Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Emilia Kurniasari
"
ABSTRAKSejak resmi menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok (PKT) pada tahun 2012, Xi Jinping telah mengemukakan bahwa Sosialisme Berkarakter Tiongkok telah memasuki era baru. Dalam beberapa pidato, Xi Jinping menyampaikan secara singkat tujuan dan upaya dalam mengimplementasikan Sosialisme Berkarakter Tiongkok Era Baru. Tugas akhir ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan Sosialisme Berkarakter Tiongkok Era Baru berlandaskan empat teks pidato Xi Jinping.
Penelitian tugas akhir ini dilakukan melalui pendekatan sejarah. Analisis terhadap empat pidato Xi Jinping didukung oleh sumber-sumber yang topiknya relevan, antara lain buku referensi, artikel jurnal, dan artikel berita. Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan bahwa era baru Sosialisme Berkarakter Tiongkok adalah mengacu pada situasi dan tantangan berbeda yang dihadapi Tiongkok di bawah kepemimpinan Xi Jinping, yaitu adanya masalah-masalah politik yang kian memburuk di tengah situasi ekonomi Tiongkok yang mengalami peningkatan signifikan. Penggunaan istilah Sosialisme Berkarakter Tiongkok Era Baru bukan untuk menunjukkan ideologi baru Tiongkok, melainkan untuk memperkuat identitas ideologi yang dianut Tiongkok, yaitu Marxisme Leninisme dan Pemikiran Mao Zedong, hingga memasuki era baru saat ini"
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Emilia Kurniasari
"Dalam beberapa dekade terakhir, multilateralisme menghadapi tantangan karena berbagai krisis global, unilateralisme negara-negara Barat, dan tidak efektifnya institusi multilateral yang ada. Di tengah tantangan tersebut, Tiongkok justru semakin mendorong multilateralisme. Keaktifan multilateral Tiongkok yang semakin meningkat awalnya dipandang sebagai bentuk integrasi dan dukungan Tiongkok multilateral global yang dominan saat ini, namun ada pula pandangan bahwa partisipasi multilateral Tiongkok merupakan ancaman karena karakteristiknya yang berbeda. Dalam mendorong multilateralisme, Tiongkok sering kali menyerukan reformasi tata kelola global dengan berbagai narasinya, salah satunya dengan wacana mewujudkan community of shared future for mankind (人类命运共同体 renlei mingyun gongtong ti). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana Tiongkok memaknai multilateralisme melalui pendirian AIIB. Data primer dalam penelitian ini adalah 25 pidato tentang multilateralisme dan AIIB oleh otoritas Tiongkok dari tahun 2013 hingga 2021. Dengan menggunakan metode Analisis Wacana Kritis dari Norman Fairclough, penelitian ini menyimpulkan bahwa pada dasarnya konsep multilateralisme Tiongkok tidak berbeda dengan konsep multilateralisme yang dipahami secara umum. Tiongkok menggambarkan AIIB setara dengan MDB yang sudah ada. Tiongkok hanya tidak dapat melepaskan “karakteristik Tiongkok”-nya yang disebut “multilateralisme sejati”, yaitu multilateralisme yang berbasis pada konsultasi dan tidak melindungi kepentingan kelompok tertentu. Menurut Tiongkok, multilateralisme merupakan bagian dari tujuan besar untuk membangun tatanan global yang disebut community of shared future for mankind dan dapat diwujudkan melalui pembangunan.
In recent decades, multilateralism has faced challenges due to various global crises, the unilateralism of Western countries, and the ineffectiveness of existing multilateral institutions. In the midst of these challenges, China encourages multilateralism. China's increasing multilateral activity was initially considered as China’s integration and support towards the current dominant multilateral global order, but there was also another view that China's multilateral participation was a threat because of its different characteristics. In promoting multilateralism, China has often been calling for global governance reform with various narratives, one of which is by creating a community of a shared future for mankind (人类命运共同体 renlei mingyun gongtong ti. This study aims to understand the process that shaped China's view of multilateralism through the establishment of the AIIB. The primary data in this study are 25 speeches about multilateralism and AIIB by the Chinese authorities from 2013 to 2021. By employing the Critical Discourse Analysis method from Norman Fairclough, this study concludes that essentially the Chinese concept of multilateralism is no different from the concept of multilateralism that is generally understood. China simply cannot give up its “Chinese characteristics” which is called “real multilateralism”, means multilateralism which is based on consultation and does not safeguard interests of particular groups. According to China, multilateralism is part of the great goal of building a global order called the community of shared future for mankind and can be realized through development."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library