2010:4) lebihbersifat kontra siklis (countercyclical) dalam merespon siklus bisnis. Kedua,kebijakan stabilisator fiskal otomatis cukup efektif dalam menstabilkan fluktuasisiklus bisnis. Ketiga, langkah-langkah kebijakan fiskal diskresioner cukup efektifdalam mengurangi volatilitas output, sehingga menyimpulkan, kebijakan fiskalcukup efektif dalam menstabilkan fluktuasi siklus bisnis di Indonesia.Keempat,guncangan ekspansi fiskal melalui pemotongan pajak memberikan dampak yanglebih besar pada permintaan agregat, output agregat, dan kesempatan kerja,ketimbang ekspansi fiskal melalui belanja konsumsi pemerintah ataupun melaluibelanja investasi pemerintah. Kelima, guncangan ekspansi fiskal melaluipeningkatan belanja konsumsi pemerintah memberikan dampak yang lebih besarpada permintaan agregat, output agregat dan kesempatan kerja dibandingkandengan ekspansi fiskal melalui belanja investasi pemerintah ...... The main objective of this research is to conduct an assessment of therelationship between the behavior of “fiscal cyclicality” and “output volatility”. Thefocus of the study is to evaluate the effectiveness of fiscal policy in stabilizingbusiness cycle fluctuations and to analyze the impact on aggregate output andemployment. Business cycle fluctuations are identified through the behavior ofoutput volatility, as measured by the ratio of the output gap to output potential,while the behavior of the cyclicality of fiscal policy is measured by the ratio of theprimary balance to potential output. Meanwhile, the effectiveness of thestabilization function of fiscal policy in reducing output volatility is measured bythe cyclical primary balance ratio and the cyclically adjusted primary balance ratioto output potential with respect to the output gap.This study draws five main conclusions, as follows: First, fiscal policy inIndonesia during the research period (1980:1 – 2010:4) is more countercyclical innature in responding to the business cycle. Second, the automatic fiscal policystabilizers are sufficiently effective in stabilizing business cycle fluctuations.Third, discretionary fiscal policy actions are sufficiently effective in reducingoutput volatility, so that it can be concluded that fiscal policy is quite effective instabilizing business cycle fluctuations in Indonesia. Fourth, a fiscal expansionshock via cuts in taxation produces a larger impact on aggregate demand, aggregateoutput and employment opportunities rather than fiscal expansion via governmentconsumption expenditure or through government investment expenditure. Fifth, afiscal expansion shock through increased government consumption expenditureprovides a larger impact on aggregate demand, aggregate output and employmentcompared with fiscal expansion via government investment expenditure.
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2012
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library