Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Evi Verawati
Abstrak :
ABSTRAK
Proses penuaan dan munculnya berbagai penyakit pada lanjut usia (lansia) menyebabkan penurunan massa dan kekuatan otot. Penyebab sarkopenia multifaktorial, salah satunya adalah stres oksidatif. Defisiensi vitamin antioksidan C, E dan β-karoten umum terjadi pada lansia. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk melihat korelasi asupan β-karoten dan kadar β-karoten serum dengan massa dan kekuatan otot lansia. Pengambilan subjek dilakukan dengan consecutive sampling, didapatkan 52 lansia memenuhi kriteria penelitian. Data asupan β-karoten menggunakan metode food frequency questionnaire (FFQ) semikuantitatif. Dilakukan penilaian status gizi dengan Mini Nutritional Assessment-Short Form (MNA-SF), pemeriksaan massa otot dan kekuatan genggam tangan serta pemeriksaan kadar β-karoten serum. Didapatkan asupan β- karoten yang kurang pada 76,9% subjek dengan rerata 1,5 (0,68) mg. Nilai median kadar β-karoten 0,17 (0,03?0,84) μmol/L dan 71,2% subjek tergolong rendah. Rerata massa otot 37,41 (7,61) kg dan 100% subjek kategori normal. Nilai tengah kekuatan genggam tangan 22,0 (12?42) kg, sebagian besar (56,25%) kategori normal. Didapatkan korelasi positif lemah signifikan antara asupan β- karoten dengan massa otot (r = 0,3, p = 0,03) dan kekuatan genggam tangan (r = 0,39, p = 0,004). Tidak terdapat korelasi antara kadar β-karoten serum dengan massa otot (r = ?0,19, p = 0,188) dan kekuatan genggam tangan (r = ?0,19, p = 0,167).
ABSTRACT
The aging process and the emergence of various diseases in elderly caused decrease in muscle mass and strength. The etiology of sarcopenia is multifactorial and one of the causes is oxidative stress. Deficiency vitamin C, E and β-carotene is common in elderly. The aim of this study was to determined whether dietary intake and serum levels of β-carotene are correlated with mass and muscle strength in elderly. We conducted cross-sectional analyses in 52 institutionalized elderly during April?Mei 2016. The assesment of β-carotene intake with food frequency questionnaire (FFQ) semiquantitative, nutritional status by the Mini Nutritional Assessment-Short Form (MNA-SF), muscle mass measurement, handgrip strength and β-carotene serum level. β-carotene intake in 76.9% subjects was less with mean 1.5 (0.68) mg. The median value of β-carotene serum was 0.17 (0.03 to 0.84) mol/L which 71.2% o subjects categorized low. Muscle mass mean 37.41 (7.61) kg which 100% subjects were normal. Median handgrip strength was 22.0 (12-42) kg, with 56,25% in normal category. A weak positive correlation between the intake of β-carotene with muscle mass (r = 0.3, p = 0.03) and hand grip strength (r = 0.39, p = 0.004). No correlation found between serum levels of β-carotene with muscle mass (r = -0.19, p = 0.188) and hand grip strength (r = ?0.19, p = 0.167).
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Verawati
Abstrak :
Latar Belakang: Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronik yang dimediasi sistem imun, menyebabkan lesi kulit dan dapat mengenai sendi. Kondisi inflamasi sistemik meningkatkan risiko berbagai non-transmissible chronic disease dan menyebabkan kehilangan nutrien akibat hiperproliferasi dan deskuamasi epidermis, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup. Terapi medik gizi dengan menjaga indeks massa tubuh dalam rentangan normal dan memenuhi kebutuhan vitamin A, E, C, D, dan asam folat, serta pemberian asam lemak omega-3 dapat menurunkan stres oksidatif dan inflamasi. Terapi diet, pengaturan aktivitas fisik, dan modulasi respons inflamasi sistemik menjadi tujuan terapi yang penting dan terintegrasi. Kasus: Pasien psoriasis berbagai tipe dengan penyulit, terdiri atas 3 orang laki-laki dan seorang perempuan, rentangan usia 28–64 tahun. Pasien pertama dengan SIDA, artritis dan hipoalbuminemia, pasien ke-2 hipoalbuminemia, pasien ke-3 artritis, dan pasien ke-4 dengan obesitas. Terapi medik gizi yang diberikan meliputi diet cukup energi, protein tinggi, dan lemak sedang sesuai kodisi pasien, serta beberapa vitamin. Pemantauan dilakukan minimal selama 6 hari meliputi keluhan subjektif, keluaran klinis, hasil laboratorium, antropometri, kapasitas fungsional, dan analisis asupan 24 jam. Nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai keluaran klinis dan toleransi. Mikronutrien yang dapat diberikan adalah vitamin B kompleks, C, dan asam folat. Semua pasien mendapat edukasi gizi. Hasil: Asupan energi keempat pasien dapat meningkat bertahap hingga mencapai KET saat pulang. Peningkatan kadar albumin tanpa koreksi infus albumin terjadi pada 2 pasien, penurunan albumin pada 1 pasien, dan pada 1 pasien tidak dilakukan pemeriksaan ulang. Kapasitas fungsional semua pasien mengalami perbaikan saat pulang. Tidak terjadi perubahan berat badan pada 3 pasien, namun 1 pasien mengalami penurunan selama dirawat. Kesimpulan: Terapi medik gizi yang adekuat menunjang proses penyembuhan, serta memperbaiki parameter laboratorium dan kapasitas fungsional. ...... Background: Psoriasis is a chronic inflammatory disease mediated by the immune system causing skin lesions and may also affect the joints. Systemic inflammatory conditions increase the risk of various non-transmissible chronic diseases, loss of nutrients through hyperproliferation and desquamation of the epidermis that may reduce quality of life. Medical therapy in nutrition by maintaining body mass index within normal range and fulfillment the requirement of vitamins A, E, C, D, and folic acid, and supplementation of omega-3 fatty acids can reduce oxidative stress and inflammation. Dietary therapy, management of physical activity, and modulation of systemic inflammatory responses are the important and integrated therapeutic goals. Case: Psoriasis patients of various types and complications with the range of age 28–64-years-old, consist of 3 males and 1 female. The first patient with HIV-AIDS arthritis and hypoalbuminemia, the second with hypoalbuminemia, the third with arthritis, and the fourth with obesity. The medical therapy in nutrition include diet that sufficient in energy, high protein, and moderate fat corresponding to the patients’ condition with supplementation of some vitamins. Monitoring was carried out for at least 6 days that include subjective complaints, clinical outcomes, laboratory results, anthropometric, functional capacity and 24-hour dietary intake analysis. Nutritional intake was gradually increased according to the clinical outcomes and tolerance. Micronutrients that can be given were vitamins B complex, C, and folic acid. All patients received nutrition education. Results: Nutritional intake of all patients increased gradually and achieved the total energy requirement before discharged from the hospital. There were increased of albumin levels without albumin infusion in 2 patients, decreased in 1 patient, and no albumin levels’ reexamination in 1 patient. Functional capacity improved in all patients before discharged from the hospital. There were no changes in the body weight of 3 patients. However, 1 patient experienced decreased of body weight during hospotalisation. Conclusion: Adequate medical therapy in nutrition supports the healing process, and improves laboratory parameters and functional capacity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library