Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T40637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Dewanto
"Thesis ini mengemukakan sistem deteksi jarak obyek menggunakan Laser HeNe. Sistim pengukuran jarak ini menggunakan sinar LASER HeNe sebagai media penghantar informasi, sedangkan obyeknya menggunakan dua jenis material yaitu : obyek yang memantulkan sinar sempurna ( memiliki koefisien refleksi tinggi ) dan obyek yang memantulkan sinar tidak sempurna ( memiliki koefisien refleksi rendah ).
Sistim pengukur jarak ini dapat mendeteksi jarak sebuah obyek atau benda, pada jarak tertentu di alam terbuka maupun di dalam ruangan . Obyek yang digunakan pada penelitian ini adalah dua material yang dianggap mewakili semua benda yang ada, cermin pantul mewakili benda yang memantulkan cahaya sempurna dan layar pengamatan mewakili benda yang tidak memantulkan cahaya sempurna. Sistim pengukuran jarak ini dalam pengembangan lebih lanjut suatu alat khusus yang bernama THEODOLIT , alat yang biasa dapat melengkapi dipakai dalam pekerjaan bangunan (sipil), sehingga akan menghasilkan ketepatan dan ketelitian yang lebih baik."
2000
T1458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Haryo Dewanto
"Pengetahuan konsumen terdiri dari informasi yang disimpan di dalam ingatan. Informasi yang dipegang oleh konsumen mengenai produk akan sangat mempengaruhi pofa pembelian. Produsen harus mempertimbangkan pengetahuan pembelian yang berkenaan dengan kepercayaan yang dipegang konsumen mengenai dimana dan kapan pembelian harus terjadii.
Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk memberikan respon perilaku senang atau tidak senang secara konsisten terhadap obyek tertentu. Persepsi adalah proses dalam individu untuk menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpresentasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang memiliki arti. Periklanan merupakan salah satu alat yang paling umum digunakan perusahaan untuk mengarahkan komunikasi persuasif pada pembeli sasaran dan masyarakat. Periklanan dapat didefinisikan segala bentuk penyajian non personal dan promosi ide, barang, atau jasa oieh suatu sponsor tertentu yang memeeukan pembayaran.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah grup diskusi. Dalam penelitian ini metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel berstrata atau stratified sample. Data kualitatif yang telah terkumpul, yaitu yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa konsumen memiliki keyakinan yang jauh Iebih kuat mengenai sikap produk mereka biia didasarkan pada pemakaian produk aktual dibandingkan bila didasarkan pada ikian saja. Stimuli sering kaii bersifat ambigu (mendua arti). Ketika stimuli sangat ambigu, individu biasanya akan menginterpretasikan dengan cara pemenuhan kebutuhan pribadi, harapan, minat, dan lain-lain. Adapun saran, dengan melakukan pelacakan terhadap sikap konsumen sepanjang waktu merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi perubahan yang potensial di dalam permintaan produk dan perilaku konsumsi. Konsep persepsi memiliki implikasi serta panting bagi pemasar yang dapat memfasilitasikan penerimaan produk baru dengan memasukkan strategi pengurangan resiko dalam kampanye promosi produk barunya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Dewanto
"ABSTRAK
Agroekosistem adalah suatu lingkungan binaan dan menjadi bagian dari ekosistem alam yang didominasi oleh manusia dan tanaman pertanian. Keanekaragaman hayati yang rendah dan ekosistemnya yang tidak stabil, menyebabkan terjadi eksplosi hama atau organisme pengganggu tanaman (OPT). Kondisi tersebut menjadi kendala utama bagi lingkungan produksi sayuran di Kabupaten Dati II Banjamegara Jawa Tengah.
Pada sistem konvensional, penggunaan pestisida yang intensif dianggap sebagai cara pengendalian OPT yang efektif, Namun demikian, cara tersebut memiliki dampak negatif seperti: tercernarnya tanah dan air, ancaman bagi kesehatan manusia, dan tidak efisiennya usaha tani. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, di Indonesia telah diterapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) untuk tanaman padi pada tahun 1989 dan untuk tanaman sayuran pada tahun 1992.
Sistem PHT adalah suatu konsep atau filosofi untuk menanggulangi masalah hama melalui pendekatan ekologi dan ekonomi. Ada tiga konsepsi dasar PHT yaitu: pengamatan agroekosistem, konsepsi ambang ekonomi (AE), dan konsepsi pelestarian lingkungan. Dalam program PHT, petani dilatih memahami konsepsi dasar itu melalui sekolah lapangan pengendalian hama terpadu (SLPHT) yang berlokasi di lahan milik petani, dengan proses belajar berdasarkan pengalaman, agar petani dapat menerapkan teknologi PHT di lahannya sendiri.
Tujuan dari studi ini ialah untuk mengetahui dampak implemetasi sistem PHT dibandingkan dengan sistem Konvensional pada komponen lingkungan yang meliputi: pendapatan usaha tani kentang dan kubis, keanekaragaman spesies serangga di pertanaman kentang/kubis, serta kadar residu pestisida di dalam hasil panen, tanah dan air larian yang berasal dari pertanaman kentang/kubis yang menerapkan sistem PHT dan sistem konvensional.
Metode penelitian yang digunakan adalah Ex Post Facto atau kausal komparatif dengan metode penetapan sampel Purposive Sampling dan Simple Random Sampling. Penelitian dilaksanakan di dataran tinggi Dieng Kabupaten Dati II Banjarnegara mulai bulan November 1998 sampai dengan Januari 1999. Wilayah penelitian meliputi kecamatan Batur, Pejawaran dan Wanayasa. Dipilih dua sampel desa dari tiap kecamatan, yang terdiri atas satu desa yang mewakili sistem PHT dan satu desa mewakili sistem konvensional (non PHT). Sebagai responden ditentukan 20 petani kentang dan 20 petani kubis dari setiap desa. Jumlah responden di enam desa sampel tersebut ialah 240 petani, yang terdiri atas 120 petani PHT dan 120 petani non PHT. Untuk mengamati residu pestisida dan keanekaragaman serangga, ditentukan empat petak pertanaman kentang dan empat petak pertanaman kubis di setiap desa.
Pengaruh implementasi PHT pada nisbah manfaat dan biaya (BIC Ratio) usahatani kentang dan kubis berbeda sangat nyata dibandingkan dengan sistem konvensional. Demikian pula keanekaragaman spesies serangga bukan sasaran pada pertanaman sistem PHT berbeda sangat nyata. Secara umum pengaruh sistem PHT pada kandungan residu pestisida (insektisida) di dalam hasil panen dan tanah berbeda nyata sampai sangat nyata dengan sistem konvensional, sedangkan residu di dalam air larian pada umumnya tidak berbeda nyata.
Berdasarkan batas maksimum residu (BMR) menurut SKB MENKES dan MENTAN No, 8811MENKESISKBIVIII11 996-7 1 11Kpts/ TP.27018196, kadar residu dalam hasil panen di wilayah studi masih rendah, Rata-rata kadar residu yang terdeteksi di dalam umbi kentang ialah 0,0026 ppm dan di dalam krop kubis 0,0024 ppm, sedangkan BMR untuk kartaphidroklorida untuk umbi kentang adalah 0,1000 ppm dan untuk krop kubis adalah 0,2000 ppm. Hasil peneiitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Pendapatan usaha tani kentang/kubis pada sistem PHT lebih tinggi daripada sistem konvensional. Nisbah manfaat dan biaya pada kentang sistem PHT ialah 1,04 dan sistem konvensional 0,85, sedangkan pada kubis sistem PHT ialah 1,18 dan sistem konvensional sebesar 0,82; (2) Keanekaragaman spesies serangga bukan sasaran di pertanaman kubis dan kentang yang menerapkan sistem PHT lebih tinggi daripada sistem konvensional, Rata-rata nilai keanekaragaman pertanaman sistem PHT adalah 2,01 dan sistem konvensional 1,10; dan (3) Kadar residu senyawa insektisida di dalam hasil panen (kentang dan kubis), di dalam tanah dan dalam air larian yang berasal dari pertanaman yang menerapkan sistem PHT lebih rendah daripada sistem konvensional, dengan perincian sebagai berikut: (a) residu insektisida pada basil panen pada sistem PHT adalah 0,0042 ppm, sedangkan pada sistem konvensional 0,0113 ppm, (b) Residu insektisida dalam tanah pada pertanaman sistem PHT ialah 0,0496 ppm dan pada sistem konvensional sebesar 0,06'70 ppm, dan (c) residu insektisida pada air larian di pertanaman sistem PHT adalah 0,0027 ppm dan pada sistem konvensional adalah 0,0054 ppm.

ABSTRACT
Impact of Integrated Pest Management on the Environment of Vegetable Crop (A Case Study on the Environment of Potato and Cabbage Planting in the Distric of Banjarnegara, Central Java Province)Agroecosystem is an artificial environment and as a part of the natural ecosystem in where dominated by human and crops. Due to low biological diversity and unstable ecosystem, pest outbreak always occur in a certain agroecosystem. This condition becomes major constraint for the environment of vegetable planting in the distric of Banjarnegara, Central Java Province.
In the conventional system, the use of pesticide intensively is considered as the most effective control measure to overcome pest problem. However, this In the conventional system, the use of pesticide intensively is considered as the most effective control measure to overcome pest problem. However, this system has negative impacts such as soil and water pollution, threat to human health, and inefficient farming system. To overcome this problem, integrated pest management (IPM) has been adopted and implemented in Indonesia since 1989 in rice and in vegetable crops since 1992.
IPM system is a concept or philosophy to overcome pest problem through ecological and economical approach. There are three basic concepts of IPM namely observation of the agroecosystem, establishment of economic treshold and environmental conservation. In IPM program, farmers were trained to understand these basic concepts through Farmer's Field School (FFS) located at farmer's field, using experience learning processes, in order they can implement 1PM technology at their own fields.
This objective of this study was to investigate the impact of the IPM implementation versus the Conventional system on the environment components, includes the income gained by farmers from the potato and cabbage farming, diversity of non-target insect species in potato and cabbage field, and the level of pesticide residues in yield, soil and run off originated from the fields which were subjected to IPM system versus Coventional system.
Wanayasa, located at Dieng plateau area district of Banjarnegara, Central Java-Two sample villages were chosen from each sub-districts. One village represented IPM system while the other one represented conventional system (non IPM). Respondents in each village comprised 20 potato farmers and 20 cabbage farmers; the total number of respondents involved in this study were 240 farmers (120 farmers for IPM system and 120 farmers for non IPM system). To observe the pesticide residues and the diversity of insects, four blocks of potato field and four blocks of cabbage field were chosen in each sample village.
It was found that the impact of 1PM implementation on the net profit of potato and cabbage farming was significantly higher than that of conventional system. It was also found that the diversity of non-target species in the potato and cabbage field for IPM system was significantly higher than that of conventional system. In general, the effect of IPM system on the level of pesticide (insecticide) residues in the potato tubers and cabbage crops and in the soil was significantly lower than that of conventional system while the level of insecticide residues in run off was generally not significantly different in both systems.
Compared with the maximum residue limit (MRL) defined by joint decree of Ministry of Health and Ministry of Agriculture No. 881IMENKES/SKBIVIIII1996-71 liKpts/TP.27018/96, the levels of pesticide residue in the study area was relatively low because the average residue levels detected in potato tubers was 0.0026 ppm and in cabbage crops was 0.0024 ppm. According to this decree, the maximum levels for cartaphydrochioride residue in potato tuber is 0.1000 ppm and in cabbage crop is 0.2000 ppm.
In conclusion, results of this study are: (I) the net profit obtained by the farmer from potato/cabbage fanning with 1PM system was higher versus conventional system. The BIC ratios for potato with 1PM system and conventional system were 1.04 and 0.85 respectively while for cabbage with IPM system and conventional system were 1.18 and 0.82 respectively; (2) the diversity of non target insect species in cabbage and potato fields with IPM system was higher than that of conventional system. The average of diversity of crop field with IPM system was 2.01 while in conventional system was 1.10; and (3) in IPM system, the insecticide residue levels in the potato tubers and cabbage crops, in the soil and m the water run off were lower than that of conventional system; as follows: (a) the insecticide residues in the potato tubers and cabbage crops practicing IPM system was 0.0042 ppm while from conventional system was 0,0113 ppm, (b) the insecticide residues in the soil samples from the crop field with IPM system was 0.496 ppm while in conventional system was 0.0670 ppm, and (c) the insecticide residue in water run off in the field with IPM system was 0.0027 ppm and in conventional system was 0.0054 ppm.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannes Dewanto
"Dalam tesis ini dirancang suatu pengendali untuk proses-proses pengolahan air yang dengan PLC (Programmable Logic Control). PLC tersebut diprogramkan berdasarkan urutan-urutan proses yang telah ditentukan dengan waktu tertentu, yang terdiri dari proses pengolahan air, proses cuci filter, proses regenerasi resin, proses regenerasi anion, proses regenerasi kation, proses pembilasan tangki 2, proses pengeringan tangki 2, proses pengeringan tangki 2 dengan kompresor, proses periksa konduktivitas. Proses-proses tersebut diprogramkan pada PLC dengan mengatur bukaan-bukaan katup yang sesuai. Untuk penerapan bagi pengendali tersebut diatas, dibuat suatu simulator dengan komputer pribadi.
Model matematis dari proses yang disimulasikan tersebut, diturunkan berdasarkan sifat - sifat fisika proses tersebut. Agar hasil simulasi dapat dilihat dalam waktu yang relatif singkat, dilakukan Skala waktu 1 : 60. Keluaran simulasi berupa ketinggian air pada tangki 1 dan 2 serta konduktivitas dari air yang dihasilkan ditampilkan pada panel berupa penyalaan LED dan gerakan jarum voltmeter analog. Hubungan simulator dengan PLC dilakukan melalui suatu antarmuka dengan pengalamatan yang tertentu, sehingga terdapat komunikasi antara PLC dan simulator melalui antarmuka tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
T1459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoseph Arya Dewanto
"Pembangunan kapal di Indonesia sarnpai saat ini masih kalah bersaing dibandingkan dengan negara-negara tetangga antara lain Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan Cina. Salah satu masalah yang dihadapi galangan-galangan kapal di Indonesia adalah tidak tepat waktu penyelesaian dalam pembangunan suatu kapal karena banyak faktor yang mempengaruhi sistem produksi pembangunan kapal tersebut, antara lain adalah tidak tepatnya sistim produksi yang digunakan dan juga terbatasnya fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki galangan kapal tersebut.
Beberapa galangan kapal di Indonesia sudah menggunakan metode sistim blok dalam pembangunan badan kapalnya saja tetapi tidak termasuk outfitting (peralatan) perkapalan dan sistim pemipaannya. Untuk pemasangan sistem pemipaannya, galangan kapal di Indonesia masih menggunakan sistim on board atau melakukan pemasangan pemipaan setelah pekerjaan konstruksi badan kapal selesai. Hal ini adalah salah satu yang membuat larnanya waktu pembangunan kapal sedangkan di negara-negara lain sudah menggunakan sistim modul dengan outfitting sehingga produktivitas pembangunan kapalnya meningkat.
Untuk itu penulis akan menganalisa suatu sistem produksi yang ditinjau dari segi efisien waktunya dalam perhitungan kebutuhan jam kerja (manhour) yang dibutuhkan dari kedua sistem tersebut. Untuk contoh kasus, penulis mengambil suatu basil produksi yang sudah dilakukan di galangan kapal X Jakarta yaitu kapal Tanker 1500 DWT dengan pembangunan sistem pemipaan di kamar mesinnya masih menggunakan sistem on board dan akan dihitung efisien waktunya menggunakan sistim modul dengan metode Advanced Outfitting dalam sistem pemipaan di kamar mesin kapal Tanker 1500 DWT tersebut.
Dan hasil penelitian ini dapat dibuktikan bahwa sistim modul dengan menggunakan metode Advanced Outfitting akan dapat meningkatkan produktivitas galangan kapal ditinjau dari segi efisiensi waktunya.

The main reason why the Indonesian shipyards can not compete with its neighboring country such as South Korea, Singapore, Malaysia and Cina is because of the accuracy of the finishing time in manufacturing the ship that is usually not on schedule. There are a lot of factor that give influence to why the ship building is usualy not on schedule. It could be because of the ship building company is not using the appropriate production system and may also because of the company's structure and infrastructure facilities are very limited.
There are several Indonesian shipyards that are already using the "on block system method" in the building of ship's hull. While assembling the piping system, most of the Indonesian shipyards are still using the on-board system and that is assembling the pipe after the hull block construction work is done. That is one of the reason why the building ship in Indonesia takes a long time. Other countries today is using the outfitting module systems that makes the shipbuilding productivity more efficient in time.
This thesis is about analyzing production system for a Tanker Vessel of 1500 DWT in one of Jakarta's shipyard on the time efficiency and manhour point of view. Nowadays, Tanker Vessel of 1500 DWT production is still using the on-board system to assemble the pipe in the engine room. In this thesis the time efficiency for Tanker Vessel of 1500 DWT building using the module system with Advanced Outfitting method is calculated.
The whole research has showed us that modular system method on time efficiency and man hour point of view using Advanced Outfitting method may increase the ship building efficiency and productivity of time.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T1487
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Dewanto
"PT. ATP adalah sebuah holding company di bidang manufaktur dan trading komponen kendaraan bermetor. Dalam memasarkan produknya PT. ATP memiliki dua segmen pasar, yaitu Original Equipment Market (OEM) yang memasok spare parts ke produsen kendaraan roda dua maupun roda empat dan pasar Replacement Market (REM) atau disebut juga after market, yang memasok langsung ke end-user melalui jaringan retail. Pada jaringan retail di pasar REM tersebut PT. ATP bertindak sebagai produsen dan distributor.
Setelah era perdagangan babas, pasar OEM mendapatkan tekanan karena perusahaan harus menekan biaya produksi yang disebabkan adanya trend mobil murah dan kenaikan biaya BBM yang mengakibatkan daya beli masyarakat melemah. Hal ini rmcmbuat marjin laba di pasar OEM semakin tipis.
Salah satu strategi bisnis perusahaan untuk bertahan hidup adalah memaksimalkan penj aalan di pasar REM yang mampu memberikan profit yang lebih besar. Untuk meningkatkan penjualan sekaligus menghadapi serangan spare parts Cina yang murah, top manajemen memutuskan untuk merambah bisnis retail untuk memangkas jalur distribusi sehingga harga produk bisa sampai ke konsumen dengan harga lebih murah, kualitas yang sama dan lebih cepat.
Dalam rangka membuat jaringan retail yang kuat di alam Indonesia tersebut, PT. ATP melakukan reorganisasi dengan menugaskan karyawan yang selama ini bekerja di kantor pusat untuk membuka dan memimpin cabang sales dan logistik di seluruh Indonesia. Tentu saja diperlukan adanya perubahan budaya perusahaan karena adanya perluasan bidang bisnis tersebut. Karena selama ini karyawan PT. ATP tidak terbiasa untuk berhubungan langsung dengan konsumen sehingga mereka juga tidak terbiasa untuk melayani dan peka terhadap kebutuhan konsumen.
TA ini bertujuan untuk mcmberikan rekomendasi pemecahan masalah kepada manajemen PT. ATP dalam rangka merubah budaya perusahaan. Perubahan budaya perusahaan tersebut sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan reorganisasi PT. ATP tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Dewanto
"Perkembangan industri yang pesat dan persaingan yang semakin sengit dan berubah dengan sangat cepat mcnyebabkan, banyak perusahaan ntanufaktur berkerja keras untuk tetap berusaha dalam meningkatkan produksi yang lebih efektif dan efisien. Keadaan ini akan menimbulkan usaha-usaha untuk menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan namun tetap dapat menghasilkan suatu produk yang berkualitas dan sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan. Salah satu cara untuk menekan biaya produksi tersebut adalah usaha untuk mengurangi produk cacat atau produk yang keluar dari spesifikasi pelanggan. Dengan kata lain, kualitas yang baik menjadi suatu kunci sukses untuk tetap bertahan dalam persaingan bisnis. Demikian juga bagi PT Branta Mulia Teijin Indonesia sebagai produsen dan pemasok benang poliester atauu bahan baku pembuatan ban membutuhkan suatu strategi operasi dalam peningkatan kualitas agar tetap dapat bertahan di persaingan dunia bisnis yang semakin kompetitif.
Permasalahannya sekarang adalah PT Branta Mulia Teijin Indonesia masih menernukan terjadinya abnormalitas pada produk yang dihasilkan yaitu benang cacat secara fisik dan kualitas benang yang keluar dari spesifikasinya. Berlatar belakang permasalahan tersebut maka Penulis ingin menyampaikan suatu paparan penelitian tentang pengendalian kualitas dengan Metodologi Six Sigma untuk dapat diterapkan di PT Branta Mulia Teijin Indonesia sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah yang sedang dihadapi.
Six Sigma adalah salah satu strategi operasi yang menitikberatkan pada fokus kegiatan atau proses usaha pada penciptaan produk yang mendekati sempurna. Penekanan utama dalam implementasi Six Sigma adalah mutlaknya pengukuran karena tanpa adanya pengukuran terhadap kualitas maka program Six Sigma akan menjadi sia-sia dan akan tenggelam menjadi sebuah slogan manajemen biasa.
Penelitian yang dilakukan di dalam Karya Akhir ini adalah mencoba menerapkan Metodologi Six Sigma melalui pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improvement, Control). Pendekatan tersebut sangat berguna dilakukan bagi perusahaan karena secara runtun dan sistematis diuraikan mengenai pendefinisian masalah, pengukuran kualitas yang sudah dicapai, mcnganalisa pennasalahan dan memperbaiki masalah kemudian melakukan kontrol terhadap hasil yang sudah dicapai. Dari analisa yang dilakukan didapat suatu informasi yang sangat berguna bagi perusahaan mengenai pemecahan masalah abnormalitas benang poliester yang sedang terjadi melalui pendekatan DMAIC. Pada fase pendefinisian ditemukan masalah benang cacat pada kualitas properti benang dan fisik benang. Dari hasil identifikasi ditemukan bahwa masalah kualitas properti benang yang menjadi vital few adalah kualitas tenacity, oil pick up dan shrinkage dengan faktor penyebab yaitu kondisi proses yang tidak sesuai dengan target kualitas yang diharapkan dan abnormalitas pada mesin. Identifikasi juga dilakukan terhadap masalah kualitas fisik benang dan yang menjadi vital few adalah spreaded yarn (benang penah), clipped (benang terjepit) dan sloughed (benang kusut). Adapaun faktor penyebab masalah tersebut adalah high yarn tension dan kondisi mesin winder yang kurang baik. Dengan demikian diperlukan perbaikan terhadap masalah tersebut yaitu perbaikan langsung terhadap mesin dan parameter kondisi operasi. Dengan kondisi sekarang ini, level sigma kualitas benang poliester yang dicapai masih berkisar 3 sigma artinya masih terdapat kurang lebih 66.807 kesalahan per satu juta kesempatan dan pengukuran terhadap indek Cpk juga masih dirasa kurang baik karena ada beberapa kualitas properti benang poliester yang masih mempunyai nilai indek Cpk dibawah 1,33. Dan hasil pengukuran kualitas yang dicapai pada kondisi sekarang ini maka sudah saatnya perusahaan berusaha meningkatkan kualitas yang lebih baik lagi dengan mencoba menerapkan Metodologi Six Sigma seperti yang diusulkan Penulis pada Karya akhir ini.
Penerapan Metodologi Six Sigma ini akan lebih baik lagi jika didukung sepenuhnya oleh pimpinan puncak perusahaan karena menyadari penlingnya pelaksanaan slrategi Six Sigma yang berdampak positif bagi kelangsungan hidup perusahaan dan karyawan. Di samping itu pula diperlukan komitmen dari pimpinan puncak karena implementasi Six Sigma pada lase awalnya lebih berat secara aspek perilaku dari pada operasionalnya sendiri. Kebanyakan perusahaan tidak terbiasa mengukur defect atau kesalahan misalnya pelanggan yang kecewa terhadap bentuk kemasan dan masih banyak hal lain yang kelihatannya sepele tetapi mempunyai dampak yang besar bagi kepuasan pelanggan.

Rapid industrial progress and increasingly keen competition, along with extremely fast changes in the business environment, have caused many manufacturing companies to work hard in maintaining a more effective and efficient production. This condition will cause more efforts to decrease production costs but it still can produce a good quality product and fulfills the customer's desires and expectations. In other words, good quality is the key to success iii business competitions.
PT Branta Mulia Teijin Indonesia as a producer and supplier of polyester threads, which are one of raw material for making tires, still finds abnormalities in its products, i.e. physically defective threads and threads which deviate from their specifications. Based on those facts, the Author would like to present the research about quality control with the Six Sigma Methodology, to be implemented at PT Branta Mulia Teijin Indonesia as a viable solution to the problem at hand.
Six Sigma is one of the operation strategy which emphasizes a focus on activities or processes to create a near-perfect product. The main emphasis on Six Sigma implementation is the exactness of measurement, because without the measurement of quality the Six Sigma program will be of no use and will degenerate into an empty management slogan.
The research that was done in this Final Thesis pertains to attempt the Six Sigma Methodology implementation through the DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improvement, Control) Approach. This approach is very useful for the company because it sequentially and systematically explains the definition of the problem, measures the quality that has been achieved, analyzes and rectifies the problems, and then controls the results achieved. The analysis will yield information that will be very useful to the company, in terms of finding a solution to the problem of polyester thread abnormality through the DMAIC approach. The result of define phase are problems of physically defective threads and threads which deviate from their specification. From the define phase found the vital few of the problem such as the quality of tenacity, oil pick up and shrinkage. The cause factors of those problems are unsuitable process conditions that are not match with the expected target and also machines abnormalities. Identification phase had also been done on physical yarn quality resulting the vital few of the problems such as spreaded yarn, clipped and sloughed. The cause factors of those problems are high yarn tension and worst winder machines conditions. Thus are needed the improvements to solve the problem such as direct improvements to solve machines problems and parameter conditions in the field. Another improvement is using FMEA implementation to solve the problem. The result of FMEA analysis are the equipments such as godet roller, traverse cam, Mo nozzles and gear pump polymer need to be improved and controlled more frequently.
The current conditions of EMTI's sigma level of the polyester thread's quality is still at approximately 3 sigma, which means that there is a probability of 66.807 defects per million opportunities, and the measurement of the Cpk index is also deemed inadequate due to the fact that there are several qualities of the polyester thread which still have Cpk index scores below 1.33. The result of the measurement of quality during present conditions shows that the company has reached a point at which it should endeavor to improve the quality of its products, by attempting to implement the Six Sigma Methodology as suggested by the Author in this Final Thesis.
The Six Sigma Methodology will be better implemented if it is fully supported by the top management of the company, due to the management's realization of the importance of implementing the Six Sigma strategy that will have a positive impact on the survival of both the company and its employees. Furthermore, a commitment from top management is needed because at initial stages the Six Sigma implementation is more difficult in its behavioral aspects than in its operational ones. Most companies are simply not accustomed to measuring defects or errors such as the customer's dissatisfaction at the shape of the product's packaging, ,ind other seemingly trivial details that may have a tremendous impact on the customer's satisfaction.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Dewanto
"Di lingkungan bisnis yang sangat kompetitif saat sekarang, tanggung jawab perusahaan dalam memanfaatkan modal yang diperolehnya dari pasar modal tidaklah mudah, karena perusahaan tersebut dituntut pula untuk memberikan peningkatan keuntungan bagi para pemodal yang telah ikut menginvestasikan dananya ke perusahaan. Kemudian, perkembangan selanjutnya menghendaki perusahaan untuk tidak hanya bertumpu pada peningkatan keuntungan perusahaan sendiri melainkan lebih jauh untuk meningkatkan nilai bagi para pemodal atau investor.
Terhadap latar belakang tersebut di atas tidak heran jika pada tahun-tahun belakangan ini pengukuran berdasarkan nilai atau value based banyak mendapat perhatian. Sistem pengukuran baru ini bertujuan untuk mengukur kinerja secara periodik dalam konteks perubahan dalam nilai. Mengingatkan nilai berarti sama dengan meningkatkan hasil investasi pemegang saham jangka panjang, sehingga ukuran kinerja keuangan yang didasarkan pada laba akuntansi saat ini sudah dianggap tidak memadai lagi.
Nilai tambah ekonomis ( Economic Value Added = EVA) merupakan suatu pendekatan yang telah dipatenkan oleh Stewart & Company yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan, dimana EVA menghitung economic profit dan bukan accounting profit dan present value nilai EVA secara periodik di masa depan dikenal dengan Market Value Added (MVA). Selain EVA, tolok ukur lain yang banyak digunakan untuk mengetahui kinerj a perusahaan adalah Residual Income dan Arus kas Operasi (cash flow operation).
Penelitian ini mempunyai tujuan : (1) menganalisis secara parsial pengaruh economic value added, market value added, residual income dan arus kas operasi (cash flow operation) terhadap Imbal Hasil Saham yang diterirna oleh pemegang saham perusahaan publik sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan (2) menganalisis secara simultan pengaruh economic value added, market value added, residual income dan arus kas operasi (cash flow operation) terhadap Imbal Hasil Saham yang diterirria oleh pemegang saham perusahaan publik sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Metode yang digunakan untuk melihat kontribusi pengaruh masing-masing variabel diatas terhadap Imbal Hasil Saham digunakan analisis regresi linier sederhana (uji t) dan untuk mengetahui pengaruh kesemua variabel secara simultan terhadap Imbal Hasil Saham digunakan analisis regresi berganda (uji F).
Dari hasil uji t terhadap saham sektor pertambangan periode 1995 - 2004 disimpulkan bahwa secara parsial dihasilkan bahwa EVA, MVA, Residual Income dan Arus Kas Operasi (cash flow operation) tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Imbal Hasil Saham dan mempunyai hubungan positif terhadap Imbal Hasil Saham. Sedangkan dari hasil uji F terhadap variabel , MVA, Residual Income dan Arus Kas Operasi (cash flow operation) secara simultan dihasilkan bahwa ke empat variabel tersebut secara bersama-sama secara signifikan tidak mempengaruhi Imbal Hasil Sahara, sehingga keempat variabel tersebut bukanlah faktor utama yang menentukan imbal hasil saham maupun dividen.
Dari hasil kesimpulan di atas, maka disarankan sebagai berikut:
1. Dilakukan uji statistik terhadap ke empat variabel tersebut dengan mengasumsikan bahwa ke empat variabel babas tersebut saling berhubungan satu sama lain (korelasi), dimana pada penelitian ini diasumsikan tidak saling berhubungan.
2. Agar model REVA (Refined Economic Value Added) dipakai sebagai salah satu altematif tolok ukur terhadap Imbal Hasil Saham.

Today business environment getting competitive, the company responsibility of exploiting capital that obtained from market capital not so easy, because company have to give more advantage for all investor in the company. F or next development, company will be not only focus in improvement company advantage only, but will be more raised the investor value.
From that reason, no wonder if measurement base value getting a lot of attention lately. This measurement system aim to measuring periodic performance when the value changes. Improving value means as same as improving result of long term investment from stockholder. So measurement of finance performance base on accountancy profit is not adequate in this time.
Economic Value Added is approach which has been patented by Stewart & Company, it used to measure a company performance. EVA calculated the economic profit not calculated the accounting profit. And the periodical of present value in EVA, it called Market Value Added (MVA). The other measure rods to calculate the company performance beside EVA are Residual Income and Cash Flow Operation.
This research have purpose : (I) Analyzing by partial a Influence of Economic Value Added, Market Value Added, Residual Income and Cash Flow Operation to Rate of Return accepted by public company stockholder specially in a mining company that enlisted at Jakarta Stock Exchange or BEJ. (2) Analyzing by simultaneous a Influence of Economic Value Added, Market Value Added, Residual Income and Cash Flow Operation to Rate of Return accepted by public company stockholder specially in a mining company that enlisted at Jakarta Stock Exchange or BEJ
The Method that I used to see influence contribution of each variable above to Rate of Return, it is a modest Tinier regression analysis (T test) and to know influence from all the variable by stimulant to Rate of Return used doubled regression analysis (F test).
Result from T test to share of mining company at period 1986 until 2004, concluded by partial are EVA, MVA, Residual Income, and Cash Flow Operation haven't positive influence to Rate of Return and have positive relation to Rate of return. While result from F test to variable such as MVA, Residual Income, and Cash Flow Operation by simultaneous that the forth variant together not influence Rate of Return so signification. That's mean the forth variable are not the main factor determining Rate of Return and dividend also.
From the conclusion result above, I give some following suggestion are:
1. I Suggestion to used statistical test with assuming the variables each other have correlation, which in this research assumed no correlation among variables.
2. I Suggestion to used Refined Economic Value Added (REVA) model as a one of alternative measuring to Rate of Return.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharsi Dewanto
"Transfer pricing sering digunakan perusahaan multinasional untuk kepentingan strategi bisnisnya secara global dengan cara memanipulasinya. Manipulasi transfer pricing ini berpotensi mengurangi basis pajak suatu negara yang berasal dari grup perusahaan multinasional yang beroperasi di negara tersebut.
Manipulasi transfer pricing memiliki banyak implikasi, terutama yang terkait dengan ketidak sepahaman antara otoritas pajak dan wajib pajak. Salah satunya dan yang paling sering terjadi adalah perbedaan pendapat pada saat dilakukan audit tentang apakah penentuan harga transfer telah memenuhi prinsip harga pasar wajar. Dan jika masalah tersebut muncul, maka "alat" yang paling tepat untuk menyelesaikannya adalah dokumentasi transfer pricing.
Regulasi tentang dokumentasi transfer pricing yang baik adalah suatu kebutuhan, karena diperlukan oleh kedua belah pihak. Di satu sisi, otoritas pajak harus memiliki batasan tentang dokumen yang secara wajar harus tersedia jika melakukan audit, karena tidak bisa secara sepihak meminta semua dokumen yang "diinginkannya" tanpa memperhatikan biaya kepatuhan yang harus ditanggung wajib pajak. Di sisi lain Wajib Pajak memiliki banyak manfaat yang bisa diperoleh, karena dokumentasi transfer pricing adalah dasar bagi penentuan harga transfer yang benar, sebagai bahan untuk pengisian Lampiran 3A SPT Tahunan PPh Badan, sebagai media untuk menjelaskan hubungan istimewa antar pihak yang bertransaksi, sebagai pendukung untuk menghadapi pemeriksaan pajak, atau sebagai referensi jika mengajukan keberatan/banding/kasasi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai alat bukti jika berperkara di pengadilan.
Berangkat dari kajian terhadap OECD Guidelines, PATA Documentation Package dan EU TPD, serta analisis perbandingan terhadap enam (6) negara dan dilengkapi informasi dari nara sumber, diperoleh beberapa poin yang dapat dijadikan pedoman dalam menyusun regulasi dokumentasi transfer pricing di Indonesia, yaitu : perlunya mengadopsi OECD Guidelines sebagai rujukan agar regulasi memiliki konteks global, memberi penegasan tentang saat dokumentasi transfer pricing harus tersedia, memberi kejelasan tentang siapa yang harus menanggung beban pembuktian apakah harga transfer yang ditentukan wajib pajak telah memenuhi prinsip harga pasar wajar, memastikan bahwa isi/ketentuan dari regulasi dokumentasi transfer pricing memberi keseimbangan antara kebutuhan otoritas pajak dan beban yang harus ditanggung wajib pajak, memberi kejelasan apakah wajib pajak yang tidak membuat dokumentasi transfer pricing perlu diberi sanksi.

Transfer pricing is often used by multinational company for the interests of its global business strategies by manipulating it. This manipulation is potential to reduce a country tax basis that come from a group of multinationals company operating in that country.
Transfer pricing manipulation has many implications, especially related to disagreement between tax authority and tax payers. One of them and the most often occurred is a dispute between the two parties during the audit process, whether the transfer pricing decision has met the arm's length principle or not. And if that problem arises, then one of the appropriate tools is to resolve it by the transfer pricing documentation.
A regulation of transfer pricing documentation is a must because it is needed by both parties. On the one side, tax authority must have a guideline on the documents that must be reasonably available when performing audit because tax authority can not unilaterally asking all the documents without considering the tax payer's compliance cost. On the other side, tax payer has many benefits that can be obtained because the transfer pricing documentation is the basis for the legal transfer pricing decision ; as a substantial data to fill Appendix 3A of the Annual Tax Return of Corporate Income Tax ; as a media to explain the transaction between related parties ; as a supporting document to face the tax audit ; or as a reference when applying for an objection / appeal / cassation, and last but not least, is for evidence when the two parties have a case in the court.
Stepping from the analysis on OECD Guidelines, PATA Documentation Package and EU TPD, and comparative study on six (6) countries and provided with information from the key informant, several points that can be made as references in compiling the regulations on transfer pricing documentation in Indonesia are obtained, they are : the need on adopting OECD Guidelines as a reference for the regulations to have global context, giving confirmation on when the transfer pricing documentation must be available (contemporaneous documentation), giving clarity on who is responsible to bare the burden of proof concerning whether the transfer price has met the arm's length principle, assuring that the content of the regulations is giving a balance between the need of tax authority and the liability that must be borne by tax payer, and giving clarity about the penalty for not making the transfer pricing documentation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>