Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chintya
Abstrak :
Artikel ini membahas mengenai dinamika suratkabar Soeara Oemoem sebagai corong Parindra terhadap pergerakan nasional dengan rentang waktu 1932—1938. Suratkabar ini berdiri pada babak ketiga pers kolonialisme. Suratkabar ini merupakan peleburan dari Soeloeh Indonesia Moeda dan Soeloeh Indonesia. Suratkabar ini merupakan suratkabar yang bercita-cita memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari jalur diplomasi. Akan tetapi, suratkabar ini kemudian menjadi media Parindra, sehingga artikel-artikel yang dimuat dalam suratkabar ini merupakan perjuangan kemerdekaan Indonesia dari sudut pandang Parindra. Bahkan, penulis berargumen bahwa pada akhirnya suratkabar ini menjadi alat kampanye bagi program-program kerja Parindra dalam usaha mengambil hati masyarakat. Kajian ini akan fokus untuk melihat dinamika Soeara Oemoem yang awalnya merupakan media independen hingga menjadi media partai yang ditunjukkan dari artikel-artikel yang dimuat. ......This article discusses the dynamics of the newspaper as a mouthpiece Parindra Soeara Oemoem against the national movement for periods ranging from 1932 to 1938. This newspaper was founded in the third round of the colonialism press. This newspaper is a fusion of Soeloeh Indonesia Moeda and Soeloeh Indonesia. This newspaper is a newspaper that aspires to fight for Indonesian independence of diplomacy. However, this newspaper became Parindra media, so that the articles published in this newspaper is Indonesia's independence struggle from the standpoint of Parindra. In fact, the authors argue that in the end this newspaper became a campaign tool for work programs in an effort to ingratiate Parindra society. This study will focus on looking at the dynamics of Soeara Oemoem, which was originally an independent media to become party media as shown in the articles published.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Chintya
Abstrak :
Pertunjukkan Pawai Tatung dalam perayaan Cap Go Meh berasal dari Kalimantan Barat, tepatnya Kota Singkawang. Tradisi Tatung di Kalimantan Barat merupakan tradisi yang dibawa langsung oleh suku Hakka yang berasal dari Cina Selatan. Hal yang menarik dari Pawai Tatung di Kota Singkawang adalah tradisi ini merupakan perpaduan antara tiga budaya yakni budaya Dayak, Melayu serta Cina. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk implementasi akulturasi etnis Cina dengan kebudayaan lokal dalam Pawai Tatung di Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer berupa video dokumentasi penuh Perayaan Cap Go Meh Singkawang 2020 dari halaman Youtube “Pojok Inspirasi”. Hasil penelitian menemukan bahwa bentuk implementasi akulturasi dalam Pawai Tatung tidak hanya terletak dari keikutsertaan masyarakat dari masing-masing ketiga budaya tersebut serta kostum khas dari masing-masing budaya, melainkan keterlibatan dewa-dewi Cina dengan roh lokal setempat ( Datuk & Latuk ). Akulturasi yang terjadi dalam Pawai Tatung menunjukkan tumbuhnya kesetiaan orang Cina terhadap penunggu / roh nenek moyang setempat serta rasa persaudaraan yang terjalin diantara ketiga budaya ini dan berhasil berpengaruh terhadap eksistensi Pawai Tatung yang masih ada hingga saat ini di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. ...... The Tatung Parade in the Cap Go Meh celebration originally from Singkawang City, West Kalimantan. The Tatung tradition in West Kalimantan was brought by the Hakka people from South China. The interesting thing about the Tatung Parade in Singkawang City is that this tradition is a collaboration between three cultures ; The Dayak, Malay, and Chinese. The main problem in this research is how the implementation of the acculturation between the Dayak, Chinese and Malay in the Tatung Parade is. The research method is qualitative method. The primary source in this research is a full documentation video of the 2020 Cap Go Meh Singkawang Celebration from Youtube account "Pojok Inspirasi". The result of this research indicates that the form implementation of acculturation in the Tatung Parade did not only lie in the participation of the Dayak, Malay, and Chinese, but it is the involvement of Chinese gods / goddesses with local spirits (Datuk & Latuk). The acculturation that occurs in the Tatung Parade shows the loyalty of the Chinese to the local ancestors of West Kalimantan and the brotherhood between these three cultures. This acculturation has proven influent on the existence of Tatung Parade in Singkawang City until right now.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library