Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Aprilia Sri Kartikasari
"Penanganan limbah farmasi di rumah tangga sangat penting. Limbah farmasi yang dibuang ke lingkungan dengan sembarangan berpotensi untuk merusak lingkungan, air, bahkan menimbulkan toksin bagi manusia maupun hewan. Limbah farmasi juga menimbulkan risiko penyalahgunaan limbah farmasi menjadi obat ilegal atau palsu. Oleh karena itu, manajemen limbah farmasi harus dilakukan dengan baik dan hati-hati. Apoteker atau tenaga kesehatan lain berperan penting dalam mengedukasi penanganan obat tidak terpakai, obat rusak, dan kedaluwarsa yang baik kepada masyarakat. Pemberian edukasi dilakukan sesuai dengan penyelenggaraan upaya kesehatan puskesmas yang lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif. Pada tugas khusus ini, pelaksanaan upaya promosi kesehatan menggunakan alat bantu leaflet. Leaflet dituliskan menggunakan desain yang menarik agar dapat menarik minat pembaca dan bahasa yang sederhana agar dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca. Leaflet berisi cara pembuangan sampah obat sediaan padat, cair, semi padat, inhalasi atau aerosol, dan antibiotika. Data dan referensi penulisan didapatkan dari pedoman maupun artikel yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Kemudian, leaflet diletakkan meja pengambilan obat sehingga mudah dilihat oleh pasien dan tenaga kesehatan dan dilengkapi dengan barcode sehingga siapapun, baik pasien, pengunjung, maupun tenaga kesehatan, dapat dengan mudah untuk membaca leaflet melalui gawai masing-masing.

Handling pharmaceutical waste in the household is very important. Pharmaceutical waste that is thrown into the environment carelessly has the potential to damage the environment, water, and even cause toxins for humans and animals. Pharmaceutical waste also poses a risk of misuse of pharmaceutical waste into illegal or counterfeit drugs. Therefore, pharmaceutical waste management must be carried out properly and carefully. Pharmacists or other health workers play an important role in educating the public about the proper handling of unused, damaged and expired medicines. Providing education is carried out in accordance with the implementation of the health center's health efforts which prioritize promotive and preventive. In this report, the implementation of health promotion efforts uses leaflets as a tool. Leaflets are written using attractive designs to attract readers interest and simple language so that readers can easily understand them. The leaflet contains methods for disposing of waste from solid, liquid, semi-solid, inhaled or aerosol medicines, and antibiotics. Data and references were obtained from guidelines and articles published by the Indonesian Ministry of Health. Then, the leaflet is placed on the medicine collection table so that it is easily seen by patients and health workers and is equipped with a barcode so that anyone, whether patients, visitors or health workers, can easily read the leaflet using their respective devices.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Aprilia Sri Kartikasari
"Masalah Terkait Obat (MTO) sangat umum terjadi pada pasien yang mendapatkan terapi obat. MTO dapat meningkat dengan adanya kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons individual pasien. Pemantauan terapi obat pasien perlu dilakukan untuk memastikan terapi obat yang diterima pasien aman, efektif, rasional, dapat meningkatkan efektivitas terapi, dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Irawati (2008) menyebutkan bahwa ditemukan 452 masalah terkait obat dari 84 pasien Chronic Kidney Disease (CKD) stage 3, 4, dan 5, berupa pemilihan obat (54,2%), tidak ada indikasi yang jelas terhadap obat yang diresepkan (26,1%), dan faktor risiko lain seperti polifarmasi, penggunaan obat indeks terapi sempit, dan penggunaan nasogastric tube (NGT). Pada tugas khusus ini, dilakukan pemantauan terapi obat terhadap pasien di Ruang Perawatan Anggrek RSUD Tarakan, dengan diagnosis CKD stage 5, diabetes melitus, dan hipertensi, serta menerima terapi polifarmasi. Data diperoleh dari status pasien di ruang perawatan dan EMR meliputi identitas pasien, diagnosis, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium, dan pengobatan yang diterima. Hasil analisis MTO menunjukkan bahwa pengobatan sesuai indikasi, tidak ada pemberian terapi tanpa indikasi, dosis obat sesuai dengan literatur, tidak ada potensi ROTD yang terjadi, dan terdapat beberapa potensi interaksi obat dalam pemberian terapi. Rekomendasi tindak lanjut MTO adalah melakukan penjedaan pada pemberian obat yang berpotensi terjadi interaksi obat, monitoring kadar gula darah, tekanan darah, dan kadar kalium pasien.

Drug-Related Problems (DRP) are very common in patients receiving drug therapy. DRP may increase with the complexity of disease and drug use, as well as individual patient response. Monitoring patient drug therapy needs to be carried out to ensure that the drug therapy the patient receives is safe, effective, rational, can increase the effectiveness of therapy, and minimize the risk of Adverse Drug Reactions (ADR). Irawati (2008) stated that 452 drug-related problems were found from 84 patients with chronic kidney disease (CKD) stage 3, 4 and 5, in the form of drug selection (54.2%), there was no clear indication of the drug prescribed (26, 1%), and other risk factors such as polypharmacy, use of narrow therapeutic index drugs, and use of nasogastric tube (NGT). In this report, monitoring drug therapy was carried out on patients in the Orchid Treatment Room at RSUD Tarakan, with a diagnosis of CKD stage 5, diabetes mellitus and hypertension, and receiving polypharmacy therapy. Data obtained from patient status in the treatment room and EMR includes patient identity, diagnosis, vital signs examination results, laboratory examination results, and treatment received. The results of the DRP analysis showed that treatment was according to indications, there was no therapy given without indications, the drug dose was in accordance with the literature, there was no potential for ADR to occur, and there were several potential drug interactions in the administration of therapy. DRP follow-up recommendations are to pause the administration of drugs that have the potential for drug interactions, monitor the patient's blood sugar levels, blood pressure and potassium levels.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Aprilia Sri Kartikasari
"Uji stabilitas dilakukan untuk mendapatkan jaminan stabilitas suatu produk. Pengujian tablet vitamin C yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari keluhan konsumen, yaitu terjadi perubahan warna pada tablet vitamin C, sehingga perlu dilakukan analisis untuk mengetahui penyebab perubahan warna pada tablet vitamin C tersebut. Salah satu faktor yang dicurigai menyebabkan perubahan warna tersebut adalah degradasi tablet vitamin C. Pada produksi tablet vitamin C yang akan digunakan dalam pengujian, ditambahkan proses purging nitrogen, yaitu proses mengalirkan nitrogen (gas inert) untuk menghilangkan oksigen dan kelembapan, untuk dapat mengatasi perubahan warna pada tablet vitamin C. Kelembapan tablet vitamin C dapat diketahui dengan melakukan pengujian water activity dan water content. Data diperoleh dari spesifikasi produk, hasil pemeriksaan tampilan, serta pengujian water activity dan water content dari 2 batch tablet vitamin C yang baru diproduksi untuk pengujian, yaitu tablet kontrol A dan B (tablet tanpa proses purging nitrogen) dan tablet uji A dan B (tablet dengan proses purging nitrogen). Hasil dari pengujian water activity dan water content menunjukkan bahwa nilai water activity dan water content dari tablet vitamin C memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan, sehingga dapat disimpulkan kandungan air bukanlah faktor yang menyebabkan perubahan tampilan pada tablet vitamin C.

Stability testing is carried out to guarantee the stability of a product. The vitamin C tablet testing carried out was a follow-up to consumer complaints where there was a color change in the vitamin C tablet, so it was necessary to carry out an analysis to determine the cause of the color change in the vitamin C tablet. One of the factors suspected of causing this color change is the degradation of vitamin C tablets. In the production of vitamin C tablets that will be used in testing, a nitrogen purging process is added, which is a process of flowing nitrogen (an inert gas) to remove oxygen and moisture, to be able to overcome color changes. on vitamin C tablets. The moisture of vitamin C tablets can be determined by testing water activity and water content. Data obtained from product specifications, appearance inspection results, as well as water activity and water content testing from 2 batches of vitamin C tablets newly produced for testing, control tablets A and B (tablets without nitrogen purging process) and test tablets A and B (tablets with nitrogen purging process). The results of the water activity and water content tests show that the water activity and water content values ​​of the vitamin C tablets meet the specified specification requirements, so it can be concluded that the water content is not a factor that causes changes in the appearance of the vitamin C tablets.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Aprilia Sri Kartikasari
"Mutu obat harus terjamin sepanjang jalur penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Semua pihak yang terlibat dalam penyaluran obat dan/atau bahan obat bertanggung jawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai penyaluran selama proses distribusi. Ketentuan cara penyaluran obat dan/atau bahan obat diatur dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang harus diterapkan oleh PBF sebagai pelaku yang memiliki izin dalam distribusi obat. Oleh karena itu, untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat tetap terjaga, perlu diketahui implementasi dari SOP mengenai pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran di PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 yang dituliskan berdasarkan CDOB. Hasil observasi pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran obat regular di PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 dibandingkan dengan SOP dan CDOB terkait, dan dilakukan gap analysis dari hasil perbandingan tersebut. Dalam tugas khusus ini, SOP terkait pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran di PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 sesuai Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) tahun 2020 dan sudah diimplementasikan dengan baik.

The quality of medicines must be guaranteed along the distribution or distribution route according to the requirements and intended use. All parties involved in the distribution of drugs and/or medicinal substances are responsible for ensuring the quality of drugs and/or medicinal substances and maintaining the integrity of the distribution chain during the distribution process. Provisions for distributing medicines and/or medicinal substances are regulated in Good Distribution Practice (GDP) which must be implemented by pharmaceutical wholesaler as actors who have permits in the distribution of medicines. Therefore, to ensure that the quality of drugs and/or medicinal substances is maintained, it is necessary to know the implementation of the SOP regarding procurement, receiving, storage and distribution at PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 which is written based on GDP. The results of observations of the procurement, receiving, storage and distribution of regular medicines at PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 were compared with the relevant SOP and CDOB, and a gap analysis was carried out from the comparison results. In this report, the SOPs related to procurement, receiving, storage and distribution at PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 are in accordance with the 2020 Good Distribution Practice (GDP) and have been implemented well.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Aprilia Sri Kartikasari
"Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek telah memuat kebijakan pelayanan kefarmasian termasuk pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan pelayanan farmasi klinik yang harus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab seorang apoteker. Aspek khusus yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan pengelolaan sediaan farmasi adalah obat high alert karena dapat menyebabkan terjadinya kesalahan serius (sentinel event), dan berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome). Obat-obatan LASA atau NORUM merupakan obat high alert yang menjadi salah satu penyebab paling umum munculnya kesalahan dalam meracik obat (dispensing error) sebesar 8,5% sehingga penyimpanan obat LASA atau NORUM hendaklah diperhatikan untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat. Hasil observasi penyimpanan obat LASA di Kimia Farma Apotek 0001 dibandingkan dengan penyimpanan obat LASA dalam Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 dan dilakukan gap analysis dari hasil perbandingan tersebut. Dalam tugas khusus ini, implementasi prosedur penyimpanan obat LASA di Kimia Farma Apotek 0001 sesuai Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 dilakukan dengan membuat daftar obat LASA atau NORUM, menyusun obat LASA atau NORUM dengan meletakkan satu obat di antara dua obat LASA, dan memberikan stiker bertuliskan LASA.

Minister of Health Regulation Number 73 of 2016 concerning Pharmaceutical Service Standards in Pharmacies contains pharmaceutical service policies including the management of pharmaceutical preparations, medical devices and consumable medical materials and clinical pharmacy services which must be implemented and are the responsibility of a pharmacist. Special aspect that needs to be considered in the storage management of pharmaceutical preparations is high alert drugs because they can cause serious errors (sentinel events) and have a high risk of causing undesirable impacts (adverse outcomes). LASA is a high alert drugs which is one of the most common causes of dispensing errors amounting to 8.5%, so attention should be paid to the storage of LASA drugs to avoid errors in administering the drugs. The observation results of LASA drug storage at Apotek Kimia Farma 0001 were compared with LASA drug storage in Minister of Health Regulation Number 73 of 2016 and a gap analysis was carried out from the comparison results. In this report, the implementation of LASA drug storage procedures at Apotek Kimia Farma 0001 in accordance with Minister of Health Regulation Number 73 of 2016 is carried out by making a list of LASA drugs, arranging LASA drugs by placing one drug between two LASA drugs, and providing a sticker with the word LASA.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library