Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Hapsari Tjandrarini
Abstrak :
ABSTRAK
Komposisi Air Susu Ibu (ASI) paling sesuai untuk pertumbuhan bayi dan juga mengandung zat pelindung dengan kandungan terbanyak pada kolostrum. Kolostrum adalah ASI berwarna kekuningan yang dihasilkan tiga hari pertama setelah melahirkan. Kolostrum ini sebaiknya diberikan sedini mungkin setelah bayi lahir. Manfaatnya adalah pencernaan dan penyerapan ASI dalam lambung dan usus bayi berlangsung dengan cepat dan baik, mengurangi terjadinya gangguan pencernaan karena mengurangi kemungkinan pemberian makanan prelaktasi, menghentikan perdarahan pada ibu karena dapat cepat mengembalikan uterus, meningkatkan lama menyusui, memberi sentuhan emosional yang mempengaruhi hubungan batin antara ibu dan bayi serta perkembangan jiwa anak, dan dapat membantu penjarangan kehamilan.

Beberapa penelitian melaporkan faktor-faktor yang mempengaruhi awal pemberian kolostrum yaitu petugas kesehatan, psikologi ibu yaitu kepribadian dan pengalaman ibu, sosio budaya, tata laksana rumah sakit, kesehatan ibu dan bayi, pengetahuan ibu mengenai proses laktasi, lingkungan keluarga, peraturan pemasaran pengganti ASI, dan jumlah anak. Faktor-faktor tersebut belum diteliti dalam data SDKI 1997 yang melaporkan bahwa hanya 8,3% yang disusui dalam satu jam pertama setelah lahir dari 52,7% yang disusui dalam 24 jam pertama. Berdasarkan data tersebut maka timbul pertanyaan apakah faktor-faktor yang telah ditemukan berperan mempengaruhi pemberian kolostrum, ditemukan pula dalam data SDKI 1997.

Analisis dibatasi pada balita (0-59 bulan) yang masih hidup saat wawancara, mendapat kolostrum dalam tiga hari pertama setelah lahir, dan lahir tidak melalui operasi seksio sesarea. Analisis statistik menggunakan regresi logistik dengan program Stata. Tujuan akhir uji ini untuk melihat beberapa faktor yang berperan secara bersamaan dan faktor dominan terhadap pemberian kolostrum.

Berdasarkan kriteria di atas diperoleh sampel sebesar 16.189 orang sehingga dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa 76,7% memberikan kolostrum lebih dari satu jam dan faktor yang berperan yaitu penolong persalinan, umur kelahiran, dan wilayah tempat tinggal. Umur kelahiran mempunyai nilai odds ratio (OR) yang berbeda masing-masing wilayah tempat tinggal. OR masing-masing faktor yaitu penolong persalinan (OR=0,83), umur kelahiran untuk desa (OR=1,13), umur kelahiran untuk kota (OR0,32). Umur kelahiran adalah faktor dominan untuk ibu yang tinggal di kota. Penolong persalinan secara umum merupakan faktor yang berperan dalam pemberian kolostrum.

Berdasarkan hasil tersebut maka faktor yang dapat diintervensi adalah penolong persalinan khususnya tenaga kesehatan dengan meningkatkan pengetahuan serta merubah perilaku dan ditunjang dengan tata laksana rumah sakit yang menunjang pemberian kolostrum sedini mungkin. Faktor umur kelahiran dapat diintervensi melalui peningkatan pengetahuan ibu dan penolong persalinan bahwa kolostrum sangat penting bagi bayi yang lahir cukup bulan maupun bayi yang lahir sebelum waktunya (prematur).
ABSTRACT
Breast-milk (ASI / Air Susu Ibu) composition is most appropriate for baby's growth and also contains antibody, which is most on colostrum. Colostrum is breast milk colored yellowish which is produced the first three days after delivery. This colostrum should be given as early as possible after baby birth. The benefits of it are digestion and breast milk absorption in baby's ventricles and gastric persist fast and well. It also reduce gastroenteritis because pre lactation food giving, to stop mother's hemorrhage so the uterus will be returned normally fast, to increase length of breast feeding, and give emotional touch that affect emotional relationship between mother and child and also child's psychology growth.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hapsari Tjandrarini
Abstrak :
ABSTRAK
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dianggap dapat merefleksikan status pembangunan manusia. IPM merupakan indeks komposit yang salah satunya usia harapan hidup (UHH) yang diperoleh dengan metode tidak langsung. Oleh karena itu dibuat Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang merupakan kumpulan indikator kesehatan yang dapat mudah dan langsung diukur untuk menggambarkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan UHH. Kerangka konsep menggunakan gabungan dari konsep H.L. Blum, Kesejahteraan Sosial, Keluarga Sejahtera, Indeks Pembangunan Manusia, Indikator Kebahagiaan, dan determinan sosial kesehatan, dengan mempertimbangkan keterbatasan data-data yang diperoleh dari Riskesdas 2007, Susenas 2007, dan Podes 2008. Sesuai tujuan penelitian maka kerangka konsep yang digunakan untuk melihat indikator kesehatan yang berperan mempengaruhi usia harapan hidup dan melihat peran indikator sektor lain yang mempengaruhi usia harapan hidup. Sampel yang digunakan 438 kabupaten/ kota yang tersebar di 33 provinsi. Pemilihan variabel sebagai kandidat dan untuk mendapatkan kelompok bobot menggunakan explanatory factor analysis, setelah terpilih dilakukan regresi linier untuk menentukan besaran bobot. Besaran bobot menunjukkan prioritas masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. IPKM untuk tingkat nasional diperoleh dari 9 indikator, nilai korelasi dengan UHH 2007 sebesar 0,404 dan korelasi dengan IPM 2007 sebesar 0,497. Menggunakan hasil dari rumus terpilih dan dianalisis bersama-sama dengan komponen pembentuk IPM 2007 maka diperoleh nilai korelasi model sebesar 0,561. Pada model tersebut peran IPKM dalam menentukan nilai umur harapan hidup berkisar 17% dan peran terbesar pada pendidikan sebesar 64%. IPKM nasional dapat digunakan untuk membandingkan keberhasilan antar kabupaten/ kota. IPKM regional melihat masalah kesehatan spesifik di masing-masing regional. IPKM regional Jawa Bali mempunyai nilai korelasi terbaik sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan pembangunan kesehatan. IPKM kabupaten dan kotamadya untuk melihat permasalah lokal di kabupaten dan kotamadya, namun model untuk kotamadya harus ditelaah kembali.
ABSTRACT
Human Development Index (HDI/IPM) can be used as a measure of human development status. IPM is a composite index which includes life expectancy age by indirect calculation as one of the composite variables. Therefore, the Public Health Development Index (PHDI/IPKM) is essential because it directly includes health indicators which describe health issues related to life expectancy. Conceptual framework in this study explains link between variables using numerous theoretical framework such as from H.L Blum, social welfare, family welfare, human development index, happiness indicators and social determinant of health. This study uses data from RISKESDAS 2007, SUSENAS 2007 and PODES 2008, with considering their specific limitations. This study aims to identify health indicators which contribute to life expectancy and determine other related indicators from non health sectors that associated with the life expectancy. Sample in this study includes population in 438 districts in 33 provinces in Indonesia. Candidate variables for weighted group were selected using explanatory factor analysis and followed by linear regression analysis to calculate the weight number. Weight number shows priority of the health issues that requires priority intervention. The national IPKM was calculated using nine indicators and the correlation values for 2007 life expectancy is 0.404 and correlation values for 2007 Human Development Index/IPM is 0.497. Using the selected formula and multivariate analysis of 2007 IPM components, the analysis shows model correlation value is 0.561. In this model, the IPKM contributes to the life expectancy measurement as high as 17% and the highest contribution is from the education factor (64%). The national IPKM can be used to compare performance in health development across districts. The regional IPKM describes the health issues specifically in each region. The regional IPKM for Java and Bali have the best correlation value, which means it can be used as the benchmark for health program performance in other regions. The district IPKM model can be used to illustrate the local health issues, but the model requires further analysis.
Depok: 2012
D1336
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library