Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Esther Kuntjara
"
ABSTRACTThe studies of language variation in social context show that women speak differently than men. Many 5ociolingnistic findings since Jespersen (1922) and Lakoff (1975) up to the most recent findings in the late 20`h century (e.g. Bergvall et.al., 1996; Cheshire et.al., 1998; Coates, 1998), have shown the close relationship of women and politeness. The first studies of women's language and politeness were mostly carried out in the English language. These findings have then triggered parallel studies in non-English languages. Interestingly, many studies that have been conducted in Asian languages such as in Chinese, Japanese, Korean, Javanese and Indonesian, reveal that their studies do not always agree with the findings Found in the English languages studies ''(e.g. Matsumoto, 1988; Errington, 1988; Smith-Hefner, 1988; Gu, 1990; Mao, 1994; Chang, 1999). This evidence has postulated the need of conducting many other studies in politeness and its relation to women's linguistic behavior in other languages and other cultures. Researchers have also believed that situational and cultural variables have indeed played important roles in determining what is considered polite behavior in one's particular speech act. This belief has encouraged me to conduct my research on women's politeness behavior in my own language. My being a Chinese descent born in Java, Indonesia, has inspired me to do my research in the politeness behavior of Chinese Indonesians who live in Java. This"
2001
D1854
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Esther Kuntjara
"Salah satu komponen dari kebijakan 'Pendidikan untuk semua' yang dilontarkan UNESCO adalah kesetaraan gender dalam pendidikan. Dalam kebijakan UNESCO tersebut dinyatakan bahwa menjelang tahun 2015, semua anak khususnya anak perempuan, memiliki akses kependidikan dasar secara cuma-cuma. Pendidikan untuk semua juga mengarah pada penghapusan kesenjangan gender dan mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan. Beberapa strategi harus diikuti untuk mencapai tujuan tersebut. Isu-isu yang menyentuh perempuan dan kemampuan baca tulis seringkali berhubungan dengan masalah-masalah keadilan, produksi pengetahuan, dan demokrasi. Dalam sebuah masyarakat patriarkal, laki-laki memperoleh kuasa berdasarkan kelahiran dan keistimewaan (privelege) karena dominasi atas pihak subordinat termasuk perempuan. Cara perempuan memperoleh dan memproduksipengetahuan kerap kali berbeda dengan laki-laki. Perempuan sering melihat pengetahuanmereka sebagai afektif bukan kognitif, dan sebagai perasaan bukan pikiran. Alasan pemikiran moral perempuan seringkali melibatkan pertimbangan pengalaman pribadi, kepedulian dan keterhubungan, tawar menawar atas nilai-nilai yang bersifat absolut, tanggung jawab atashak dan pikiran yang didasarkan atas konteks dan narasi, dibanding dengan pemikirankognitif yang formal dan abstrak. Kemampuan baca tulis bagi perempuan dalam masyarakat multikultural perlu memperhatikan isu-isu di atas untuk mencapai kesetaraan gender. Strategi yang tepat perlu dilakukan sehingga perempuan Indonesia yang beragam dapat mengalami proses belajar yang mengakui sifat keperempuanan dan identitas mereka."
2005
PDF
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library