Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwiana Hercahyani
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peraturan-peraturan pemerintah yang berhubungan dengan pembentukan kabupaten Gorontalo hingga menjadi propinsi Gorontalo serta peran masyarakat Gorontalo dalam proses pembentukan propinsi Gorontalo. Tahun 1953 dijadikan sebagai batas awal dengan pertimbangan berdasarkan peraturan pemerintah dan perundangan yang berlaku dalam hubungannya dengan pemerintahan daerah. Wilayah Gorontalo pada tahun 1953 merupakan tempat kedudukan pemerintahan daerah Sulawesi Utara dan menjadi daerah otonom (Swapraja Gorontalo). Tahun 2000 menjadi batas akhir dengan pertimbangan propinsi Gorontalo terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun 2000. Sistem otonomi daerah mengenai penyelenggaraan pemerintahan dalam konteks bentuk Negara di Indonesia dibagi atas daerah propinsi yang dibagi lagi atas kabupaten dan kota dan diatur dengan Undang-undang. Daerah-daerah tersebut diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Adanya sistim otonomi daerah, implementasinya adalah muncul daerah-daerah baru hasil pemekaran daerah. Pada kasus sulawesi Utara terjadi pemekaran wilayah yaitu menjadi propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Gorontalo. Pembentukan propinsi Gorontalo merupakan perjalanan sejarah yang panjang, sejak Gorontalo berbentuk kabupaten berdasarkan Undang-undang nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi. Berdasarkan tinjauan historis, Gorontalo merupakan daerah yang pernah memproklamirkan kemerdekaan pada tangga 23 Januari 1942 oleh Nani Wartabone, jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Selain itu, secara geografis, luas wilayah Gorontalo ditunjang dengan potensi Sumber Daya Alam (hutan, perkebunan, pertanian, perikanan, dan pertambangan) serta perdagangan dan transportasi sangat mendukung untuk terbentuknya propinsi Gorontalo. Tanggal 22 Desember 2000, dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 38 tahun 2000 tentang pembentukan propinsi Gorontalo, maka resmi Gorontalo menjadi propinsi terpisah dari propinsi induknya yaitu propinsi Sulawesi Utara.

The research aims to explain about the public regulations from the installation of the Gorontalo regency to the setting up of Gorontalo Province, and roles that local people played. The year 1953 is a first in temporal scope because in that year, the first public regulation was made on the local government. Gorontalo territory in that year was one of important towns in North Sulawesi Province and had an autonomy (self-rule Gorontalo). The year 2000 is a last in temporal scope because in the year Gorontalo Province was installed on the ground of UU 2000 no. 38. Local autonomy in governmental system in Indonesia is divided into governmental level of province, and then sub-divided into more regencies and cities. All of this was hold in national regulation. As a result of local autonomy, many special areas elevated. In North Sulawesi, some new areas were formed namely Province of North Sulawesi and Province of Gorontalo. The forming of Gorontalo Province has a long historical background. It began from Gorontalo Regency that installed by UU 1959 no. 29, on local government of regency in Sulawesi. From historical background, Gorontalo was a territory that proclaimed her independence on January 23th, 1942 by Nani Warotabone, before Indonesian independence on August 17th, 1945. Geographically, Gorontalo has a natural potentials resources (forest, cultivation, farming, fishery, and mining) beside her transportation and trading. The potentials support to the elevation of Gorontalo Province. In December 22nd, 2000, Gorontalo was given a status of province formally, based on UU 2000 no. 38."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T22712
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Hercahyani
"Studi tentang Integrasi Unsur-unsur Angkatan Di dalam ABRI, sejak proklamasi 17 Agusius 1945 sampai dengan tahun 1969. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan proses integrasi sejak militer Indonesia dilahirkan, berbagai masalah yang dihadapi Angkatan Perang Republik Indonesia, khususnya dalam mengatasi konflik untuk sampai pada integrasi sepenuh_nya dari ABRI dan ikut berperan dalam pembangunan nasional.
Dari hasil penelitian penulis, menunjukkan bahwa konflik atau permasalahan yang terjadi dalam tubuh ABRI, disebabkan adanya berbagai pihak yang ingin campur tangan dalam urusan intern Angkatan Perang. Suatu sistem pemerintahan yang masih labil, membuka kesempatan bagi golongan sipil.
Ini terlihat dengan campur tangan Amir Syarifuddin, sejak ia menjabat sebagai Menteri Keamanan Rakyat (Pertahanan), bahkan ia menjadikan dirinya sebagai seorang tokoh yang menyaingi Soedirman, seorang tokoh tentara regular yang menduduki Markas Besar. Pada awalnya terdapat usaha Amir un_tuk menggulingkan kekuasaan Soedirman, namun pada akhirnya Soedirman muncul sebagai tokoh superior dalam Angkatan Perang di Republik Indonesia. Terdapat usaha-usaha dari berbagai golongan yang ingin memecah belah keutuhan ABRI, dengan menyusupkan ideologi dan orang-orangnya dalam tubuh ABRI ini. Dan akhirnya meletus peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI. Namun semua itu dapat diatasi berkat keutuhan dan persatuan dari Angkatan Perang Republik Indonesia."
1990
S12171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library