Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dita Liliansa
"Being a non-party to the 1951 Convention relating to the Status of Refugees (“1951 Refugee
Convention”) and 1967 Protocol relating to the Status of Refugees (“1967 Protocol”), Indonesia
does not have legal obligations to provide permanent resettlement for asylum seeker and/or
refugee. However, as a transit country for those seeking shelter in Australia, Indonesia undergoes
a myriad of issues resulting from illegal entrance by asylum seeker and/or refugee. Besides having
neither legal framework nor domestic mechanism to handle asylum seekers and/or refugee,
Indonesia’s immigration law identifies every foreigner including asylum seeker and refugee who
unlawfully enter Indonesia’s territory into the same box as illegal migrant. It then leads to the
arrest of asylum seeker and/or refugee to be put in an over-capacity detention center or other
places. This paper will analyze various issues related to asylum seeker and refugee in Indonesia
and to weigh whether it is indispensable for Indonesia to accede to the 1951 Refugee Convention
and its 1967 Protocol.
Sebagai negara yang tidak menjadi peserta dari Convention relating to the Status of Refugees
(“Konvensi Pengungsi”) dan Protokolnya, Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum untuk
menyediakan penempatan permanen bagi pencari suaka dan/atau pengungsi. Namun demikian,
sebagai negara transit bagi mereka yang mencari suaka ke Australia, Indonesia menghadapi
berbagai permasalahan akibat illegal entrance yang dilakukan oleh pencari suaka dan/atau
pengungsi. Di samping Indonesia tidak memiliki kerangka hukum ataupun mekanisme untuk
mengatasi pencari suaka dan/atau pengungsi, hukum imigrasi Indonesia mengkategorikan
setiap orang asing termasuk pencari suaka dan pengungsi yang masuk ke wilayah Indonesia
dengan melawan hukum sebagai migran illegal. Hal ini mengakibatkan penahanan pencari
suaka dan/atau pengungsi yang kemudian ditempatkan di rumah detensi atau tempat lain yang
sudah melebihi kapasitas jumlah orang. Tulisan ini mengkaji pelbagai permasalahan pencari
suaka dan pengungsi di Indonesia serta menilai ada atau tidaknya urgensi bagi Indonesia untuk
melakukan aksesi atas Konvensi Pengungsi dan protokolnya."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Liliansa
"Untuk menggunakan hak-hak berdaulatnya atas landas kontinen ekstensi secara sah, negara pantai harus memperoleh rekomendasi dari Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) dengan cara mengajukan informasi mengenai batas-batas landas kontinen ekstensinya kepada CLCS. Dalam beberapa kasus, submission negara pantai tumpang tindih dengan submission negara pantai lainnya yang berujung pada ditangguhkannya submission. Skripsi ini akan membahas beberapa potensi tumpang tindih submission di Arktik, yang dilakukan dengan penelitian yuridis normatif. Dalam kesimpulannya, penulis menemukan bahwa negara-negara pantai Arktik dapat menyepakati suatu delimitasi sebelum submission atau membuat suatu joint submission untuk menghindari terjadinya tumpang tindih submission di Arktik.
......
To legally exercise its sovereign rights over extended continental shelf, coastal State has to obtain recommendation from Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) by submitting information on the limits of its extended continental shelf to the CLCS. In some cases, such submission overlaps with other submission leading to deferred submission. This thesis will address some potential overlapping submissions in the Arctic which is carried out through a normative legal study. In conclusion, researcher finds that Arctic coastal States may agree on delimitation before submission or establish a joint submission to avoid any overlapping submission in the Arctic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library